Rabu, 05 Juli 2023

DILEMA ORANG BERILMU YANG MEMILIH DUNIA

 


بسم الله الرحمن الرحيم 

Orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan Agama oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, kemudian ia lebih memilih kehidupan dunia daripada bimbingan Agamanya akan berhadapan dengan berbagai dilema, yang akan menjadi hujjah menjatuhkan dirinya kelak di Pengadilan Akhirat.

(Baca juga artikel, PERUMPAMAAN DENGAN ANJING)


Berkata Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam: 

“Bila engkau mengarahkan pandanganmu ke tengah-tengah kehidupan kaum muslimin, baik yang dahulu maupun sekarang, niscaya akan engkau dapati, bahwa mayoritas orang yang menyimpang dari Ash-Shirathal Mustaqim (Jalan yang lurus) adalah karena tamak terhadap harta dan tahta (kekuasaan).  Maka barangsiapa yang membuka pintu ini bagi dirinya niscaya dia akan sering berganti-ganti (prinsip), berubah-ubah warna dan menganggap enteng urusan agamanya.” 

(Bidayatul Inhiraf, hal. 141)


Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata:

“Setiap orang yang lebih memilih dan mencintai dunia dari kalangan orang yang berilmu, pasti dia akan berkata tentang Allah (Dzat, Nama, Sifat, Perbuatan dan Syariat-Nya) dengan ucapan yang tidak benar dalam fatwa-fatwa, hukum, berita, dan konsekuensi-konsekuensinyaKarena kebanyakan hukum-hukum Allah banyak menyelisihi keinginan-keinginan manusia.  Terlebih bagi orang yang berambisi meraih kekuasaan dan jabatan, serta orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya.  Ambisi-ambisi mereka tidak akan terpenuhi kecuali dengan menyelisihi al-haq (kebenaran) dan banyak menolaknya.  Apabila seorang yang berilmu atau hakim lebih mencintai kekuasaan, jabatan, atau hawa nafsu, maka ambisi tersebut tidak akan terpenuhi kecuali dengan menyelisihi kebenaran dan bertentangan dengannya.

Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu akan membutakan mata hati, sehingga dia tidak lagi bisa membedakan antara Sunnah dengan Bid’ah.  Atau, akan menyebabkan pandangannya terbalik, sehingga dia melihat yang Bid’ah sebagai Sunnah dan yang Sunnah sebagai Bid’ah. Inilah penyakit orang-orang yang berilmu bila mereka lebih memilih dunia dan hawa nafsunya. 

(Al-Iqtidha, 1/114)


Berkata Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali:

“Pokok dari ilmu adalah ilmu tentang Allah, yang mengharuskan untuk takut kepada-Nya, mencintai-Nya, merasa dekat dengan-Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya.  Setelah itu adalah ilmu tentang hukum-hukum Allah, hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya bagi seorang hamba, baik berupa ucapan, amalan, keadaan maupun keyakinan.  Barangsiapa mampu mewujudkan kedua macam ilmu ini, dia adalah orang berilmu, yang ilmunya bermanfaat. Dia mendapatkan ilmu yang nafi’, hati yang khusyu’, nafsu yang qana’ah, dan doa yang dikabulkan.

Namun barangsiapa yang tidak mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dia pasti akan tersungkur - jatuh pada 4 (empat) perkara yang Rasulullah senantiasa berlindung darinya (Ilmu yang tidak bermanfaat, Hati yang tidak pernah khusyuk, Hawa nafsu yang tidak pernah puas, dan Do'a yang tidak didengar)Ilmunya justru menjadi hujjah dan musibah yang akan menjatuhkan dirinya.  Sehingga dia tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmunya, karena hatinya tidak takut kepada Allah.  Hawa nafsunya tidak pernah puas terhadap dunia, bahkan semakin rakus dan serakah dengan dunia.  Doanya pun tidak dikabulkan karena dia tidak melaksanakan perintah-perintah-Nya dan tidak menjauhi hal-hal yang dimurkai dan dibenci-Nya. 

(Bayan Fadhli ‘Ilmi As-Salaf, hal. 79)

Nas’alullaha Al-‘Afiyah (Kita memohon keselamatan kepada Allah).


oOo

(pen blog, dari berbagai sumber)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar