Rabu, 08 Mei 2019

TUTUPAN DI HATI



بسم الله الر حمان الر حيم

Allah Subhanahu wa Ta’ala membantah keras orang-orang yang mengaku telah membela dan memperjuangkan Al-Islam, padahal justru mereka telah merusaknya (dari dalam) – sebagai akibat berpaling dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga amalan-amalan yang mereka kerjakan, yang "dianggap baik" itu membentuk tutupan di atas hati mereka (membutakan mata hati).

Firman Allah,
كلا بل ران على قلو بهم ما كانوا يكسبون
“Kallaa bal raana ‘alaa qulubihim maa kaa nuw yakh`sibuuna”
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.”  (Al-Muthaffifin;  14)
Maksudnya adalah dosa yang disusul dengan dosa yang lain.  Menurut Al-Hasan, dosa di atas dosa sehingga membutakan hati.  Menurut yang lain, karena dosa dan kedurhakaan mereka yang bertumpuk-tumpuk, sehingga menutupi hati mereka.
Asal maknanya, bahwa hati itu bisa berkarat karena kedurhakaan-kedurhakaan.  Jika kedurhakaan itu bertambah-tambah, maka karat itu pun semakin dominan sehingga membentuk tutupan.  Jika keadaan ini semakin menjadi-jadi, maka tutupan itu bertambah menjadi penghalang dan gembok (terkunci), sehingga hati itu secara total terbungkus oleh suatu bungkusan.  Jika hal ini terjadi setelah mendapat petunjuk (masuk Islam, pen blog.), maka hati itu menjadi terbalik, yang atas berubah menjadi di bawah - dan yang seharusnya di bawah dinaikkan ke atas.  Pada saat itu dia telah dikuasai musuh (syaithan), yang dapat menghelanya kemanapun dikehendakinya.
(Baca artikel, PERGESERAN
Orang yang mendapat afiat adalah orang yang mendapatkan afiat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.[1]
Ibnu Qayyim mengatakan dalam kitab Syifaa’ Al-Aliil, tentang lafazh   الران  / “Ar-raanu” ini, Allah telah berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” Menurut Abu Ubaidah, artinya menguasainya, layaknya khamr (minuman keras) yang menguasai akal orang yang mabuk, kematian yang menguasai mayat – lalu ia (hati) pergi bersamanya.  Atas dasar makna ini pula Umar  (radhiyallahu ‘anhu) berkata, “Dia telah menguasainya.”
Menurut Abu Mu’adz An-Nahwy, makna  الرين /  “Ar-rain”, ialah Hati yang menghitam karena dosa-dosa.  Sedangkan  الطبع  / “Ath-thab’, ialah sesuatu yang menutupi hati, yang lebih nyata dari ar-rain.  Sedangkan gembok (kunci) lebih nyata daripada ath-thab’, yaitu sesuatu yang mengunci mati hati.
Menurut Al-Farra’, banyak dosa dan kedurhakaan yang (telah) mereka lakukan, lalu mengepung hati mereka.  Itulah yang disebut ar-rain.
Menurut Abu Ishaq,  ران  /  “Raana” artinya menutupi.  Jika dikatakan ران على قلبه الذنب  /  “Raana ‘alaa qalbihi adz-dzanbu”  artinya dosa menutupi hatinya.  Ar-rain seperti tutupan yang mengepung hati – seperti al-ghain.
Kami (Ibnu Qayyim) katakan, pendapat Abu Ishaq ini salah.  Al-ghain adalah sesuatu yang paling lembut dan halus.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya ada yang meliputi pada hatiku, dan sesungguhnya aku memohon kepada Allah 100 (seratus) kali dalam sehari.”  Sedangkan ar-rain adalah tutupan yang tebal di atas hati.
Menurut Mujahid, artinya dosa di atas dosa, sehingga dosa-dosa itu mengepung hati dan menutupinya, lalu ia (hati itu) mati.
Menurut Muqatil, artinya perbuatan mereka yang buruk menutupi hati mereka.  Di dalam Sunan An-Nassa’y dan At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Sesungguhnya jika seorang hamba melakukan kesalahan, maka di hatinya tertoreh satu titik hitam.  Jika dia meninggalkannya, memohon ampunan dan bertaubat, maka hatinya dibuat mengkilap.  Jika dia menambahi kesalahan itu, maka titik hitam itu juga bertambah – hingga ia mengalahkan hatinya.  Inilah tutupan yang disebutkan Allah, ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.’
Menurut At-Tirmidzy, ini adalah hadits shahih.  Menurut Abdullah bin Mas’ud, setiap kali seseorang berbuat dosa, maka ditorehkan satu titik hitam, hingga akhirnya semua hatinya menjadi hitam.  Allah mengabarkan bahwa dosa yang mereka perbuat, mengharuskan adanya tutupan di dalam hati mereka dan merupakan penyebab dari tutupan itu.  Allah-lah Yang menciptakan sebab dan akibatnya.  Akan tetapi sebab itu ada berkat inisiatif hamba itu sendiri, sedangkan akibat berada di luar kesanggupan dan kekuasaannya.[2]
(Baca juga artikel tentang, NEO KHAWARIJ, dan BELAJAR DARI TRAGEDI SURIAH)

oOo

(Disadur bebas dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1]  Syifaa Al-Aliil, hal. 91
[2]  Haady Al-Arwaah, 1/115.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar