Selasa, 29 Agustus 2017

ALLAH MEMALINGKAN HATI ORANG MUNAFIK DARI MELIHAT KEBENARAN


بسم الله الر حمان الر حيم

Firman Allah Ta’ala (artinya),
“...Setelah itu mereka pun berpaling.  Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”  (At-Taubah;  127)
Allah mengabarkan perbuatan orang-orang munafik, yaitu berpaling, dan juga mengabarkan perbuatan-Nya, yaitu memalingkan hati mereka dari Al-Qur’an dan dari memperhatikannya, karena mereka memang orang yang tidak pantas memperhatikannya.  Jadi, tempatnya tidak layak untuk itu.  Kelayakan tempat untuk memperhatikan Al-Qur’an terjadi karena dua hal; *Pemahaman yang baik, dan *Tujuan yang baik.  Sedangkan hati orang-orang munafik itu tidak bisa memahami dan tujuan mereka pun buruk (Dunia, dunia, dan dunia...).  Hal ini telah ditegaskan Allah di dalam firman-Nya (artinya),
“Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.   Dan, jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).  (Al-Anfal; 23)
Allah mengabarkan penolakan iman yang ada dalam diri mereka.  Tidak ada kebaikan pada diri mereka sekalipun iman itu masuk kedalam hati mereka.  Allah tidak membuat mereka mendengar karena ketiadaan dorongan keinginan untuk memahami dan mengambil manfaat.  Seperti hasil yang diperoleh dari proses mendengar yang dilakukan oleh orang-orang mukmin tidak akan terwujud pada diri orang-orang munafik.  Padahal Allah ingin menegakkan hujjah atas mereka.  Kemudian Allah mengabarkan penghalang lain yang terdapat di dalam hati mereka, sehingga mereka tidak beriman meskipun Allah telah membuat mereka dapat mendengar.  Penghalang ini bersifat khusus, yaitu takabur dan berpaling.  Yang pertama (takabur) menghalangi pemahaman dan yang kedua (berpaling) menghalangi untuk tunduk dan patuh.  Pemahaman mereka buruk dan tujuan mereka pun hina.  Ini merupakan sifat kesesatan dan panji penderitaan, sebagaimana pemahaman yang baik dan tujuan yang lurus merupakan sifat petunjuk dan panji kebahagiaan.
Perhatikanlah firman Allah, “Setelah itu mereka pun berpaling.  Allah telah memalingkan hati mereka”, bagaimana Allah menjadikan kalimat yang kedua ini, entah bentuknya merupakan khabar ataupun pengulangan, sebagai hukuman atas perbuatan mereka yang berpaling.  Ini merupakan hukuman berupa keberpalingan yang berbeda dengan keberpalingan yang pertama.  Keberpalingan mereka terjadi karena tidak adanya kehendak Allah terhadap mereka untuk menerima iman, karena pada diri mereka tidak ada kelayakan untuk menerima iman tersebutMereka tidak mau menerima dan tidak mau tunduk-patuh, sehingga dengan kejahilan (kebodohan) dan kezalimannya, hati mereka berpaling dari Al-Qur’an.  Maka Allah menghukumi keadaan mereka itu dengan keberpalingan yang berbeda dengan keberpalingan yang pertama (lebih parah, pen.), sebagaimana difirmankan Allah di tempat lain (artinya),
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.”  (Ash-Shaf;  5)
Begitulah yang terjadi jika hamba berpaling dari Rabb-nya, yang dihukum Allah dengan memalingkan dirinya dari Dia (Allah), dan setelah itu tidak mungkin baginya untuk kembali pada-NyaSemoga engkau bisa mengambil pelajaran dari kisah Iblis yang ingkar.  Tatkala ia durhaka kepada Rabb-nya dan tidak mau tunduk kepada perintah-Nya serta dia bersikukuh dengan pendiriannya, maka Allah menghukumnya dengan menjadikannya sebagai penyeru kepada setiap kedurhakaan.  Allah menghukumnya atas kedurhakaannya yang pertama, dengan menjadikannya sebagai penyeru kepada setiap kedurhakaan dengan cabang-cabangnya, yang besar maupun yang kecil.  Keberpalingan dan kekufuran ini merupakan hukuman dari keberpalingan dan kekufuran sebelumnya.  Diantara bentuk hukuman keburukan ialah keburukan lain setelah itu, sebagaimana balasan pahala kebaikan adalah kebaikan yang lain setelahnya.
Boleh jadi ada yang bertanya, “Bagaimana cara menyelaraskan pengingkaran Allah terhadap pengingkaran dan keberpalingan mereka dari-Nya, sementara Dia berfirman (artinya), ‘Maka bagaimanakah kalian dipalingkan dari kebenaran?’   Begitu pula firman-Nya, ‘Bagaimana mereka sampai berpaling?’  Juga dengan firman-Nya, ‘Maka mengapa mereka berpaling dari peringatan (Allah)?’  Kalau memang Allah yang membuat mereka berpaling?, lalu bagaimana mungkin Allah sendiri yang mensifati hal itu?”
Dapat dijawab sebagai berikut;  Mereka tetap berada dalam lingkup keadilan Allah dan hujjah-Nya atas diri mereka.  Allah telah memberikan peluang kepada mereka, membukakan pintu, menuntun jalan dan menyediakan berbagai sebab (keselamatan, pen.) bagi mereka.  Allah mengutus Rasul kepada mereka, menurunkan Kitab dan menyeru mereka untuk mengikuti Rasul-Nya.  Allah memberikan akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang mendatangkan manfaat dan mana yang mendatangkan mudharat, mana sebab-sebab kenistaan dan sebab-sebab keberuntungan (kemuliaan, pen.).  Allah memberikan pendengaran dan penglihatan kepada mereka.  Namun mereka lebih mementingkan hawa nafsu daripada takwa, mereka lebih suka kebutaan daripada petunjuk, dan (seakan-akan, pen.) mereka berkata, “Kami lebih suka durhaka kepada-Mu daripada ta’at, syirik lebih kami sukai daripada mentauhidkan-Mu, menyembah selain-Mu lebih bermanfaat bagi kami di dunia daripada menyembah-Mu.”  Maka tidak heran jika hati mereka berpaling dari Rabb dan Khaliq-nya, berpaling dari ketaatan dan kecintaan kepada-Nya.  Ini merupakan keadilan Allah terhadap mereka dan itulah hujjah Allah atas mereka.  Mereka menutup pintu petunjuk dihadapan diri mereka sendiri, sebagai kehendak yang murni atas pilihan mereka sendiri, sehingga Allah pun menutup pintu itu, lalu membiarkan mereka berada pada pilihan yang mereka kehendaki.  Allah berpaling dari apa yang mereka tingalkan dan memberikan kekuasaan terhadap apa yang mereka sukai.  Allah memasukkan mereka ke dalam pintu yang mereka inginkan dan menutup pintu yang mereka tinggalkan, sehingga mereka benar-benar telah berpaling.  Tidak ada yang lebih buruk daripada apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak ada yang lebih baik daripada apa yang Allah Ta’ala perbuat.
Sekiranya Allah menghendaki, Dia bisa saja menjadikan mereka tidak seperti gambaran itu dan tidak membuat mereka dalam keadaan demikian.  Tetapi Allah-lah yang menciptakan ketinggian dan kerendahan, cahaya dan kegelapan, sesuatu yang bermanfaat dan mudharat, yang baik dan yang buruk, Malaikat dan syaithan, wanita dan lalat.  Allah-lah yang memberikan alat, sifat, kekuatan, perbuatan dan segala apapun yang bisa dipergunakan menurut ciptaan-Nya.  Sebagian ada yang menuruti tabi’atnya (fitrahnya, pen.) dan sebagian lagi ada yang memperturutkan kehendak dan keinginan (hawa nafsu).  Semua berjalan sesuai dengan Hikmah-Nya.  Hal ini menuntut adanya Pujian kepada-Nya atas segala Kesempurnaan-Nya serta Kekuasaan-Nya yang komplit.
Apa yang diketahui oleh makhluk tidak sebanding dengan apa yang belum mereka ketahui, yang bisa diibaratkan dengan patukan seekor burung di atas samudera yang membentang luas.
(Baca juga artikel, MUNAFIK
oOo


(Disadur bebas dari kitab “Tafsir Ibnu Qayyim”, Syaikh Muhammad Uwais  An-Nadwy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar