بسم الله الر حمان الر حيم
Pada
tulisan terdahulu (IKHLAS & BENAR) diterangkan 2 (dua) dasar untuk mendirikan
“Iyyaaka na’budu” (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah), yakni ikhlas
beramal karena mengharapkan Wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, dan Ittiba’
(mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dalam
pelaksanaannya.
Pada
bagian ini, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menerangkan 4 (empat) kaidah
yang berkaitan dengan kedua pokok di atas;
Mewujudkan apa-apa yang dicintai dan diridhai Allah dan Rasul-Nya, berupa perkataan hati, amal lisan, amal hati, dan amal
jawarih (anggota badan).
Ubudiyah merupakan
sebutan yang menyeluruh untuk empat kaidah ini.
Orang yang melaksanakan Iyyaaka na’budu dengan sebenar-benarnya,
ialah orang yang melaksanakan keempat kaidah tersebut, yaitu;
1. I. Perkataan Hati, adalah meyakini apa yang disampaikan Allah
tentang Diri-Nya, tentang Asma, Sifat, Perbuatan, Malaikat, dan Perjumpaan
dengan-Nya, sebagaimana yang disampaikan para Rasul-Nya.
2. II. Perkataan Lisan, ialah pengabaran dari diri orang tersebut
tentang hal itu, seruan kepada-Nya, Takut, dan melebur dengannya, menjelaskan
kebathilan bid’ah yang bertentangan dengannya, mengingat-Nya, dan
menyampaikan perintah-perintah-Nya.
3. III. Amal-amal Hati, seperti cinta kepada Allah, Tawakal,
menyandarkan diri kepada-Nya, Takut, dan Berharap kepada-Nya. Memurnikan Agama dengan melaksanakan
Syariat-Nya, Sabar dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menjauhi
larangan-larangan-Nya menurut kesanggupan, Ridha kepada-Nya, menolong
karena-Nya, dan bermusuhan karena-Nya pula.
Tunduk dan patuh kepada-Nya, Thuma’ninah (ketenangan dan ketegaran jiwa - yang tergambar pada anggota tubuh / jawarih) kepada-Nya, dan lain
sebagainya sebagai amalan hati, dimana yang fardhunya lebih fardhu daripada
amal-amal jawarih, yang sunatnya lebih disukai Allah daripada sunat
amal-amal jawarih. Amal-amal jawarih
tanpa hati, boleh jadi tanpa manfaat dan boleh jadi sedikit manfaatnya.
4. IV. Amal-amal Jawarih (anggota badan), seperti shalat, jihad, zakat,
haji, mengayunkan kaki ke shalat Jum’at dan Jama’ah, membantu orang yang lemah,
berbuat baik kepada makhluk, dan lain sebagainya.
Iyyaaka
na’budu
mengikuti hukum empat kaidah di atas, serta ikrar terhadapnya.
Sedangkan wa Iyyaaka
nasta’in (“ dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”) merupakan
tuntutan pertolongan terhadap pelaksanaan hukum-hukum di atas, dan Taufiq baginya. Sedangkan Ihdinaa ash-shirath
al-mustaqiim (“Tunjukilah kami jalan yang lurus”) mencakup pengakuan (komitmen)
terhadap dua perkara tadi (“Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in”) secara
detail, Ilham untuk melaksanakannya, dan meniti jalan orang-orang yang berjalan
kepada Allah dengan dua perkara tersebut secara konsisten dan istiqamah
(hingga akhir hayat).
Seluruh Rasul (313 orang Rasul) hanya menyeru manusia kepada Iyyaaka
na’budu wa Iyyaaka nasta’in. Mereka semua menyeru manusia kepada Tauhidullah,
dan penyembahan kepada-Nya semata, semenjak Rasul pertama hingga yang terakhir.
Nuh ‘Alaihissalam
berkata kepada kaumnya,
“Wahai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada Ilah bagi kalian selain-Nya.” (Al-A’raf; 59)
Begitu
pula yang dikatakan Hud, Shalih, Syu’aib, dan Ibrahim ‘Alaihimussalam. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
(yang artinya),
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan),
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut.’ “
(An-Nahl; 36),
“Dan
Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya, ‘Bahwa tidak ada Ilah melainkan Aku,
maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Aku’.”
(Al-Ambiya’; 25),
“Hai
Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
shalih. Sesungguhnya Aku Mahamengetahui
apa yang kalian kerjakan. Sesungguhnya Agama
(tauhid) ini,
adalah Agama kamu semua, Agama yang satu, dan Aku adalah Rabb kalian, maka
bertawakallah kepada-Ku.” (Al-Mukminun; 51-52).
Oleh karena itu, empat kaidah Iyyaaka na’budu
(Perkataan Hati, Perkataan Lisan, Amal-amal Hati, dan Amal-amal Jawarih)
harus menyatu dan selaras dalam satu kesatuan, guna menggapai apa-apa yang
dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allahu Al-Muwaffiq (Hanya Allah-lah pemberi Taufiq).
Renungan
Allahu Al-Muwaffiq (Hanya Allah-lah pemberi Taufiq).
Renungan
- "Jika apa yang tersembunyi di dalam bathin seseorang selaras dengan apa yang tampak, maka Allah berfirman, 'Inilah hamba-Ku yang sesungguhnya.'" (Mutharrif rahimahullah)
- "Barangsiapa yang dadanya tidak diisi dengan misykat cahaya Ilahy, maka zhahirnya pun tidak akan dihiasi keindahan adab Nubuwah." (Ibnu Qudamah rahimahullah)
oOo
(Disadur
bebas dari kitab “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh
Muhammad Uwais An-Nadwy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar