بسم الله الر حمان الر حيم
Tak seorang pun dari 124.000 Nabi dan Rasul yang pernah diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala memikirkan apalagi memimpikan kekuasaan
Ketika Pemimpin Rasul Ulul Azmi ditawarkan, apakah akan dijadikan Raja yang menjadi Rasul, atau hamba yang menjadi Rasul - Beliau memilih yang kedua
Kalau dulu para Wali Allah mengucap “Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un” ketika ditunjuk menjadi khalifah, kalau sekarang mereka mengucap “Alhamdulillah” dan pestapora ketika mendapatkan musibah
Kalau dulu orang yang berilmu menghindar dari musibah
Kalau sekarang manusia berlomba-lomba mengejar, menggapai, dan merapat ke musibah
Kalaupun di antara Nabi ada yang ditakdirkan sebagai Raja, itu hanya sekedar ujian, bukan tujuan – apalagi bergaya hidup bak Raja
Mereka malu dan takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla
Bukankah, Nabi dan Raja Sulaiman menganyam tikar sekedar tuk pengisi perut Beliau?
Rasulullah Isa 'alaihissalam menggembala kambing
Rasul Nuh bertukang kayu, serta puncak dakwah
Beliau membuat sebuah kapal kayu guna menyelamatkan segelintir* penduduk bumi dari Neraka Allah ‘Azza wa Jalla!
Bagaimana mungkin kemiskinan dianggap sebagai Neraka, bukan ujian - padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka mayoritas penduduk Surga?
Bagaimana mungkin kekayaan dianggap sebagai Surga, bukan ujian - padahal merekalah mayoritas penduduk Neraka?
Tak seorang Nabi dan Rasul pun memiliki pola-pikir seperti kebanyakan manusia zaman sekarang; Rebut kekuasaan – lalu perbaiki dari atas
Siapa yang memiliki mata setajam Allah Subhanahu wa Ta’ala? Yang mampu melihat dan memperbaiki segala sesuatu dari atas? Bukankah, setiap tetes air mata dan darah rakyat yang tertumpah akan ditanyakan kepada Pemimpinnya?
Apakah mungkin bisa memperbaiki, bila caranya menyelisihi Sunnatullah?
Bukankah, Yang menciptakan lebih tahu bagaimana
memperbaikinya?
Pernahkah Allah 'Azza wa Jalla menuntut manusia melebihi batas kemampuannya?
Dan, pernahkah Allah Ta’ala menyia-nyiakan amalan
sebesar dzarrah pun tanpa balasan dan pertanggung-jawaban?
Jadi, siapakah sebenarnya yang selamat (lolos) dari pertanyaan (musibah)?
Jadi, siapakah sebenarnya yang selamat (lolos) dari pertanyaan (musibah)?
Ini dakwah kepada rakyat, bukan dakwah antar Negara! Apalagi cuma membela bendera kelompok...
Bagaimana mungkin mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau huruf Alif sebesar pilar istana saja dia tidak melihatnya?!
Adalah Sunnatullah - memperbaiki itu dari bawah, dan
membangun itu dari bawah, bukan dari atap (pucuknya)
Kalaulah, membangun sebuah gubuk saja harus mengikuti Sunnatullah, apatah lagi membangun jiwa manusia?
Jangan menentang Sunnatullah!
Nanti kau binasa...
Nanti kau binasa...
Tidakkah Yang membuatnya lebih mengetahui bagaimana cara memperbaikinya?
Perbaikilah rakyatnya - niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memilihkan bagi mereka Pemimpin yang setara dengan mereka, agar tidak menimbulkan kekacauan
Begitulah jalan yang ditempuh para Rasul dan Nabi ‘alaihimussallam yang diajarkan kepada manusia
Jangan gunakan logika yang terbalik; Rebut kekuasaan – lalu duduk dan perbaiki dari atas
Apalagi sampai menggadaikan dan menunggangi Agama demi meraih kekuasaan?
Bukankah Agama untuk dipahami dengan benar, diyakini, dan diamalkan?
Bukan untuk diutak-atik, atau disesuaikan dengan Selera Nusantara?
Telah demikian redupkah Cahaya iman?
Ataukah, kiamat yang telah merembang di Pintu Hati?
Masuklah dari pintu depan dengan cara baik-baik, jangan lewat pintu samping, atau pintu belakang, atau malah dari loteng...
Malu dan takutlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
Bukankah Agama untuk dipahami dengan benar, diyakini, dan diamalkan?
Bukan untuk diutak-atik, atau disesuaikan dengan Selera Nusantara?
Telah demikian redupkah Cahaya iman?
Ataukah, kiamat yang telah merembang di Pintu Hati?
Masuklah dari pintu depan dengan cara baik-baik, jangan lewat pintu samping, atau pintu belakang, atau malah dari loteng...
Malu dan takutlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
Kenapa manusia tak mengambil pelajaran dari
perjuangan yang ditempuh para Wali-Nya?
Bukankah setiap pemimpin adalah fotocopy rakyatnya? Karena ia lahir, tumbuh dan berkembang di tengah rakyatnya?
Bagaimana akan punya pemimpin setara Khulafa-urrasyidin, bila rakyatnya masih jauh dari gambaran pemimpin yang diimpi-impikan – mereka tak akan seiring dan sejalan, yang muncul malah salah pengertian dan kekacauan, bukan saling pengertian dan kemakmuran
Bukankah, Yang membuat lebih mengetahui bagaimana cara memperbaiki?
Kalaupun kekuasaan itu akhirnya diserahkan Allah Ta’ala kepada Wali-Nya sebagai amanah
tetap saja kekuasaan itu bukan tujuan
Tiada tujuan selain “Laa ilaaha illallah”, sembahlah Allah saja, dan singkirkan segala bentuk thaghut, maka seluruh manusia akan terlindungi - apapun Agama dan Rasnya
Malulah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takut hanya kepada-Nya saja
Setelah Fir’aun dan bala tentaranya ditenggelamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di Laut Merah, pernahkah Musa ‘alaihissalam duduk di kursi kebesarannya barang sekejap?
atau menyarungkan pakaian Fir’aun yang kebesaran
atau menyorongkan mahkota Fir’aun ke kepala Beliau?
Semuanya ditinggalkan oleh Musa ‘alaihissalam, karena bukan itu tujuan Beliau diutus
Apalagi, “kepala” Fir’aun terlalu besar
dibandingkan kepala Beliau yang mulia
Kalau dulu, setiap hari Fir’aun mengganti pakaiannya yang kebesaran, sementara Musa ‘alaihissalam tak memiliki pakaian kebesaran
Pakaian Beliau satu-satunya hanyalah taqwa
Kalau dulu, Fir’aun menenteng-nenteng tongkat yang kebesaran dan keberatan kesana-kemari, sementara Musa ‘alaihissalam hanya menyandang tongkat kayu yang ringan untuk memukul dedaunan guna memberi makan kambing Beliau – akan tetapi sanggup membelah lautan atas ridha Allah 'Azza wa Jalla
Ketika Islam nyaris menguasai duapertiga belahan dunia, bagaimana peri kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Tetesan air mata Umar bin Khaththab dan para Sahabat jadi saksinya
Keinginan Beliau hanyalah menjadikan manusia hidup dibawah ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, tak lain dan tak bukan, dan tidak pula lebih dari itu
Ketika Umar bin Abdil Azis ditunjuk menjadi Khalifah bagaimana peri kehidupan Beliau? Sampai-sampai isteri Beliau (Ibu Negara) tak memiliki uang hanya untuk membeli sebuah apel bagi anaknya yang menangis?
Tak seorang pun Wali Allah yang ingin memperbaiki umat manusia memiliki pola-pikir; Rebut kekuasaan, duduk - perbaiki
Apalagi menghasut rakyat, berbuat onar, dan meruntuhkan Pemerintah Muslim?
Periksalah sejarah para Waliyullah dan ‘ulama
Rabbani
Kemana lagi akan berkaca?
oOo
* Sembilan puluhan orang
(Uneg-uneg Pemilu 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar