بسم الله الر حمان الر حيم
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قد افلح من زكاها و قد خاب من دساها
“Sesungguhnya,
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syams; 9-10)
Artinya,
beruntunglah
orang yang mengagungkan dan meninggikannya dengan ketaatan kepada Allah serta
menampakkannya, dan merugilah orang yang menyembunyikan, merendahkan, dan
menghinakannya dengan kedurhakaan kepada Allah.[1]
Asal makna kata التد سية / “at-tadsiyah” adalah
menyembunyikan, seperti makna firman-Nya, “Ataukah akan menguburkannya
di dalam tanah (hidup-hidup)?” (QS. An-Nahl; 59).
Orang yang durhaka menenggelamkan dirinya ke dalam kedurhakaan
dan menyembunyikan kedudukan jiwanya serta menyingkir dari orang lain - karena
keburukan yang dilakukannya. Dia menjadi
kerdil di mata dirinya, dan menjadi kerdil di Mata Allah serta di mata manusia.
Sedangkan ketaatan dan kebaktian dapat membesarkan
jiwa, mengagungkan dan meninggikannya, hingga ia menjadi sesuatu yang paling
mulia, paling agung, paling suci, dan paling tinggi. Meskipun demikian, ia tetap menjadi sesuatu
yang paling hina dan kecil menurut Allah.
Dengan kehinaan menurut Allah inilah justru
muncul kemuliaan dan ketinggian. Tidak ada yang dapat menghinakan
jiwa seperti akibat yang timbul karena kedurhakaan kepada Allah, dan tidak ada
pula yang dapat memuliakan dan meninggikannya seperti ketaatan kepada Allah.[2]
oOo
(Disalin
dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad
Uwais An-Nadwy)
[1] Penyucian jiwa hanya bisa dilakukan dengan
beriman kepada ayat-ayat Allah dan Sunnah Allah di Alam Semesta ini, serta
dengan ayat-ayat ilmiah (kauniyah, pen.), seperti yang digambarkan Allah dalam
makna firman-Nya, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk, dan pada diri mereka sendiri.” (Fushshilat;
53)
Begitu
pula makna
firman-Nya, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman, ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa
mereka.” (Ali Imran; 164)
Dengan
memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat Allah di Alam ini dan pada diri manusia,
serta di ufuk langit, dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur'an, maka jiwa akan
menjadi suci, dan tinggi, menanjak ke beberapa tingkatan kesempurnaan hingga ia
termasuk orang-orang yang berbakti.
Jika ingin mengotorinya, ialah dengan cara berpaling dari ayat-ayat
Allah, dan mengabaikannya, menelantarkan pendengaran, penglihatan, dan akalnya,
menghalanginya untuk mendapatkan “santapan” yang bermanfaat, yaitu memikirkan
ayat-ayat ini, yang tidak diciptakan Allah secara sia-sia, yang mengakibatkan
ia buta dari Sunnah Allah, ayat-ayat dan nikmat-Nya. Dia berjalan dengan menutup mukanya dan
bertaqlid (membeo) dengan taqlid buta. Ia merosot ke tingkatan orang-orang yang paling rendah tingkatannya. Ia dibuntuti syaithan, dan ia mengikuti
setiap orang-orang yang jahat, hingga akhirnya syaithan itu berkata
kepadanya, “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian,
melainkan aku sekedar menyeru kalian – lalu kalian mematuhi seruanku. Oleh sebab, itu janganlah kalian mencerca aku,
akan tetapi cercalah diri kalian sendiri.
Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalian pun sekali-kali
tidak dapat menolongku.” (Ibrahim; 22)
[2] Al-Jawaab Al-Kaafy, hal. 52.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar