بسم الله الر مان الر حيم
“Musibah senantiasa akan menimpa orang-orang Mukmin
(beriman), baik laki-laki maupun perempuan, pada jiwanya, anak-anaknya maupun
hartanya hingga mereka menghadap Allah dengan tanpa membawa dosa” (HR.
At-Tirmidzi)
Berbagai cobaan dan ujian akan senantiasa menimpa
orang-orang Mukmin, hingga ia berjalan di muka bumi ini tanpa membawa dosa
(Makna Al-Hadits).
Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya,
berbagai macam cobaan dan ujian tersebut hanyalah bagian dari ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla yang harus disikapi dengan tepat dan tetap mengacu kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam
mencari solusinya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah.” (Al-Hadid (57);
22).
Inilah empat reaksi
manusia ketika menghadapi Ujian / Musibah;
I.
MARAH
Merupakan tingkatan yang paling rendah (buruk), yang diekspresikan manusia dalam
bentuk perkataan (mengumpat, melaknat, berteriak-teriak), perbuatan
(menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, menjambak rambut, berguling-gulingan di
tanah dll.)
Semua ini merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk juga marah
yang tidak diekspresikan (tersimpan di dalam hati).
Semua bentuk kemarahan tersebut menunjukkan bahwa yang bersangkutan belum
mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan pengenalan yang sebenarnya, dan belum berlaku ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Dia
menyembah Allah masih berdasarkan Hawa Nafsunya. Jika ia mendapatkan apa yang disukai hawa
nafsunya, maka akan langgenglah ibadahnya itu.
Akan tetapi jika ia mendapatkan berbagai musibah atau tidak mendapatkan
apa yang diinginkan hawa nafsunya, ia akan menolak (marah), dan dengan mudahnya ia kembali kepada kekufuran (baik Kufur Akbar, maupun Kufur Ashgar).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan
diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka
jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam kebaikan itu, dan jika ia
ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia kebelakang. Rugilah ia di dunia dan di Akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Al-Hajj (22); 11)
II.
S A B A R
Orang ini melihat musibah itu adalah sesuatu yang berat baginya, namun
dia berusaha untuk menerima dan memikulnya, meskipun hawa nafsunya merasa tidak suka
mendapatkan musibah tersebut, akan tetapi keimanannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mencegahnya untuk
marah. Inilah hakikat sabar yang diperintahkan, yaitu menahan diri untuk tetap
menta’ati Allah, tidak bermaksiat kepada-Nya dan tidak membenci takdir yang
telah ditetapkan-Nya.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam (artinya),
“Sungguh
menakjubkan urusan orang Mukmin itu, sesungguhnya semua urusannya merupakan
kebaikan, dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi orang Mukmin. Jika ia mendapatkan kegembiraan dia bersyukur
dan itu merupakan kebaikan baginya dan jika ia mendapatkan kesusahan maka dia
bersabar dan ini juga merupakan kebaikan baginya (HSR. Muslim)
III.
R I D H A
Tingkatan ini lebih tinggi dari dua tingkatan sebelumnya. Bagi orang ini ada musibah atau tidak sama
saja. Ia ridha dengan semua ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla apapun bentuknya.
Bedanya dengan tingkatan sebelumnya (Sabar); mengharuskan usaha menekan
diri untuk tidak marah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan ketetapan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Sesungguhnya besarnya pahala itu
tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya
jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang Ridha , maka baginya
keridhaan Allah itu dan barangsiapa yang Murka (tidak ridha, bahkan marah
ketika mendapat ujian) maka baginya kemurkaan Allah.” (HR. Tirmidzi dari Anas bin Malik).
IV.
BERSYUKUR
Inilah derajat manusia yang paling
tinggi ketika mendapatkan musibah.
Golongan ini mengetahui bahwa musibah yang diberikan Allah Ta’ala kepadanya merupakan sebab
datangnya kebaikan. Oleh karena itu, ia
pun mensyukuri musibah yang menimpanya.
Selain sebagai jalan untuk mengintrospeksi diri, musibah bagi seorang Mukmin juga merupakan sarana pengampunan dari Allah ‘Azza wa Jalla, sekaligus meninggikan
derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh
Allah kebaikan pada dirinya, maka Dia akan memberikan cobaan kepadanya.” (HSR. Al-Bukhari).
Renungan
"Barang siapa yang tidak mau menerima ketetapan-Ku dan tidak mau bersabar atas ujian-Ku, silahkan mencari tuhan yang lain selain Aku". (HQR. At-Tirmidzi)
Renungan
"Barang siapa yang tidak mau menerima ketetapan-Ku dan tidak mau bersabar atas ujian-Ku, silahkan mencari tuhan yang lain selain Aku". (HQR. At-Tirmidzi)