بسم الله الرحمان الرحيم
Asy-Syaikh DR. Muhammad Ghalib Al-Umariy hafidzahullah menyampaikan,
عجبا ممن يعتزل ما يؤذيه من العلاقات المزعجة، والأشخاص المؤذين.
ولا يعتزل ما يضر بدينه من السماع لأهل الضلال، والجهّال.
دينك رأس مالك فلا تجعله كلأ مشاعا لكلّ أحد.
"Sungguh mengherankan orang-orang yang menjauh dari perkara-perkara yang (akan) menganggunya, baik berupa hubungan yang menganggu, dan orang-orang yang jahat.
Namun dia tidak (berupaya) menjauh dari hal-hal yang akan membahayakan Agamanya, yaitu mendengarkan perkataan orang-orang yang sesat dan bodoh.
Agamamu adalah modal utamamu, maka jangan jadikan ia ibarat padang rumput yang terbentang begitu saja (bebas dimasuki siapapun)."*
---
* Sahabat yang mulia Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu mengatakan, bahwa manusia di dunia ini pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar;
"Kelompok Pertama;
Tentang orang berilmu yang Rabbani, Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “Yaitu orang yang mengajarkan ilmu kepada manusia.”
Sibawih berkata, “Mereka menambahkan huruf nun dan alif pada kata Rabbani jika mereka bermaksud membatasi pada ilmu Rabb Tabaraka wa Ta’ala sebagaimana mereka mengatakan sya’rani (orang yang lebat rambutnya), dan lihyani (orang yang lebat jenggotnya).
Orang berilmu tidak dinamakan Rabbani hingga ia mengamalkan ilmunya, dan mengajarkannya kepada manusia.
Kelompok Kedua;
Orang yang berjalan di atas jalan keselamatan. Maksudnya dengan ilmunya ia mencari keselamatan. Dialah orang yang ikhlas dalam mempelajari ilmu. Mempelajari apa yang bermanfaat baginya, dan mengamalkan apa yang telah diketahuinya. Jika ia mempelajari ilmu yang bermanfaat baginya namun tidak untuk mencari keselamatan, ia juga tidak berada di atas jalan keselamatan. Jika ia mempelajarinya dan tidak mengamalkannya, ia juga tidak mendapatkan keselamatan. Oleh karena itu, ia disifati dengan ciri “di atas jalan”, maksudnya di atas jalan yang menyelamatkannya. Tidak termasuk dalam hal ini adalah orang yang mencari ilmu untuk mendapatkan kekayaan dunia, seperti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
“Barangsiapa mempelajari ilmu yang seharusnya untuk mendapatkan keridhaan Allah, namun ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan kekayaan dunia, maka ia tidak akan mencium aroma Surga.” (HR. Abu Nu'aim).
Kelompok Ketiga;
Orang yang tidak memiliki ilmu dan berpaling dari ilmu. Ia bukan orang yang berilmu, dan bukan pula orang yang mempelajari ilmu. Ia adalah orang-orang jelata.
Orang-orang jelata (hamaj) yang dimaksud ialah orang-orang yang hina dan orang-orang bodoh di antara mereka. Asal kata hamaj adalah lalat kecil seperti nyamuk yang bergerombol di atas kepala kambing, dan hewan-hewan lain. Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu mengumpamakan orang-orang bodoh seperti gerombolan lalat tersebut.
Ucapan Ali, “Pengikut semua penyeru.” Maksudnya, bahwa siapapun yang menyeru mereka dan mengajak mereka, maka mereka mengikutinya; meski mereka tidak memiliki pengetahuan terhadap apa yang diseru kepadanya tersebut benar atau salah, atau pemiliknya (oknum)? Yang jelas mereka merespon ajakan orang-orang tersebut. Mereka adalah manusia yang paling membahayakan Agama. Jumlah mereka sangat banyak, namun bobot mereka amat kecil di sisi Alah Ta’ala. Mereka adalah provokator seluruh fitnah. Merekalah yang menyulut finah, dan mengobarkannya. Orang-orang religius berusaha menghadang fitnah tersebut, namun anehnya orang-orang jelata alias orang-orang bodoh tersebut mengelola / mengobarkannya.
Penyeru mereka dinamakan naiq karena mirip dengan hewan ternak yang dipanggil pengembalanya, kemudian hewan tersebut pergi bersama pengembalanya kemanapun pengembala tersebut pergi.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka oleh sebab itu mereka tidak mengerti.” (Al-Baqarah; 171).
Itulah penyifatan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu terhadap mereka karena mereka tidak memiliki ilmu dan hati mereka gelap. Mereka tidak memiliki cahaya dan hati nurani, yang dengannya mereka bisa membedakan (memilah-milah) antara kebenaran dengan kebatilan. Bagi mereka semua itu sama saja (sama-sama menyeru pada "Agama Islam").
Ucapan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu, “Mereka bergerak bersama dengan hembusan angin.” Dalam riwayat lain, “Mereka bergerak dengan semua penyeru.” Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu mengumpamakan akal mereka lemah seperti ranting yang lemah, dan mengumpamakan hawa nafsu dan pendapat seperti angin. Ranting itu bergerak bersama angin kemana saja angin berhembus. Dan akal mereka bergerak bersama dengan setiap hawa nafsu dan setiap penyeru. Jika akal mereka sempurna, tentu akal mereka seperti pohon besar yang tidak bisa dipermain-mainkan angin."
Selesai perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
(Baca keterangan selengkapnya pada artikel; 129 Buah Ilmu (bagian ke ll), (pen blog).
oOo
Disalin dengan editan dari;
TELEGRAM : http://bit.ly/tg_AM
ARCHIVE : http://bit.ly/arc_AM