Sabtu, 04 Agustus 2018

MENGINGAT ALLAH



بسم الله الر حمان الر حيم


Firman Alah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian, dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah.  Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”  
(QS. Al-Munafiqun;  9)
Artinya, mengingat Allah secara terus-menerus merupakan sebab tumbuhnya cinta yang juga terus-menerus.  Banyak mengingat Allah merupakan tindakan yang paling bermanfaat bagi hamba, sebab Allah-lah Yang paling berhak untuk dicintai, disembah dan diagungkan dengan sepenuhnya.  Sementara musuh Allah paling berhak menghalangi manusia untuk mengingat dan menyembah-Nya.
Karena itulah Allah menyampaikan perintah di dalam Al-Qur’an, agar banyak mengingat-Nya, dan Dia juga menjadikan perbuatan ini sebagai sebab keberuntungan;
“Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung.”  
(QS. Al-Jumu’ah;  10), dan
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.”  
(QS. Al-Ahzab;  41).
Makna dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,  Al-Mufarridun telah berlalu.”
Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah Al-Mufarridun itu?”
Beliau menjawab, “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah.”
Di dalam riwayat At-Tirmidzi, dari Abud-Darda, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“’Maukah jika aku tunjukkan kepada kalian amal kalian yang lebih baik dan lebih bersih di sisi Raja kalian, lebih tinggi bagi derajat kalian, lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas atau uang, dan lebih baik bagi kalian daripada berhadapan dengan musuh lalu kalian memenggal leher mereka, dan mereka memenggal leher kalian?’  Mereka menjawab, ‘Baiklah wahai Rasulullah.’  Beliau bersabda, ‘Dzikrullah.’”
Disebutkan dalam Al-Muwaththa’, hadits ini mauquf pada Abud-Darda.
Mu’adz bin Jabbal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak ada amal yang dilakukan anak Adam yang lebih dapat menyelamatkannya dari siksa Allah selain dari mengingat Allah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam biasa menyusuli dzikir dengan dzikir berikutnya.  Dengan perkataan lain, keberlangsungan dzikir merupakan sebab keberlangsungan cinta.
Dzikir bagi hati laksana air bagi tanaman, atau bahkan laksana air bagi ikan, dimana ia tidak akan dapat bertahan hidup kecuali dengan air.
Dzikir itu sendiri bermacam-macam;
1.       1. Menyebut Asma dan Sifat-Sifat-Nya, atau dengan memuji-Nya.
2.       2. Mengucapkan tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (Laa ilaha illallah), dan tamjid (Allahuakbar, dan semua keAgungan yang dikaitkan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala; al-majdulillah, pen.).  Inilah lafadz dzikir yang lebih sering digunakan menurut pendapat para ‘ulama mutaakhirin.
3.       3. Mengingat Allah dengan mengingat Hukum, Perintah, dan Larangan-larangan-Nya.  Ini merupakan dzikirnya orang-orang yang berilmu.
Bahkan ketiga macam dzikir ini merupakan dzikir mereka kepada Allah.
4.       4. Dzikir yang paling utama, ialah dengan mengingat Kalam-Nya (Perkataan-Nya), sebagai mana makna firman-Nya,
“Dan barangsiapa berpaling dari mengingat-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.”  
(QS. Thaha;  124)
Dzikir yang dimaksudkan disini ialah Kalam yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya,
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.  Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”  
(QS. Ar-Ra’ad;  28)
5.       5. Termasuk juga dzikir ialah, dengan cara berdo’a, memohon ampunan dan tunduk kepada-Nya.

Inilah 5 (lima) macam dzikir.

oOo
(Disalin dari kitab “Tafsir Ibnu Qayyim”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar