“Zaman semakin moderen, tetapi Muru'ah (harga diri) manusia semakin rendah”
(Perkataan orang bijak)
A.
A. DEFINISI
A. DEFINISI
Muru’ah adalah menjaga diri dari setiap
akhlak yang jelek, hina dan rendahan.
Ada
yang mengatakan, seseorang itu dikatakan ber-muru’ah bila ia tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya
tidak dilakukan, sesuatu yang dapat merendahkan martabatnya di hadapan
orang-orang yang mulia.
Ada
juga yang mengatakan, Muru’ah
merupakan kesempurnaan sifat kejantanan, sehingga orang yang mempuyai sifat pengecut dikatakan tidak mempunyai Muru'ah (harga diri).
B. B. SENDI-SENDI MURU’AH DAN ADAB-ADABNYA
1.
Hendaknya manusia itu bersikap tenang, berwibawa,
tidak mudah gugup, salah tingkah dan tergesa-gesa. Seperti; banyak menoleh kekiri dan ke kanan,
berjalan dengan cepat (secara tidak wajar).
Namun jika ia berjalan dengan cepat (tidak terlalu lambat) hal itu
menunjukkan ketegasan dan termasuk sendi-sendi muru’ah.
2.
Berbicara dengan bagus, pelan, dan runut.
3.
Menjaga lisan dengan tidak mencela orang lain
dan mengucapkan kata-kata kotor.
Disebutkan dalam sebuah sya’ir;
“Jauhilah kebodohan yang dapat menjadikanmu hina
Sesungguhnya kebodohan itu akan menghinakan orang yang mempunyai muru’ah.”
4.
Bertemu orang dengan wajah yang berseri-seri,
perkataan yang manis, tidak membahas sesuatu yang akan menyedihkan pikiran
mereka.
5.
Mendengarkan pembicaraan setiap orang yang
berbicara dengan baik, meskipun omongannya itu tidak disukai (tidak menarik). Karena hal itu akan mendorong dia mencintai
orang yang mau mendengarkan omongannya.
Dan hal itu juga akan menjadikan orang yang berbicara merasa bahwa apa
yang dibicarakannya tersebut bernilai.
Makna yang indah ini telah diisyaratkan oleh Abu Tamam dengan ucapannya, “Siapa
saja, jika aku membuatnya marah, sedangkan aku tidak mengetahuinya, maka
kelembutanlah yang akan meredamkannya.
Dan kamu melihat dia mendengarkan ucapan (seseorang) dengan hati dan
pendengarannya, padahal bisa jadi ia lebih tahu tentang hal itu.”
6.
Berterus-terang, tidak munafik dan menipu, tidak
menampakkan rasa cinta pada seseorang padahal hatinya memusuhinya. Tidak menyatakan bahwa si Fulan itu jujur dan
berada pada jalan yang lurus, padahal sebenarnya ia mengetahui bahwa si Fulan
itu telah menyimpang dari jalan yang lurus.
“Apa yang aku rahasiakan adalah seperti apa yang aku tampakkan, itulah
tabi’atku. Dan gelapnya malam adalah
seperti terangnya siang hariku.”
Maksudnya bahwa, orang yang mempunyai muru’ah
tidak akan menjadikan persahabatan dan riya’
sebagai alat baginya. Adapun kalau
memang sebaiknya harus menyembunyikan beberapa hal seperti persahabatan dan
permusuhan, maka sebenarnya itu merupakan sesuatu yang menyempurnakan muru’ah.
7.
Tidak sombong karena mendapat kekuasaan dan
tidak sedih karena kesendirian.
8.
Dapat mengendalikan diri pada waktu marah dan
senang, sehingga tidak berlebih-lebihan.
9.
Bersikap adil dan seimbang dalam keadaan senang
maupun susah.
“Aku tidak terlalu gembira jika mendapat kesenangan, dan tidak terlalu
bersedih jika keadaan berubah menjadi tidak baik.”
10. Tidak
membebani tamunya dengan pekerjaan sekecil apa pun. Misalnya menyuruh tamunya mengambilkan kitab,
gelas dan lainnya. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata, “Bukanlah
termasuk muru’ah mempekerjakan tamu.”
11. Sifat
muru’ah akan senantiasa menjadikan
seseorang untuk menjadikan majelisnya diliputi kesungguhan dan hikmah, tidak
dipenuhi oleh permainan dan senda gurau.
12. Hendaklah
orang itu tidak melakukan dalam kesendiriannya suatu perbuatan yang tidak
berani ia lakukan di depan umum, karena malu (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala).
13. Senantiasa memiliki sifat malu.
14. Benar didalam tutur kata.
15. Bersikap
pertengahan dan adil.
16. Tidak
meminta-minta sesuatu kepada orang lain.
17. Kemarahannya
akan bangkit bila Agama dan larangan Allah dilanggar dan di injak-injak.
18. Berjiwa
besar, berkemauan tinggi, jauh dari hal-hal yang bersifat rendahan dan kurang
berharga.
19. Selalu
menepati janji.
20. Berusaha
memenuhi kebutuhan manusia, mengasihi mereka dan merendahkan diri terhadap
mereka.
21. Berani
memikul kesengsaraan hidup (kekurangan harta benda).
22. Tidak
menyebut-nyebut pemberian dan perbuatan baiknya, kecuali untuk mencela (kekurangan
diri).
23. Tidak
menampakkan rasa sakit dan keluh kesah akibat cobaan yang diberikan kepadanya,
kecuali pada saat pengaduan perkara dalam persidangan.
24. Tidak menyakiti orang lain atau melukai
hatinya, baik dengan ucapan, perbuatan maupun isyarat apa pun juga.
oOo
(“Ringkasan Tema-tema Islam Sehari-hari” Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Terj.
Nur Qamari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar