بسم الله الرحمان الرحيم
Berkata Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu;
“Berhati-hatilah terhadap orang yang terlalu berpikir Rasional, karena mereka adalah
musuh-musuh Sunnah. Engkau coba membuka kesadaran mereka dengan beberapa
hadits agar mereka melestarikannya, namun mereka menggapai-gapainya dengan Perspektip Logika Rasional, maka mereka
sesat dan menyesatkan umat Islam.”
(Ditakhrij
oleh Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalam “Jami’ Bayan Al-‘Ilm
wa Fahlihi” (2/1041, No. 2001, 2003 dan 2005, serta beberapa ‘ulama lainnya).
Al-Imam Ibnu Qutaibah rahimahullah dan jumhur 'ulama mengatakan; Hikmah adalah menemukan kebenaran dan mengamalkannya. Dengan perkataan lain, hikmah adalah Ilmu yang bermanfaat dan Amal shalih.
Berkata Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Tidak disebut orang berakal melainkan orang yang mengetahui kebenaran lalu mencari (mengikutinya), mengetahui keburukan lalu menghindarinya. Karena itulah
Allah berfirman tentang penghuni Neraka (artinya);
“Seandainya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni Neraka yang menyala-nyala.”
(QS. Al-Mulk; 10)
Firman Allah yang lain (artinya),
“Kamu kira mereka itu
bersatu sedang hati mereka berpecah-belah.
Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak
mengerti.”
(QS. Al-Hasyr; 14).
Selagi seseorang melakukan sesuatu, sementara ia juga mengetahui bahwa sesuatu itu mendatangkan mudharat baginya, maka orang semacam ini
layak disebut orang yang tidak berakal.
Karena ketakutan kepada Allah
mengharuskan ilmu terhadap Allah, maka ilmu tentang Allah juga mengharuskan
ketakutan pada-Nya. Dan takut kepada Allah mengharuskan keta’atan pada-Nya. Orang yang takut kepada Allah adalah orang
yang mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah yang kami maksudkan sejak awal, dan ini
pula yang ditunjukkan firman Allah (artinya),
“Oleh sebab itu
berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut
(kepada Allah) akan mendapat pelajaran, orang-orang yang celaka (kafir) akan
menjauhinya, (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (Neraka).”
(QS. Al-A’la; 9-12).
Allah mengabarkan
bahwa orang yang takut kepada-Nya tentu ingat, dan ingat ini mengharuskan pelaksanaan ibadah kepada Allah. Firman-Nya
(artinya),
“Dialah yang
memperlihatkan kepada kalian tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untuk
kalian rezki dari langit. Dan, tiadalah
mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).”
(QS. Al-Mukmin; 13).
“Untuk menjadi
pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (kepada Allah).”
(QS. Qaf;
8).
Yang mau mengambil
pelajaran hanyalah orang yang mau kembali kepada keta’atan. Sebab mengambil pelajaran yang dilakukan
secara sungguh-sungguh mengharuskan pengamalannya. Mengingat-ingat mengharuskan pengamalan apa
yang diingatnya. Jika seseorang
mengingat sang kekasih, tentu dia akan mencarinya. Jika dia mengingat sesuatu yang ditakutinya,
tentu dia akan lari darinya.
Sesuatu yang mampu memberikan pengaruh secara penuh,
mengharuskan terjadinya pengaruh itu. Jika
tidak ada pengaruhnya berarti tidak ada kesempurnaan. Jika suatu perbuatan sesuai dengan medannya,
maka akan tercipta kesempurnaan. Jika
tidak, juga tidak akan tercipta kesempurnaan itu. Ini semua harus disertai dengan "kesehatan
fitrah" dan keselamatannya. Tetapi jika fitrah telah rusak, maka
seseorang tidak akan merasakan rasa manis dari sesuatu yang sebenarnya manis,
atau bahkan hal itu akan menyiksanya (terasa pahit). Maka begitu pula dengan seseorang yang menikmati sesuatu yang sebenarnya menyiksanya (merusak dirinya, seperti pelaku maksiat, kesyirikan, peminum minuman keras, mengkonsumsi obat-obat terlarang, merokok dll. pen blog), karena fitrah-nya telah rusak. Kerusakan pun menuntut
kekuatan ilmiah dan amaliah (lahir dan batin), seperti orang yang indera perasanya sakit. Dia merasakan pahit ketika meminum madu, karena indera perasanya rusak, maka
dia merasakan sesuatu yang berbeda dengan rasa yang sesungguhnya. Demikian pula orang yang batinnya rusak
(artinya orang yang lemah iman dan aqidahnya)”.
(Al-Iman, Ibnu Taimiyah).
Renungan;
Perkataan lain Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, "Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk Hari Besar ditampakkannya amal."
(Al-Iman, Ibnu Taimiyah).
Renungan;
Perkataan lain Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, "Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk Hari Besar ditampakkannya amal."
oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar