بسم الله
الر حمان الر حيم
“Apabila
Allah mencintai seorang hamba, Allah
menyeru kepada Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah
dia.’ Jibril pun mencintainya. Lalu, Jibril menyeru kepada penduduk langit, ‘Sesungguhnya
Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.’
Penduduk langit pun mencintainya.
Kemudian diletakkan baginya penerimaan di bumi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang, kita mendapati
amal shalih yang kita lakukan untuk mencari Wajah Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata, tanpa diiringi dengan riya’, sum’ah, ternyata diikuti
oleh pujian manusia, yang sejujurnya membuat kita bahagia. Apakah yang seperti ini pertanda, bahwa kita
tidak ikhlash mengamalkannya, sehingga dikhawatirkan kita tidak akan beroleh
pahala di akhirat kelak, atau bagaimana?
Hal ini pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu
‘Anhu menyampaikan beritanya kepada kita.
Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
(artinya),
“Apa pendapat anda tentang seseorang yang melakukan suatu
amal kebaikan dan manusia memujinya[1] karena amalan tersebut?” Rasulullah menjawab, ‘Itu adalah kabar gembira yang
disegerakan bagi seorang mukmin.’ ”
(HR. Muslim no. 6663)
Menurut Al-Qadhi ‘Iyadh, “Pujian tersebut adalah pertanda
kebaikan bagi si hamba, sebagai bukti ridha dan cinta Allah terhadapnya, karena
dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan
(artinya),
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, Allah menyeru
kepada Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan[2], maka
cintailah dia.’ Jibril pun
mencintainya. Lalu, Jibril menyeru
kepada penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.’ Penduduk langit pun mencintainya. Kemudian diletakkan baginya penerimaan di
bumi.’ “ (HR. Al-Bukhari no. 6040 dan
Muslim)
Maksud dari kalimat, “… Kemudian diletakkan baginya
penerimaan di bumi,” adalah, bahwa Allah Subahanhu wa Ta’ala
menjadikan penduduk bumi ridha dan cinta kepadanya. Dengan demikian, kalbu mereka menerimanya
dengan cinta, cenderung, dan ridha terhadapnya.
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, bahwa dari
sini dapat diambil kesimpulan, bahwa kecintaan orang-orang yang baik kepada
seorang hamba, adalah tanda (bukti) cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
hamba tersebut. Hal yang mendukung
perkataan ini adalah, berita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
terhadap orang-orang yang mempersaksikan jenazah – sebagai jenazah yang baik,
atau buruk,
انتم شهداء الله في الارض
/ “Antum syuhadaa-u Allahi fii
al-Ardhi”
“Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” (Fathul Bari, 10/568)
Semua
ini, tentunya bila pujian manusia kepadanya bukan karena permintaannya, dan
bukan pula sesuatu yang disengaja untuk beroleh pujian tersebut, atau
mengharap-harap pujian manusia, karena jika seperti itu keadaannya justru
merupakan pangkal riya`, dan perusak paling besar bagi amalan hamba,
disamping dapat membinasakan pelakunya. (Al-Ikmal,
Al-Qadhi Iyadh, 8/122; Al-Minhaj, An-Nawawi, 16/405)
Berikut penjelasan faidah hadits di atas, dari Al-Allamah
Abdurrahman Ibnu Nashir As-Sa’di dalam, “Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyun Al-Akhyar fii Syarhi Jawami’ Al-Akbar” (hal.
227-228);
Dampak positip , atau kabar gembira yang disegerakan dari
suatu kebajikan yang dilakukan seorang hamba termasuk busyra (kabar
gembira) bagi si hamba. Sebab, memang
Allah Subahanahu wa Ta’ala menjanjikan bagi para wali-Nya, yaitu
orang-orang yang beriman dan bertakwa, busyra dalam kehidupan dunia dan
akhirat kelak.[3]
Bisyarah atau kabar gembira tersebut merupakan
berita bagi si hamba, tentang baiknya akhir yang akan dia peroleh, dan dia
termasuk ahlus sa’adah (orang-orang yang berbahagia), serta sebagai
tanda bahwa amalnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun di akhirat nanti, dia akan memperoleh kabar
gembira berupa keridhaan Allah kepadanya, dan pahala dari-Nya. Secara pasti dia akan selamat dari kemarahan
dan hukuman Allah ‘Azza wa Jalla. Kabar gembira ini didapatkan oleh orang
beriman tersebut saat hendak meninggal dunia (wafat), di alam kuburnya, dan
ketika bangkit dari kuburnya pada Hari Kebangkitan.
Allah ‘Azza wa Jalla mengirimkan kabar gembira
tersebut untuknya melalui para Malaikat, sebagaimana diterangkan dalam
Al-Qur`an dan As-Sunnah.[4]
Bisyarah yang Allah Subahanhu wa Ta’ala segerakan di dunia ini, tujuannya adalah agar dia
dapat menjadi contoh - agar nampak keutamaannya, dan manusia mengenalnya dengan kebaikan,
sehingga diharapkan dapat memberikan semangat pada yang lainnya untuk ikut
beramal sepertinya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
bersabda (artinya),
“Adapun ahlus-sa’adah, maka dia akan dimudahkan
untuk beramal dengan amalan ahlus-sa’adah.” (HR. Al-Bukhari, dan Muslim no. 6637,
dari Ali bin Abi Thalib)
Apabila seorang hamba mendapati dirinya mudah, gampang
berbuat kebajikan, Allah Subahanahu wa Ta’ala pun memperbesar anugerah
dan kebaikan untuknya. Dengan demikian,
seorang mukmin akan sangat bergembira.
Ia gembira dengan anugerah Allah Subahanahu wa Ta’ala terhadapya,
untuk melakukan amal-amal kebaikan, dan memudahkannya untuk beramal. Sebab, tanda yang paling agung dari keimanan adalah cinta
kepada kebaikan, senang kepadanya, dan
suka melakukannya.
Kegembiraan yang kedua, adalah ambisinya yang besar, agar Allah Subahanahu
wa Ta’ala menyempurnakan nikmat-Nya kepadanya, serta mengekalkan
keutamaan-Nya.
Termasuk bisyarah, adalah berita yang Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sampaikan dalam hadits ini, ketika seorang hamba
melakukan amal kebaikan, khususnya kebaikan yang manfaatnya umum, sehingga
membuatnya dicintai oleh orang-orang, dipuji, dan didoakan dengan kebaikan, ini
merupakan busyra amalnya itu diterima.[5]
Termasuk busyra dalam kehidupan dunia adalah,
hamba tersebut dicintai oleh orang-orang
yang beriman. Hal ini berdasarkan firman
Allah (artinya),
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
shalih, maka Ar-Rahman akan menjadikan wudd untuk mereka.” (Maryam; 96)
Wudd adalah cinta, kata Ibnu Abbas Radhiyallahu
‘Anhu. Maksudnya, cinta manusia
terahadapnya saat di dunia (Penjelasan Mujahid).
Lebih gamblang lagi penjelasan Said Ibnu Jubair dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu ‘Anhu; Maknanya,
Allah Subahanhu wa Ta’ala mencintai mereka, dan Allah menjadikan mereka
dicintai oleh orang-orang beriman (Tafsir Ibnu Katsir, 5/199).
Termasuk busyra adalah pujian yang baik. Banyaknya pujian orang-orang beriman
terhadap si hamba, adalah syahadat atau persaksian dari mereka terhadapnya. Sementara, orang-orang beriman adalah para
saksi Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi, seperti dalam hadits
yang telah lalu,
انتم شهداء الله في الارض
/ “Antum Syuhadaa-u Allahi fii
al-ardhi” / Kalian adalah saksi-saksi
Allah.
Termasuk busyra adalah mimpi yang baik yang
dilihat oleh seorang mukmin, atau orang lain yang bermimpi tentangnya,
karena mimpi yang baik termasuk mubasysyirat. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam (artinya),
“Tidak tersisa dari kenabian selain Al-Mubasysyirat. Para Sahabat bertanya, ‘Apa yang dimaksud
dengan Al-Mubasysyirat?’ ‘Mimpi
yang baik,’ jawab Rasulullah.” (HR.
Al- Bukhari no. 6990, dari Abu Hurairah)
Termasuk busyra adalah, Allah ‘Azza wa Jalla
menakdirkan atas hamba sebuah takdir yang dia sukai ataupun yang tidak dia
sukai, lantas Allah Subahanhu wa Ta’ala menjadikan takdir tersebut
sebagai perantara untuk perbaikan agamanya, dan keselamatannya dari keburukan.
Sungguh, berbagai kelembutan Al-Bari [6] Subahanahu
wa Ta’ala, tidaklah bisa dihingga dan dihitung, tidak pula pernah terlintas
di dalam benak dan khayalan (angan-angan) manusia.
Wallahu a’lam (Allah Yang Maha Mengetahui).
oOo
[1] Dalam
riwayat lain, / و يحبه الناس عليه / “Wa yuhibbuhu annaasu
‘alaihi” / “Dan manusia mencintainya
(karena amalan tersaebut).”
[2]
Disebutkan nama orang tersebut.
[3]
Sebagaimana firman-Nya (artinya),
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan mereka selalu
bertakwa. “Untuk mereka berita gembira dalam
kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat.”
(Yunus;
62-64)
[4] Seperti
dalam ayat (artinya),
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb
kami adalah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah),
maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kalian merasa takut, janganlah
kalian merasa sedih, dan bergembiralah kalian dengan beroleh Surga yang dulu
pernah dijanjikan Allah kepada kalian.” (Fushilat; 30)
[5] Dengan
demikian, pujian, sanjungan, dan cinta, serta doa kebaikan manusia untuknya
tidaklah bermudharat bagi amal yang telah dilakukannya, asalkan dia tidak
berharap dipuji, dan beramal bukan karena ingin dipuji (Al-Minhaj, An-Nawawi,
16/405)
[6] Salah
satu Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Disadur dari tulisan Al-Ustadzah - Ummu Ishaq
Al-Atsariyyah, majalah Asy-Syaari’ah,
Vol. VIII/no.88/1433 H/2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar