Selasa, 31 Oktober 2017

EMPAT TINGKATAN MANUSIA DALAM MENGHADAPI MUSIBAH

Hasil gambar untuk GAMBAR MUSIBAH

بسم الله الر مان الر حيم

“Musibah senantiasa akan menimpa orang-orang Mukmin (beriman), baik laki-laki maupun perempuan, pada jiwanya, anak-anaknya maupun hartanya hingga mereka menghadap Allah dengan tanpa membawa dosa” (HR. At-Tirmidzi)


Berbagai cobaan dan ujian akan senantiasa menimpa orang-orang Mukmin, hingga ia berjalan di muka bumi ini tanpa membawa dosa (Makna Al-Hadits).
Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, berbagai macam cobaan dan ujian tersebut hanyalah bagian dari ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla yang harus disikapi dengan tepat dan tetap mengacu kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam mencari solusinya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya.  Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”  (Al-Hadid (57); 22).
Inilah empat reaksi manusia ketika menghadapi Ujian / Musibah;
I.                    MARAH
Merupakan tingkatan yang paling rendah (buruk), yang diekspresikan manusia dalam bentuk perkataan (mengumpat, melaknat, berteriak-teriak), perbuatan (menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, menjambak rambut, berguling-gulingan di tanah dll.)
Semua ini merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk juga marah yang tidak diekspresikan (tersimpan di dalam hati)
Semua bentuk kemarahan tersebut menunjukkan bahwa yang bersangkutan belum mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan pengenalan yang sebenarnya, dan belum berlaku ikhlas dalam beribadah kepada-Nya Dia menyembah Allah masih berdasarkan Hawa Nafsunya.  Jika ia mendapatkan apa yang disukai hawa nafsunya, maka akan langgenglah ibadahnya itu.  Akan tetapi jika ia mendapatkan berbagai musibah atau tidak mendapatkan apa yang diinginkan hawa nafsunya, ia akan menolak (marah), dan dengan mudahnya ia kembali kepada kekufuran (baik Kufur Akbar, maupun Kufur Ashgar).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam kebaikan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia kebelakang.  Rugilah ia di dunia dan di Akhirat.  Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”  (Al-Hajj (22); 11)

II.                   S A B A R
Orang ini melihat musibah itu adalah sesuatu yang berat baginya, namun dia berusaha untuk menerima dan memikulnya, meskipun hawa nafsunya merasa tidak suka mendapatkan musibah tersebut, akan tetapi keimanannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mencegahnya untuk marah.  Inilah hakikat sabar yang diperintahkan, yaitu menahan diri untuk tetap menta’ati Allah, tidak bermaksiat kepada-Nya dan tidak membenci takdir yang telah ditetapkan-Nya.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Sungguh menakjubkan urusan orang Mukmin itu, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi orang Mukmin.  Jika ia mendapatkan kegembiraan dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya dan jika ia mendapatkan kesusahan maka dia bersabar dan ini juga merupakan kebaikan baginya   (HSR. Muslim)

III.                 R I D H A
Tingkatan ini lebih tinggi dari dua tingkatan sebelumnya.  Bagi orang ini ada musibah atau tidak sama saja.  Ia ridha dengan semua ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla apapun bentuknyaBedanya dengan tingkatan sebelumnya (Sabar); mengharuskan usaha menekan diri untuk tidak marah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ketetapan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian.  Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka.  Barangsiapa yang Ridha , maka baginya keridhaan Allah itu dan barangsiapa yang Murka (tidak ridha, bahkan marah ketika mendapat ujian) maka baginya kemurkaan Allah.”  (HR. Tirmidzi dari Anas bin Malik).
  

IV.                 BERSYUKUR
Inilah derajat manusia yang paling tinggi ketika mendapatkan musibah.  Golongan ini mengetahui bahwa musibah yang diberikan Allah Ta’ala kepadanya merupakan sebab datangnya kebaikan.  Oleh karena itu, ia pun mensyukuri musibah yang menimpanya.  Selain sebagai jalan untuk mengintrospeksi diri, musibah bagi seorang Mukmin juga merupakan sarana pengampunan dari Allah ‘Azza wa Jalla, sekaligus meninggikan derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan pada dirinya, maka Dia akan memberikan cobaan kepadanya.”  (HSR. Al-Bukhari).

Renungan
"Barang siapa yang tidak mau menerima ketetapan-Ku dan tidak mau bersabar atas ujian-Ku, silahkan mencari tuhan yang lain selain Aku".  (HQR. At-Tirmidzi)


oOo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar