Minggu, 04 Desember 2022

MASALAH IMAN BUKAN MASALAH SELERA

 


بسم الله الرحمن الرحيم

📚  Tunduk Pada Hukum-Nya, Bukan Pada Selera

عَنْ أَبِي مُحَمّدٍ عَبْدِ اللَّهِ بنِ عَمْرِو بنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 

{لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَواهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ}. 

حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ، رُوِّينَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّةِ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ.

Dari Abu Muhammad Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, 

“Belum (sempurna) iman salah seorang dari kalian - hingga hawa nafsunya mengikuti seluruh ajaran yang aku bawa.” 

Hadits hasan shahih; kami meriwayatkannya dari kitab “Al-Hujjah” dengan sanad shahih.

——

✅ Petikan Hikmah dalam Hadits

1. Kehendak diri atau hawa nafsu harus ditekan agar mau mengikuti aturan syariat. 

Satu hal yang pasti, bahwa kebaikan bukan pada yang kita inginkan, namun, terletak pada syariat yang Allah tetapkan (diturunkan dari atas langit ke-7, baik yang terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadits-hadits shahih Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, karena keduanya merupakan Wahyu yang diturunkan dari atas langit).

(Baca pula artikel, KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA)

2. Bagi orang beriman, keinginan hatinya harus tunduk mengikuti aturan Agama. 

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata, “Seorang insan hendaknya tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak menentang. 

Jangan membenci aturan yang datang dari Allah dan Rasulullah, meskipun hati merasa berat menjalankan, ia harus sabar dan bertahan. 

Yakinlah, bahwa di sanalah kebaikan berada.  Kendati sulit, ingatlah, Surga memang dikelilingi dengan hal-hal yang sulit (bagi jiwa).” (Al-Minhah ar-Rabbaniyyah, hlm. 289)

Lain hal dengan orang yang lemah iman. Baginya, keinginan hati adalah nomor satu.  Meskipun tidak diizinkan oleh (syari'at) Agama, sekali mau tetap mau. [Taʼliqat Tarbawiyah]. 

3. Muslim artinya mustaslim ‘tundukʼ. Tunduk pada apa saja aturan Allah. Sesuai dengan keinginannya ataupun tidak, ia tetap tunduk dan menerima. [Taʼliqat Tarbawiyah]. 

4. Orang beriman mencintai Allah dan menyukai perintah-perintah-Nya; juga mengagungkan larangan-Nya sekaligus menjauhinya.  Beginilah penerapan dari “... hawa nafsunya mengikuti segala ajaran yang aku (Muhammad) bawa.” [Taʼliqat Tarbawiyah].

Dalam praktiknya, keadaan Ahlul Iman bertingkat-tingkat. Asy-Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah menerangkan, “Dalam masalah ini ada 3 (tiga) tingkatan:

- Pertama

Seorang muslim meyakini bahwa segala ajaran Rasulullah ﷺ benar dan murni kebaikan.  Dianggap sah iman seseorang jika telah yakin terhadap hal ini. 

Akan tetapi, orang di tingkatan pertama ini tidak bisa menahan diri, ketaatannya kurang dan jatuh pula ke dalam maksiat. Demikianlah keadaan kebanyakan ahli iman. 

- Kedua

Keyakinannya sama seperti yang sebelumnya [meyakini bahwa segala ajaran Rasulullah ﷺ benar dan seratus persen baik].  Ia pun mampu menjaga diri di atas ketaatan, tetapi ada kecenderungan rasa berat di hatinya. Orang-orang di tingkatan ini lebih jarang. 

- Ketiga

Keyakinannya juga sama dengan yang telah lalu, tetapi jiwanya menerima setunduk-tunduknya.  Tidak ada rasa menolak sama sekali.  Tidak merasa sempit dan berat kepada ajaran yang dibawa Rasulullah ﷺ, meski tidak sesuai dengan hawa nafsunya.  Bahkan hawa nafsunya ia buat selaras dengan (syari'at) yang diajarkan oleh Rasul. 

Orang-orang di tingkatan ketiga ini sangat-sangat langka. Inilah pengikut (sejati) Nabi Muhammad ﷺ yang jika mengetahui ada ucapan dan perbuatan Beliau, maka hatinya langsung lapang menerima. 

Ia menyambutnya dengan sebesar-besarnya rasa ridha dan bahagia. Kemudian menyatu dalam hati dan raganya.  Bahkan seandainya makhluk sepenuh bumi berusaha menghalangi dari mengikuti ucapan atau perbuatan Nabinya yang tercinta, ia tidak bergeming, tetap menolak untuk meninggalkannya. 

Ia tidak peduli berbeda jalan dengan siapa pun.  Ah, di manakah para pengikut Nabi Muhammad ﷺ yang seperti ini di zaman sekarang? 

Ya Allah, jadikanlah sunnah hamba yang Engkau cintai – Nabi Muhammad ﷺ – agar lebih kami cintai melebihi cinta terhadap nyawa dan jiwa kami.” (Tuhfatul Muhibbin, hlm. 186-187)

5.  Orang beriman tidak mencari ibadah yang cocok dengan hatinya ("selera Nusantara"). Yang terpenting itu ibadah berlandaskan keta'atan (kepada Allah dan Rasul-Nya), maka ia laksanakan. [Taʼliqat Tarbawiyah].


*  Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menyebut manusia semacam ini dengan Al-Ghuraba (Orang Asing), karena dia berbeda dengan 72 (tujuh puluh dua) golongan Sempalan Islam dengan "Gaya dan seleranya masing-masing".  Namun, di penghujung hadits tersebut Beliau mengatakan, "Berbahagialah orang-orang yang asing," karena mereka senantiasa berpegang teguh pada Kebenaran di tengah mayoritas manusia yang telah rusak / sesat / menyimpang, (pen blog).

oOo


Disalin dengan editan dari;

‎✍  Hari Ahadi @ Kota Raja

📡 https://t.me/nasehatetam 

🖥 www.nasehatetam.net

2 komentar: