بسم الله الرحمان الرحيم
Sebagaimana diketahui, Ali bin Husen adalah salah seorang buyut kandung Rasulullullah shalallahu alaihi wa sallam dari keturunan Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah Az-Zahra binti Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, sekaligus cucu kandung dari salah seorang Kaisar terakhir Persi, Yazdajurd. Beliau lebih dikenal dengan nama Zainul Abidin.
Garis keturunan beliau yang begitu dekat dengan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam ternyata tidak membuat beliau "lupa diri" (merasa aman dari Neraka Allah Subhanahu wa Ta'ala), malah menjadikan beliau semakin takut dan lebih berhati-hati, meski Kakek beliau adalah Khalilullah, salah satu dari 2 (dua) orang manusia yang dijadikan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Khalil (derajat cinta tertinggi) setelah Rasul Ibrahim 'alaihissalam.
Pernah suatu kali, Thawus bin Kaisan melihat Zainul Abidin berdiri di bawah bayang-bayang Baitul Atiq (Ka'bah), gelagapan seperti orang yang akan tenggelam, menangis seperti ratapan seorang penderita sakit, dan berdo'a terus-menerus seperti orang yang sedang terdesak kebutuhan yang sangat.
Setelah Zainul Abidin selesai berdo'a, Thawus bin Kaisan mendekat dan berkata,
Thawus; "Wahai cicit Rasulullah, kulihat engkau dalam keadaan demikian (payah), padahal engkau memiliki tiga keutamaan yang saya kira bisa mengamankan engkau dari rasa takut."
Zainul Abidin berkata; "Apakah itu wahai Thawus?"
Thawus; "Pertama, engkau adalah keturunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedua, engkau akan mendapatkan syafaat dari Kakek engkau. Dan ketiga, rahmat Allah bagi engkau."
Zainul Abidin menjawab; "Wahai Thawus, garis keturunanku dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah menjamin keamananku setelah kudengar firman Allah (artinya),
"...kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak ada lagi pertalian nashab di antara mereka hari itu..." (QS. Al-Kahfi; 99)
Adapun tentang syafaat Kakekku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan firman-Nya (artinya),
"Mereka tidaklah memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah." (QS. Al-Anbiya; 28)
Sedangkan mengenai rahmat Allah, perhatikanlah firman-Nya (artinya),
"Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-A'raf; 56)
Faradzak rahimahullah menciptakan sebuah syair yang indah tentang beliau;
Orang ini, bebatuan yang diinjaknya pun mengenalnya
Tanah haram dan Baitullah pun mengenalnya
Dialah putera terbaik di antara hamba Allah seluruhnya
Berjiwa takwa, suci, bersih, dan luas ilmunya
Dialah cucu Fatimah jika anda belum mengenalnya
Cicit dari orang yang Allah menutup para Nabi dengannya
Pertanyaanmu, "Siapa dia" tak mengurangi ketenarannya
Orang Arab dan Ajam mengenalnya, meski kau tak mengenalinya
Kedua tangannya laksana hujan yang semua memanfaatkannya
Manusia membutuhkan uluran tangannya
Tak ada yang dikecewakan olehnya
Tiada pernah berkata "tidak" selain dalam tasyahudnya
Kalaulah bukan karena syahadat, niscaya hanya ada kata "iya"
Menyebarkan kebaikan di tengah-tengah manusia
Sirnalah kezhaliman, kemiskinan, dan papa
Jika orang Quraisy melihatnya pastilah berkata, "Setinggi itukah kemuliaannya?"
Tertunduk mata karena malu padanya
Merasa kerdil melihat kehebatannya
Tak pernah lupa tersenyum tatkala berkata-kata
Di tangannya tergenggam tongkat yang harum aromanya
Dari tangan manusia cerdas hidung mencium aroma wanginya
Keturunan Rasulullah dia asalnya
Alangkah mulia asalnya, akhlaknya, dan juga perangainya
(Baca juga artikel, ZAINUL ABIDIN)
Jika orang yang memiliki pertalian darah sangat dekat saja dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa khawatir, dan tidak pernah merasa aman dari adzab Allah 'Azza wa Jalla (Neraka), bagaimana mungkin mereka yang memiliki pertalian yang sangat jauh merasa aman, bahkan bisa memasukkan orang lain ke dalam Surga Allah 'Azza wa Jalla?
Laa Haula walaa quwwata Illa Billah
Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang berakal, dan mau mengambil pelajaran.
(pen blog, dari berbagai sumber)
oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar