بسم الله الر حمان الر حيم
Allah Subhanahu wa Ta’ala membantah keras
orang-orang yang mengaku telah membela dan memperjuangkan Al-Islam, padahal justru mereka
telah merusaknya (dari dalam) – sebagai akibat berpaling dari petunjuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, sehingga amalan-amalan yang mereka kerjakan, yang "dianggap baik" itu membentuk tutupan di atas hati mereka
(membutakan mata hati).
Firman
Allah,
كلا بل ران على قلو بهم ما كانوا يكسبون
“Kallaa
bal raana ‘alaa qulubihim maa kaa nuw yakh`sibuuna”
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa
yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin; 14)
Maksudnya
adalah dosa yang disusul dengan dosa yang lain.
Menurut Al-Hasan, dosa di atas dosa sehingga membutakan hati. Menurut yang lain, karena dosa dan
kedurhakaan mereka yang bertumpuk-tumpuk, sehingga menutupi hati mereka.
Asal
maknanya, bahwa hati itu bisa berkarat karena kedurhakaan-kedurhakaan. Jika kedurhakaan itu bertambah-tambah, maka
karat itu pun semakin dominan sehingga membentuk tutupan. Jika keadaan ini semakin menjadi-jadi, maka
tutupan itu bertambah menjadi penghalang dan gembok (terkunci), sehingga hati
itu secara total terbungkus oleh suatu bungkusan. Jika hal ini terjadi setelah
mendapat petunjuk (masuk Islam, pen blog.), maka hati itu menjadi
terbalik, yang atas berubah menjadi di bawah - dan yang seharusnya di bawah dinaikkan ke atas.
Pada saat itu dia telah dikuasai musuh (syaithan), yang dapat
menghelanya kemanapun dikehendakinya.
(Baca artikel, PERGESERAN)
Orang yang mendapat afiat adalah
orang yang mendapatkan afiat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.[1]
Ibnu Qayyim
mengatakan dalam kitab Syifaa’ Al-Aliil, tentang lafazh الران / “Ar-raanu” ini, Allah telah berfirman, “Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.” Menurut Abu Ubaidah,
artinya menguasainya, layaknya khamr (minuman keras) yang menguasai akal
orang yang mabuk, kematian yang menguasai mayat – lalu ia (hati) pergi
bersamanya. Atas dasar makna ini pula Umar
(radhiyallahu ‘anhu) berkata, “Dia
telah menguasainya.”
Menurut Abu
Mu’adz An-Nahwy, makna الرين / “Ar-rain”,
ialah Hati yang menghitam karena dosa-dosa. Sedangkan الطبع / “Ath-thab’, ialah sesuatu yang menutupi hati, yang lebih
nyata dari ar-rain. Sedangkan
gembok (kunci) lebih nyata daripada ath-thab’, yaitu sesuatu yang mengunci
mati hati.
Menurut Al-Farra’,
banyak dosa dan kedurhakaan yang (telah) mereka lakukan, lalu mengepung hati
mereka. Itulah yang disebut ar-rain.
Menurut Abu
Ishaq, ران / “Raana”
artinya menutupi. Jika dikatakan ران على قلبه الذنب / “Raana
‘alaa qalbihi adz-dzanbu” artinya dosa menutupi hatinya. Ar-rain seperti tutupan yang mengepung
hati – seperti al-ghain.
Kami (Ibnu
Qayyim) katakan, pendapat Abu Ishaq ini salah. Al-ghain adalah sesuatu yang
paling lembut dan halus. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya ada
yang meliputi pada hatiku, dan sesungguhnya aku memohon kepada Allah 100
(seratus) kali dalam sehari.” Sedangkan
ar-rain adalah tutupan yang tebal di atas hati.
Menurut Mujahid, artinya dosa di atas dosa,
sehingga dosa-dosa itu mengepung hati dan menutupinya, lalu ia (hati itu) mati.
Menurut Muqatil,
artinya perbuatan mereka yang buruk menutupi hati mereka. Di dalam Sunan An-Nassa’y dan
At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda (artinya),
“Sesungguhnya
jika seorang hamba melakukan kesalahan, maka di hatinya tertoreh satu titik
hitam. Jika dia meninggalkannya, memohon
ampunan dan bertaubat, maka hatinya dibuat mengkilap. Jika dia menambahi kesalahan itu, maka titik
hitam itu juga bertambah – hingga ia mengalahkan hatinya. Inilah tutupan yang disebutkan Allah, ‘Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.’”
Menurut At-Tirmidzy, ini adalah hadits shahih. Menurut Abdullah bin Mas’ud, setiap kali
seseorang berbuat dosa, maka ditorehkan satu titik hitam, hingga akhirnya semua
hatinya menjadi hitam. Allah mengabarkan bahwa dosa
yang mereka perbuat, mengharuskan adanya tutupan di dalam hati mereka dan
merupakan penyebab dari tutupan itu. Allah-lah
Yang menciptakan sebab dan akibatnya. Akan
tetapi sebab itu ada berkat inisiatif hamba itu sendiri, sedangkan akibat
berada di luar kesanggupan dan kekuasaannya.[2]
(Baca juga artikel tentang, NEO KHAWARIJ, dan BELAJAR DARI TRAGEDI SURIAH)
(Baca juga artikel tentang, NEO KHAWARIJ, dan BELAJAR DARI TRAGEDI SURIAH)
oOo
(Disadur
bebas dari kitab, “Tafsir Ibnu Qayyim, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan”, Syaikh
Muhammad Uwais An-Nadwy)
[1] Syifaa Al-Aliil, hal. 91
[2] Haady Al-Arwaah, 1/115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar