Rabu, 07 Agustus 2019

KABAR GEMBIRA YANG DISEGERAKAN



بسم الله الر حمان الر حيم

“Apabila Allah mencintai seorang hamba,  Allah menyeru kepada Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’  Jibril pun mencintainya.  Lalu, Jibril menyeru kepada penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.’  Penduduk langit pun mencintainya.  Kemudian diletakkan baginya penerimaan di bumi.”  (HR.  Al-Bukhari dan Muslim)

Terkadang, kita mendapati  amal shalih yang kita lakukan untuk mencari Wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tanpa diiringi dengan riya’, sum’ah, ternyata diikuti oleh pujian manusia, yang sejujurnya membuat kita bahagia.  Apakah yang seperti ini pertanda, bahwa kita tidak ikhlash mengamalkannya, sehingga dikhawatirkan kita tidak akan beroleh pahala di akhirat kelak, atau bagaimana?
Hal ini pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.  Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu menyampaikan beritanya kepada kita.  Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
“Apa pendapat anda tentang seseorang yang melakukan suatu amal kebaikan dan manusia memujinya[1] karena amalan tersebut?”  Rasulullah menjawab, ‘Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.’   (HR.  Muslim no. 6663)
Menurut Al-Qadhi ‘Iyadh, “Pujian tersebut adalah pertanda kebaikan bagi si hamba, sebagai bukti ridha dan cinta Allah terhadapnya, karena dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan (artinya),
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, Allah menyeru kepada Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan[2], maka cintailah dia.’  Jibril pun mencintainya.  Lalu, Jibril menyeru kepada penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.’  Penduduk langit pun mencintainya.  Kemudian diletakkan baginya penerimaan di bumi.’ “  (HR. Al-Bukhari no. 6040 dan Muslim)
Maksud dari kalimat, “… Kemudian diletakkan baginya penerimaan di bumi,” adalah, bahwa Allah Subahanhu wa Ta’ala menjadikan penduduk bumi ridha dan cinta kepadanya.  Dengan demikian, kalbu mereka menerimanya dengan cinta, cenderung, dan ridha terhadapnya.
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, bahwa dari sini dapat diambil kesimpulan, bahwa kecintaan orang-orang yang baik kepada seorang hamba, adalah tanda (bukti) cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba tersebut.  Hal yang mendukung perkataan ini adalah, berita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap orang-orang yang mempersaksikan jenazah – sebagai jenazah yang baik, atau buruk,
انتم شهداء الله في الارض  /  “Antum syuhadaa-u Allahi fii al-Ardhi”
“Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.”  (Fathul Bari, 10/568)
Semua ini, tentunya bila pujian manusia kepadanya bukan karena permintaannya, dan bukan pula sesuatu yang disengaja untuk beroleh pujian tersebut, atau mengharap-harap pujian manusia, karena jika seperti itu keadaannya justru merupakan pangkal riya`, dan perusak paling besar bagi amalan hamba, disamping dapat membinasakan pelakunya.  (Al-Ikmal, Al-Qadhi Iyadh, 8/122; Al-Minhaj, An-Nawawi, 16/405)
Berikut penjelasan faidah hadits di atas, dari Al-Allamah Abdurrahman Ibnu Nashir As-Sa’di dalam, “Bahjatu Qulubil Abrar wa  Qurratu ‘Uyun Al-Akhyar  fii Syarhi Jawami’ Al-Akbar” (hal. 227-228);
Dampak positip , atau kabar gembira yang disegerakan dari suatu kebajikan yang dilakukan seorang hamba termasuk busyra (kabar gembira) bagi si hamba.  Sebab, memang Allah Subahanahu wa Ta’ala menjanjikan bagi para wali-Nya, yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa, busyra dalam kehidupan dunia dan akhirat kelak.[3]
Bisyarah atau kabar gembira tersebut merupakan berita bagi si hamba, tentang baiknya akhir yang akan dia peroleh, dan dia termasuk ahlus sa’adah (orang-orang yang berbahagia), serta sebagai tanda bahwa amalnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun di akhirat nanti, dia akan memperoleh kabar gembira berupa keridhaan Allah kepadanya, dan pahala dari-Nya.  Secara pasti dia akan selamat dari kemarahan dan hukuman Allah ‘Azza wa Jalla.  Kabar gembira ini didapatkan oleh orang beriman tersebut saat hendak meninggal dunia (wafat), di alam kuburnya, dan ketika bangkit dari kuburnya pada Hari Kebangkitan.
Allah ‘Azza wa Jalla mengirimkan kabar gembira tersebut untuknya melalui para Malaikat, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.[4]
Bisyarah yang Allah  Subahanhu wa Ta’ala segerakan  di dunia ini, tujuannya adalah agar dia dapat menjadi contoh - agar nampak keutamaannya, dan manusia mengenalnya dengan kebaikan, sehingga diharapkan dapat memberikan semangat pada yang lainnya untuk ikut beramal sepertinya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda (artinya),
“Adapun ahlus-sa’adah, maka dia akan dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahlus-sa’adah.”  (HR. Al-Bukhari, dan Muslim no. 6637, dari Ali bin Abi Thalib)
Apabila seorang hamba mendapati dirinya mudah, gampang berbuat kebajikan, Allah Subahanahu wa Ta’ala pun memperbesar anugerah dan kebaikan untuknya.  Dengan demikian, seorang mukmin akan sangat bergembira.  Ia gembira dengan anugerah Allah Subahanahu wa Ta’ala terhadapya, untuk melakukan amal-amal kebaikan, dan memudahkannya untuk beramal.  Sebab, tanda yang paling agung dari keimanan adalah cinta kepada kebaikan, senang kepadanya,  dan suka melakukannya.
Kegembiraan yang kedua, adalah ambisinya yang besar, agar Allah Subahanahu wa Ta’ala menyempurnakan nikmat-Nya kepadanya, serta mengekalkan keutamaan-Nya.
Termasuk bisyarah, adalah berita yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampaikan dalam hadits ini, ketika seorang hamba melakukan amal kebaikan, khususnya kebaikan yang manfaatnya umum, sehingga membuatnya dicintai oleh orang-orang, dipuji, dan didoakan dengan kebaikan, ini merupakan busyra amalnya itu diterima.[5]
Termasuk busyra dalam kehidupan dunia adalah, hamba tersebut  dicintai oleh orang-orang yang beriman.  Hal ini berdasarkan firman Allah (artinya),
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka Ar-Rahman akan menjadikan wudd untuk mereka.”  (Maryam;  96)
Wudd adalah cinta, kata Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu.  Maksudnya, cinta manusia terahadapnya saat di dunia (Penjelasan Mujahid).
Lebih gamblang lagi penjelasan Said Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu;  Maknanya, Allah Subahanhu wa Ta’ala mencintai mereka, dan Allah menjadikan mereka dicintai oleh orang-orang beriman (Tafsir Ibnu Katsir, 5/199).
Termasuk busyra adalah pujian yang baik.  Banyaknya pujian orang-orang beriman terhadap si hamba, adalah syahadat atau persaksian dari mereka terhadapnya.  Sementara, orang-orang beriman adalah para saksi Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi, seperti dalam hadits yang telah lalu,
انتم شهداء الله في الارض  /  “Antum Syuhadaa-u Allahi fii al-ardhi” /  Kalian adalah saksi-saksi Allah.
Termasuk busyra adalah mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang mukmin, atau orang lain yang bermimpi tentangnya, karena mimpi yang baik termasuk mubasysyirat.  Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
“Tidak tersisa dari kenabian selain Al-Mubasysyirat.  Para Sahabat bertanya, ‘Apa yang dimaksud dengan Al-Mubasysyirat?’  ‘Mimpi yang baik,’ jawab Rasulullah.”  (HR. Al- Bukhari no. 6990, dari Abu Hurairah)
Termasuk busyra adalah, Allah ‘Azza wa Jalla menakdirkan atas hamba sebuah takdir yang dia sukai ataupun yang tidak dia sukai, lantas Allah Subahanhu wa Ta’ala menjadikan takdir tersebut sebagai perantara untuk perbaikan agamanya, dan keselamatannya dari keburukan.
Sungguh, berbagai kelembutan Al-Bari [6] Subahanahu wa Ta’ala, tidaklah bisa dihingga dan dihitung, tidak pula pernah terlintas di dalam benak dan khayalan (angan-angan) manusia.
Wallahu a’lam (Allah Yang Maha Mengetahui).

oOo
[1]  Dalam riwayat lain,  /  و يحبه الناس عليه / “Wa yuhibbuhu annaasu ‘alaihi” /  “Dan manusia mencintainya (karena amalan tersaebut).”
[2]  Disebutkan nama orang tersebut.
[3]  Sebagaimana firman-Nya (artinya),
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.  (Yaitu) orang-orang beriman dan mereka selalu bertakwa.  “Untuk mereka berita gembira dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat.”  (Yunus;  62-64)
[4]  Seperti dalam ayat (artinya),
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kalian merasa takut, janganlah kalian merasa sedih, dan bergembiralah kalian dengan beroleh Surga yang dulu pernah dijanjikan Allah kepada kalian.”  (Fushilat;  30)
[5]  Dengan demikian, pujian, sanjungan, dan cinta, serta doa kebaikan manusia untuknya tidaklah bermudharat bagi amal yang telah dilakukannya, asalkan dia tidak berharap dipuji, dan beramal bukan karena ingin dipuji (Al-Minhaj, An-Nawawi, 16/405)
[6]  Salah satu Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Disadur dari tulisan Al-Ustadzah - Ummu Ishaq Al-Atsariyyah,  majalah Asy-Syaari’ah, Vol. VIII/no.88/1433 H/2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar