Jumat, 23 Desember 2022

MUHASABAH (BERSOLEK UNTUK PERHELATAN AKBAR)

 


بسم الله الرحمن الرحيم

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun demi tahun pun berlalu.  Semua adalah tahapan yang ditempuh seorang hamba menuju Negeri Akhirat, akhir dari tujuan penciptaaan manusia.

Setiap hari yang dilalui semakin menjauhkan mereka dari dunia dan mendekatkan pada Akhirat.  Maka sungguh berbahagialah orang yang senantiasa menggunakan berbagai kesempatan yang dimiliki untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat.  Alangkah beruntungnya seorang hamba yang menyibukkan diri dalam ketaatan dan menjauhkan diri dari berbagai maksiat.  Dan, merugilah (celaka) orang yang tenggelam dalam kesibukan dunia, melalaikan Akhiratnya.


Kehidupan dunia merupakan penentu masa depan seorang hamba di Akhirat kelak.  Akankah dia bisa memanfaatkan umurnya dalam hal-hal yang baik, dalam ketaatan kepada Allah 'Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, sehingga kelak dia berada di negeri yang penuh dengan kenikmatan abadi atau justru sebaliknya,  dia menghabiskan umurnya dalam berbagai perkara yang sia-sia dan kemaksiatan kepada Allah, sehingga siksa yang pedih pun telah menunggu di negeri Akhirat.  

Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.

Seorang muslim yang baik selalu berupaya mengisi waktu dengan menunaikan kewajiban, menjauhi larangan dan memperbanyak amal shalih sebagai bekal terbaik untuk menyongsong kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu, untuk bisa tetap istiqamah dalam melakukan amal shalih, maka salah satu upaya yang ditempuh adalah senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi diri) terhadap segala aktivitas yang telah dijalani dari hari ke hari, maupun yang akan dilakukan.

(Baca juga artikel, APA ITU AMAL SHALIH? dan APA ITU FITRAH?)

Pengertian Muhasabah

Secara etimologi muhasabah berasal dari kata kerja hasiba yang artinya menghisab atau menghitung.  Dalam penggunaannya diidentikan muhasabah dengan proses pengamatan terhadap diri sendiri, introspeksi diri, mawas atau mengevaluasi diri.

Muhasabah dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah muhasabah sebelum melakukan pekerjaan.  Sedangkan yang kedua adalah muhasabah setelah melakukan pekerjaan.  Keduanya sangat penting dilakukan oleh seorang muslim.  Muhasabah yang pertama akan menjadikan pekerjaan yang dia lakukan bernilai positif baginya baik dunia maupun di Akhirat.  Sedangkan muhasabah yang kedua akan memudahkan untuk menambal kekurangan pekerjaan yang telah dilaksanakan serta menjadikan pekerjaan yang akan dilakukan lebih sempurna.

Para 'ulama dari masa ke masa senantiasa memberikan dorongan kepada kaum muslimin agar melakukan muhasabah.  Di antaranya, sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad bahwa Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu mengatakan, 

"Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab!  Timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbang! Sesungguhnya introspeksi diri pada hari ini lebih ringan daripada hisab di kemudian hari.  Berhiaslah untuk perhelatan akbar (Hari Akhir), pada hari yang segalanya akan tampak dan tidak ada yang tersembunyi dari kalian!"

Demikian pula Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, "Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri.  Ia melakukan introspeksi diri karena Allah.  Sesungguhnya hisab pada Hari Kiamat kelak akan lebih ringan bagi yang telah melakukannya di dunia."

Kenapa setiap manusia harus melakukan introspeksi terhadap diri sendiri?  Perlu diketahui, bahwa jiwa manusia itu senantiasa mengajak pada keburukan.  Tidak seorang pun yang selamat darinya kecuali orang-orang yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka, sungguh merugi orang yang meninggalkan muhasabah dan selalu menuruti hawa nafsu.

Muhasabah akan memunculkan rasa takut kepada Allah.  Dan rasa takut kepada Allah akan menekan kecenderungan hawa nafsu yang kerap mengajak pada perbuatan negatif (maksiat).  Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa bersabda kepada para Sahabat dalam pembukaan khutbah Beliau;

"Segala puji bagi Allah. memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampunan kepada Nya.  Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kita dan keburukan amal-amal kita (HR. Ibnu Majah,  dishahihkan olehnya)

Dengan demikian, salah satu metode menekan kekuasaan hawa nafsu pada diri seseorang adalah dengan selalu melakukan muhasabah.  Maka seorang hamba yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus melakukan introspeksi terhadap hawa nafsunya. Mempersempit ruang geraknya serta menahan gejolaknya.  Barangsiapa mengabaikan muhasabah dan senantiasa memperturutkan hawa nafsu, maka sungguh dia berada dalam kerugian yang besar.  Hakikat kerugian tersebut baru benar-benar akan tampak nyata pada Hari Kiamat kelak.


Metode muhasabah

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa ber-muhasabah bisa dilakukan dengan menimbang antara kenikmatan yang Allah karuniakan dan kejahatan yang kita lakukan.  Artinya kita melihat berbagai anugerah yang telah Allah berikan kepada kita dan melihat apa yang telah kita perbuat.  Dengan begitu, akan tampak kesenjangan yang sangat jauh antara keduanya.

Betapa Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa mencurahkan berbagai kenikmatan lahir dan batin kepada kita, sementara kita tidak pandai mensyukurinya.

Harus diakui, bagaimanapun upaya seorang hamba untuk mensyukuri nikmat tersebut, niscaya dia tidak akan mampu melakukannya. Bagaimana tidak, menghitung saja tidak akan bisa karena demikian banyaknya untuk disyukuri.  Allah berfirman (artinya);

"Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat membilangnya.  Sesungguhnya Allah benar benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 

(QS.  An-Nahl; 181) 

Sedangkan kita dituntut untuk selalu berusaha mensyukurinya.  Allah berfirman (artinya): 

"Maka ingatlah Aku,  niscaya Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian ingkar."  

[QS. Al-Baqarah:152].

Dalam ayat ini,  Allah memerintahkan kita untuk mensyukuri semua karunia-Nya tanpa terkecuali.  Dari sini kita menilai diri kita.  Apakah kita telah bersyukur pada-Nya atau justru mengingkari nikmat-nikmat tersebut dengan bermaksiat pada-Nya.  Inilah nilai muhasabah tersebut.

Maka, agar umur kita yang sangat terbatas di dunia ini semakin produktif menghasilkan berbagai amal shalih,  maka konsisten dalam muhasabah adalah solusi terbaik untuk bisa mewujudkannya. Dengan muhasabah, mari kita jelang masa depan dengan perubahan-perubahan yang gemilang dalam beribadah kepada Allah, baik secara kualitas maupun kuantitas.


Manfaat Muhasabah

Dengan merenungi hari-hari dalam hidup ini, bermuhasabah diri, sejatinya merupakan bentuk kasih sayang seorang hamba terhadap dirinya sendiri, agar jangan sampai mengalami kerugian tiada tara di Akhirat kelak.  Muhasabah adalah sebuah upaya untuk mengingatkan diri dengan serius, agar senantiasa melakukan amal kebaikan dan menghindari keburukan.

Diantara manfaat muhasabah adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui aib diri sendiri

Seseorang yang tidak mengetahui aib dirinya sendiri, tidak mungkin bisa membuang aib tersebut.  Para 'ulama terdahulu merasakan bahwa aib mereka sangat besar, padahal sejatinya aib mereka jauh lebih kecil daripada keutamaan mereka. Yunus bin Ubaid pernah berujar, 

"Sesungguhnya aku menjumpai seratus kebaikan Namun tidaklah aku melihat satu pun pada diriku."

Muhammad bin Wasi' mengatakan dengan penuh kerendahan diri padahal beliau adalah seorang ahli ibadah, "Seandainya dosa-dosa itu mempunyai bau, sungguh tidak akan ada seorang pun yang sanggup duduk di dekatku" 

Demikianlah penuturan sebagian 'ulama hasil muhasabah yang mereka lakukan terhadap diri sendiri.


2.  Mengetahui hak Allah terhadap seorang hamba

Dengan mengetahui hak Allah, maka seorang hamba akan mencela nafsunya yang senantiasa mengajak pada keburukan.  Ia akan selalu berupaya untuk membebaskan jiwanya dari penyakit 'ujub (bangga terhadap amalannya) dan riya' (pamer amalan) yang akan mengotori.  Di samping itu, mengetahui hak Allah atas hamba akan membukakan pintu ketundukan, penghinaan diri dan keprasahan di hadapan-Nya.

Dengan muhasabah, seseorang akan berusaha aktif dalam menunaikan hak Allah.  Demikianlah kondisi kaum salaf, mereka mencela diri sendiri atas kelalaian mereka dalam menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta'alaImam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu bahwa beliau berkata 

"Seseorang itu tidak akan dikatakan memahami agama ini dengan baik sampai dia murka kepada orang-orang karena mereka menyepelekan hak Allah.  Lalu dia melihat dirinya ternyata dia lebih murka pada dirinya sendiri" 

3. Muhasabah akan menumbuhkan rasa takut kepada Allah

Seorang mukmin meyakini bahwa kelak pada hari perhitungan dia akan ditanya, dimintai pertanggungjawaban atas segla amal perbuatannya di dunia, dalam perkara sekecil apapun.  Saat itu, hanya rahmat dan ampunan dari Allah yang diharapkan atas amal kebaikan yang pernah dilakukan. 

Maka nyatalah bahwa tidak ada seorang pun yang bisa selamat dari berbagai kesulitan tersebut, melainkan memohon taufik dari Allah untuk bermuhasabah dan mengawasi jiwa dalam setiap gerak-geriknya di dunia.  Sungguh benar kata Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, bahwa barangsiapa menghisab dirinya di dunia, menjadi ringan perhitungannya di Hari Kiamat nanti. Jika seorang hamba bersungguh-sungguh melakukan muhasabah semasa hidupnya, niscaya dia akan bisa beristirahat di masa setelah kematiannya.  Apabila dia mengekang jiwanya dan kelak dia akan meraih keberuntungan saat dahsyatnya Hari Hisab.

Allah pun mencela hamba yang lalai dan tidak mengharapkan yaumul hisab (perhitungan).  Allah pun berfirman

"Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) terhadap hisab (perhitungan)" 

[QS.  An-Naba': 271].  

As-Sa'di menjelaskan bahwa maksudnya adalah orang-orang kafir tidak beriman terhadap hari pembalasan, dan tidak percaya bahwa Allah akan membalas kebaikan dan keburukan manusia dengan balasan yang setimpal.  Oleh karenanya, mereka tidak beramal untuk menghadapi kehidupan Akhirat. 

Saudaraku, marilah kita mengambil pelajaran untuk menggunakan sisa usia dengan bercermin pada apa yang telah lalu.  Ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang akan datang itu telah dekat, dan semua yang ada pada diri kalian pasti akan musnah. Maka bersegeralah melaksanakan amal shalih sebelum datangnya kemusnahan.  

Allahu a'lam.

oOo


Disadur dari tulisan Ustadz Abu Hafiy hafizhahullah

Majalah Tashfiyah Edisi 11 Vol.01 1433H-2011M





Tidak ada komentar:

Posting Komentar