Rabu, 06 September 2017

ALLAH ADALAH CAHAYA LANGIT DAN BUMI


بسم الله الر حمان الر حيم

“Allah cahaya langit dan bumi.  Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.  Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat  (nya), yang minyaknya  (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.  Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (An-Nuur; 35)
Menurut Ubai bin Ka’ab, ini adalah perumpamaan cahaya Allah yang ada di dalam hati orang Muslim.  Inilah cahaya yang dimasukkan Allah ke dalam hati hamba-hamba-Nya, berupa ma’rifat, cinta, mengingat dan iman kepada-Nya.  Inilah cahaya yang diturunkan-Nya kepada mereka, sehingga membuat mereka hidup dan menjadikan mereka dapat berjalan ditengah-tengah manusia.  Asal cahaya itu ada di dalam hati mereka, lalu materinya menguat dan semakin bertambah, sehingga tampak pada wajah, badan, tutur-kata dan seluruh anggota tubuh mereka, bahkan pada pakaian mereka, yang dapat dilihat orang lain yang setara, meskipun orang-orang mengingkari hal ini.  Pada hari kiamat cahaya ini semakin jelasDengan imannya, mereka berjalan di tengah-tengah manusia yang berada di dalam kegelapan jembatan (Ash-Shirat), hingga mereka dapat melewati orang-orang itu, yang berada dalam keadaan lemah karena kelemahan hati mereka dahulu di dunia.
Bahkan cahaya ini merupakan cahaya yang dzahir dan kasat mata, seperti halnya orang-orang munafik yang tidak memiliki cahaya yang tetap di dunia.  Cahaya orang beriman merupakan cahaya yang nyata dan bukan sekedar cahaya bathin, yang mampu memberikan cahaya yang terang, yang menerangi kegelapan. 
Allah menjadikan cahaya ini, tempatnya, pembawanya dan materinya sebagai perumpamaan dengan sebuah misykaat, yaitu sebuah lubang pada dinding yang mirip dada manusia.  Di dalam misykaat itu ada kaca yang sangat bening sehingga diserupakan dengan bintang yang mirip dengan mutiara karena kebeningannya.  Ini merupakan perumpamaan bagi “hati” (jantung).  Ia diserupakan dengan kaca, karena ia menghimpun berbagai sifat di dalam hati orang-orang Mukmin, yaitu Kebeningan, Kejernihan, Kehalusan dan Kekerasan, sehingga terlihat kebenaran dan petunjuk dengan kebeningannya itu, lalu ia menghasilkan kelemah lembutan dan kasih sayang, tetapi juga berjihad memerangi musuh-musuh Allah, menekan mereka, tegas dalam membela kebenaran dan teguh dalam hal ini dengan kekerasannya.  (Al-Fath; 29), (Ali-Imran; 159), (At-Tahrim; 9)
(Baca artikel tentang QALBU (HATI))
Di dalam salah satu atsar disebutkan, “Hati itu adalah bejana Allah yang ada di bumi-Nya.  Bejana yang paling disukai Allah adalah yang paling halus, kuat dan bening.” 
Kemudian di dalam kaca itu ada pelita, yaitu cahaya yang memancar dari sumbu.  Pelita inilah yang membawa cahaya.  Cahaya itu mempunyai bahan bakar berupa minyak yang diperas dari pohon zaitun yang tumbuh di suatu tempat yang paling baik, yang terkena sinar matahari pada awal dan akhir siang.  Minyaknya merupakan minyak yang paling bening dan sama sekali tidak keruh, hingga hampir saja minyak itu mampu memancarkan cahaya karena kebeningannya, meski belum tersentuh api.
Inilah bahan cahaya pelita itu.  Begitu pula bahan cahaya pelita yang ada di dalam hati orang-orang Mukmin, yang berasal dari Pohon Wahyu yang paling besar berkahnya, yang paling jauh dari penyimpangan, bahkan ia merupakan sesuatu yang paling utama, paling adil dan paling pertengahan, tidak menyimpang seperti penyimpangan Agama Nasrani dan tidak pula seperti penyimpangan Agama Yahudi.  Ia berada ditengah-tengah antara dua sisi yang tercela dalam segala hal.  Inilah bahan pelita Iman yang ada di dalam hati orang-orang Beriman.
Karena kebeningannya, minyaknya saja hampir-hampir memancarkan cahaya.  Maka begitu api sudah menyentuhnya, ia semakin bercahaya dan apinya semakin menyala terang.  Yang demikian itu merupakan Cahaya diatas Cahaya.  Begitu pula orang Mukmin.  Hatinya bercahaya, yang hampir-hampir dapat mengetahui kebenaran dengan Fitrah dan Akalnya, tanpa ada bahan lain dari dirinya.  Lalu datang bahan Wahyu yang bercampur dengan hatinya, sehingga menambah cahayanya dengan Wahyu itu, di atas Cahaya Fitrah yang diciptakan Allah di dalam hatinya.  Maka Cahaya Wahyu berkumpul dengan Cahaya Fitrah,  Cahaya di atas Cahaya.  Maka hampir-hampir dia dapat menyatakan kebenaran meskipun belum pernah mendengar atsar.  Ketika dia sudah mendengar atsar yang sesuai dengan Kesaksian Fitrahnya, maka itulah yang dinamakan Cahaya di atas Cahaya.
Inilah keadaan orang-orang Mukmin, yang dengan Fitrahnya dapat mengetahui kebenaran secara global, kemudian dia mendengar atsar, yang datang kepadanya secara terperinci.  Maka Imannya tumbuh dari Kesaksian Wahyu dan Kesaksian Fitrah.
(Baca artikel, APA ITU FITRAH?)
Hendaklah orang-orang yang berakal mau memperhatikan ayat yang Agung ini dan kesesuaiannya dengan makna-makna yang Mulia.  Allah telah menyebutkan bahwa cahaya-Nya di langit dan di bumi, cahaya-Nya di dalam hati hamba-hamba-Nya yang beriman adalah cahaya yang dapat dinalar dan dikenali dengan mata hati, cahaya yang dapat dirasakan dan dipersaksikan dengan pandangan mata, cahaya itu dapat menyinari seluruh penjuru alam atas dan alam bawah.  Ini merupakan dua cahaya yang Agung, yang satu lebih besar daripada yang lain.
Ayat ini mengandung penyebutan hal-hal tersebut secara terperinci.  Pelakunya adalah Allah, yang menganugerahkan cahaya, yang memberikan petunjuk dengan cahaya-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.  Yang menerimanya adalah hamba yang Mukmin (orang-orang beriman).  Tempatnya adalah hatinya.  Pembawanya adalah hasrat dan kehendaknya.  Bahan atau materinya adalah perkataan dan perbuatannya.
Perumpamaan yang mengagumkan yang terkandung dalam ayat ini terdapat rahasia, makna dan penampakan kesempurnaan nikmat Allah kepada hambanya yang mukmin, karena cahaya yang diterimanya, sehingga pandangan mata selalu tertuju kepadanya dan hati menjadi mekar karenanya.
Di dalam perumpamaan ini ada dua jalan bagi para ahli ilmu ma’any, yaitu;
Pertama;  Perhatikan sifat misykaat, yang berupa lubang yang tidak tembus, agar dapat menghimpun dan memantulkan cahaya.  Di lubang itu diletakkan pelita.  Pelita itu berada di dalam kaca, menyerupai bintang yang mirip mutiara karena keindahan dan kejernihannya, yang bahannya merupakan bahan yang paling baik dan paling jernih serta mudah menyalakan api, berasal dari minyak pohon yang tumbuh di tengah-tengah lahan yang terbuka, tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat sesuatu, yang mendapat sinar matahari pada waktu pagi dan sore hari, di tempat yang terjaga ujung-ujungnya, mendapat sinar matahari dalam ukuran yang sedang-sedang saja.  Karena kebeningan minyak pelita itu, hampir-hampir minyak itu sendiri memancarkan cahaya meskipun tidak tersentuh api.  Keseluruhan perumpamaan yang tersusun ini merupakan perumpamaan cahaya Allah yang disifati-Nya dalam hati hamba-hamba-Nya yang mukmin dan hanya dikhususkan-Nya bagi mereka.
Kedua;  Ada yang berpendapat misykaat adalah dada orang mukmin.  Kaca adalah hatinya.  Hati orang mukmin diserupakan dengan kaca karena Kehalusan, Kejernihan dan Kekerasannya.  Begitu pula hati orang Mukmin yang menghimpun ketiga sifat ini.  Dia menyayangi, berbuat baik, mengasihi makhluk dengan kelemah lembutannya, dengan kebeningan  di dalamnya tampak berbagai gambaran Hakikat dan Ilmu.  Kotoran dan kerak tidak terlihat di sana.  Sementara dengan kekerasannya dia bisa menjadi tegar dan teguh dalam urusan Allah, tegas terhadap musuh-musuh Allah serta menegakkan kebenaran karena Allah.
Allah telah menjadikan hati seperti bejana kaca, seperti yang dikatakan sebagian orang salaf,  “Hati itu adalah bejana Allah di bumi-Nya.  Yang paling disukai Allah adalah hati yang paling halus (lemah lembut), paling keras dan paling bening.”  Pelita adalah cahaya iman di dalam hati orang-orang Mukmin.  Pohon yang penuh berkah adalah Pohon Wahyu yang mengandung petunjuk dan agama yang benar.  Ini merupakan bahan baku pelita yang membuatnya menyala.  Cahaya di atas cahaya adalah Cahaya Fitrah yang lurus dan Pengetahuan yang Benar, cahaya Wahyu dan Al-Kitab.  Salah satu cahaya berhubungan dengan cahaya lainnya sehingga satu cahaya menambah kepada cahaya yang lainnya.  Karena itu hampir-hampir orang Mukmin dapat berkata dengan benar dan penuh hikmah sebelum dia mendengar adanya atsar yang berkaitan dengannya.  Ketika atsar datang, ternyata sama dengan apa yang hendak dikatakannya itu.  Dengan begitu ada kesesuaian antara Kesaksian Akal, Syariat, Fitrah dan Wahyu.  Akal dan Fitrahnya membuatnya dapat menyaksikan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah kebenaran, yang tidak bertentangan dengan akal dan naql, keduanya saling bergandengan dan bersamaan.  Ini merupakan tanda Cahaya di atas Cahaya.

oOo


 (Diringkas dan disadur bebas dari kitab “Tafsir Ibnu Qayyim”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar