Kamis, 09 Mei 2019

ORANG YANG MENSUCIKAN DAN MENGOTORI JIWANYA



بسم الله الر حمان الر حيم


Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

قد افلح من زكاها و قد خاب من دساها

 “Qad` aflaha man zakkaahaa wa qad` khaaba man dassaahaa.”
“Sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”  
(QS. Asy-Syams;  9-10)
Artinya,  beruntunglah orang yang mengagungkan dan meninggikannya dengan ketaatan kepada Allah serta menampakkannya, dan merugilah orang yang menyembunyikan, merendahkan, dan menghinakannya dengan kedurhakaan kepada Allah.[1]
Asal makna kata  التد سية  / “at-tadsiyah” adalah menyembunyikan, seperti makna firman-Nya, “Ataukah akan menguburkannya di dalam tanah (hidup-hidup)?”  (QS. An-Nahl;  59).  Orang yang durhaka menenggelamkan dirinya ke dalam kedurhakaan dan menyembunyikan kedudukan jiwanya serta menyingkir dari orang lain - karena keburukan yang dilakukannya.  Dia menjadi kerdil di mata dirinya, dan menjadi kerdil di Mata Allah serta di mata manusia.
Sedangkan ketaatan dan kebaktian dapat membesarkan jiwa, mengagungkan dan meninggikannya, hingga ia menjadi sesuatu yang paling mulia, paling agung, paling suci, dan paling tinggi.  Meskipun demikian, ia tetap menjadi sesuatu yang paling hina dan kecil menurut Allah.
Dengan kehinaan menurut Allah inilah justru muncul kemuliaan dan ketinggian.  Tidak ada yang dapat menghinakan jiwa seperti akibat yang timbul karena kedurhakaan kepada Allah, dan tidak ada pula yang dapat memuliakan dan meninggikannya seperti ketaatan kepada Allah.[2]

oOo
(Disalin dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1]  Penyucian jiwa hanya bisa dilakukan dengan beriman kepada ayat-ayat Allah dan Sunnah Allah di Alam Semesta ini, serta dengan ayat-ayat ilmiah (kauniyah, pen.), seperti yang digambarkan Allah dalam makna firman-Nya, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk, dan pada diri mereka sendiri.”  (Fushshilat;  53)
Begitu pula makna firman-Nya, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka.”  (Ali Imran;  164)
Dengan memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat Allah di Alam ini dan pada diri manusia, serta di ufuk langit, dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur'an, maka jiwa akan menjadi suci, dan tinggi, menanjak ke beberapa tingkatan kesempurnaan hingga ia termasuk orang-orang yang berbakti.  Jika ingin mengotorinya, ialah dengan cara berpaling dari ayat-ayat Allah, dan mengabaikannya, menelantarkan pendengaran, penglihatan, dan akalnya, menghalanginya untuk mendapatkan “santapan” yang bermanfaat, yaitu memikirkan ayat-ayat ini, yang tidak diciptakan Allah secara sia-sia, yang mengakibatkan ia buta dari Sunnah Allah, ayat-ayat dan nikmat-Nya.  Dia berjalan dengan menutup mukanya dan bertaqlid (membeo) dengan taqlid buta.  Ia merosot ke tingkatan orang-orang yang paling rendah tingkatannya.  Ia dibuntuti syaithan, dan ia mengikuti setiap orang-orang yang jahat, hingga akhirnya syaithan itu berkata kepadanya, “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan aku sekedar menyeru kalian – lalu kalian mematuhi seruanku.  Oleh sebab, itu janganlah kalian mencerca aku, akan tetapi cercalah diri kalian sendiri.  Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalian pun sekali-kali tidak dapat menolongku.”  (Ibrahim;  22)
[2]  Al-Jawaab Al-Kaafy, hal. 52.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar