Selasa, 31 Maret 2020
Senin, 30 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (202)
بسم الله الرحمان الرحيم
YANG PALING BERHARGA DAN PALING MAHAL
Dunia dengan segala istana dan emasnya itu tak ada nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, bila kita tidak memiliki Aqidah yang benar dan Manhaj (metode beragama) yang lurus. Dunia ini tak akan bernilai sama sekali.
Nilai yang hakiki. Demi Allah, ada pada Manhaj ini. Inilah nikmat terbesar yang banyak manusia lalai darinya. Banyak manusia yang tidak mengerti tentangnya - padahal ia adalah salah satu nikmat terbesar.
Negara Amerika memiliki segala perangkat tempur - Darat, Laut, maupun Udara. Demi Allah! Semua itu tak ada nilainya di sisi Allah Tabaaraka wa Ta'ala.
Sungguh, demi Allah! Nikmat terbesar bagi kita adalah;
* Nikmat Iman
* Nikmat Tauhid
* Nikmat Manhaj yang benar (lurus) dan jelas, yang tegak di atas Kitabullah dan Manhaj Salafush Shalih."
oOo
(Asy-Syaikh, Al-'Allamah, Al-Mujaddid Prof Rabi' bin Hadi Al-Madkhaly hafizhahullah) Minggu, 29 Maret 2020
MENEPIS SYUBHAT CORONA (2)
بسم الله الرحمان الرحيم
(Sambungan...)
Negeri kita ini memiliki Penguasa yang mengatur segala urusan rakyatnya, bukan hutan rimba, bukan pula negeri Bar-Bar.
Pemerintah Indonesia melihat adanya bahaya besar yang sedang mengancam - jika tidak ada upaya yang serius untuk memutus rantai virus Corona - sebagaimana pemerintah kerajaan Arab Saudi telah lebih dulu menempuh upaya yang sama - termasuk meminta kaum muslimin untuk (sementara, In syaa Allah) menunaikan ibadah di rumah.
Jika penduduk negeri ini bertindak dan berbuat seenaknya sendiri, tidak Menta'ati Penguasa dalam perkara yang ma'ruf. Sungguh! Akan carut-marutlah semua urusan kaum muslimin. Oleh karena itu, hendaklah setiap penduduk negeri ini berpikir jernih ke depan, demi keselamatan kita semua.
Sekali lagi, negeri ini memiliki Pemimpin yang telah diberi amanah oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan untuk ditaati.
Apalagi, yang diputuskan oleh Penguasa kita selaras dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Sehingga, kewajiban kita hanya mendengar dan ta'at dalam perkara yang ma'ruf.
Adapun, pernyataan beberapa ustadz, pemuka agama, tokoh masyarakat, atau Syaikh Yamani - janganlah dihiraukan. Seharusnya mereka mengerti dengan kadar (kapasitas) dirinya masing-masing. Karena, sungguh! Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati orang-orang yang mengerti kadar (kapasitas) dirinya.
Hendaklah masing-masing kita bercermin - sembari bertanya, "Siapa kita? Pantaskah saya berbicara sembarangan untuk suatu urusan yang terkait dengan keselamatan kaum muslimin???"
Waliyul Amr (Pemerintah) di setiap negeri kaum muslimin terus bekerja tanpa kenal lelah untuk memikirkan dan menyelamatkan kaum muslimin dan penduduk negerinya.
Di sini, tampaklah keindahan agama Islam bagi orang-orang yang serius mencermati dan mempelajarinya. Dengan syari'atnya yang agung - agar Menta'ati setiap Penguasa dalam perkara yang ma'ruf.
Di antara perkara yang ma'ruf itu adalah, tatkala Penguasa melihat adanya mafsadah (kerusakan) besar yang akan terjadi - kemudian Penguasa berupaya sekuat tenaga menolak mafsadah (kerusakan) tersebut, meskipun beberapa maslahat (kebaikan) terabaikan.
Wajib bagi setiap muslim berhusnuzhan (berbaik sangka) terhadap Penguasa kita dan Penguasa kerajaan Arab Saudi dengan segala kebijakan mereka.
Bersungguh-sungguhlah, wahai kaum muslimin, wahai Ahlus Sunnah untuk Menta'ati Pemimpin, beristighfar, berdzikir, berdo'a (bermunajat), serta beribadah di rumah masing-masing.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala segera mengangkat segala kesusahan yang menimpa kita, Amiin.
oOo
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (201)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Seandainya seseorang bertemu Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian dia meninggal di atas Sunnah, niscaya dia di Surga bersama para Nabi, para Shiddiqqin, orang-orang yang mati Syahid, dan orang-orang Shalih. Mereka itulah sebaik-baik teman."
(Makna perkataan Imam Malik bin Anas rahimahullah, salah seorang guru Al-Imam Syafi'i)
oOo
Sabtu, 28 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (200)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Wajib bagi seseorang untuk melakukan pencegahan terhadap perkara yang dia benci sebelum terjadinya. Dan, menjauhi perkara yang dia khawatirkan sebelum datang menyerang.
Namun, wajib baginya untuk bersabar ketika perkara yang dia benci itu terjadi, dan tidak berkeluh-kesah ketika perkara itu datang menyerang."
(Al-Imam Ath-Thabary rahimahullah)
oOo
Jumat, 27 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (199)
بسم الله الرحمان الرحيم
Tidak Berjabat Tangan Karena Khawatir Tertular Penyakit Adalah Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
"Dahulu di tengah-tengah utusan suku Tsaqif (yang hendak masuk Islam dan membai'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, pent.) terdapat laki-laki yang terkena penyakit Kusta. Maka, Rasulullah shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengirim utusan kepadanya (untuk menyampaikan); 'Sesungguhnya kami telah membai'atmu. Maka, silakan engkau pulang.'"
(HR. Muslim, no 2231)
oOo
MENEPIS SYUBHAT CORONA (1)
بسم الله الرحمان الرحيم
Semangat beribadah semata belumlah cukup - tanpa bimbingan (tuntunan) ilmu pengetahuan agama yang shahih (benar), dan memadai.
Para 'ulama Salaf (Generasi Islam pertama yang terbaik) sering menyatakan, "Barangsiapa yang beramal (beribadah) tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak lebih banyak daripada yang dia perbaiki".
Islam adalah agama yang dibangun di atas ilmu yang shahih (benar) - sehingga segala sesuatu yang terdapat di dalamnya, dipecahkan dan diselesaikan secara ilmiah, sehingga dapat dipertanggung jawabkan di dunia maupun akhirat.
Di tengah merebaknya "serangan" virus Corona di seluruh penjuru dunia, seorang muslim membutuhkan dasar keyakinan yang kuat, agar mampu menepis gelombang syubhat (kebathilan yang berkedok kebenaran / kerancuan / keragu-raguan) yang muncul setiap saat, sehingga ia dapat beribadah dengan tenang, penuh keyakinan, dan khusyuk di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Para 'ulama Salaf telah mengeluarkan fatwa yang sejalan, selaras, dan saling menguatkan dengan himbauan Pemerintah Indonesia khususnya. Antara lain, untuk (sementara, in syaa Allah) beribadah di rumah, termasuk shalat Jum'at dan shalat berjamaah 5 (lima) waktu dikerjakan di rumah. Sedangkan shalat Jum'at diganti dengan shalat zhuhur 4 (empat) raka'at di rumah.
Timbul beberapa hal yang mengganjal di hati sebagian kaum muslimin, bahkan tidak jarang muncul kerancuan dalam bersikap, bagaimanakah sebenarnya?
Maka, untuk menjawab berbagai kerancuan tersebut, ada baiknya kita simak beberapa kaidah yang mendasari terbitnya fatwa-fatwa 'ulama di atas;
* Kerancuan Pertama;
Ketika pecah perang, ada perasaan takut yang muncul di hati, dan itu adalah kenyataan dan realita - namun kewajiban shalat berjamaah tidak serta-merta gugur dalam keadaan tersebut.
Kenapa shalat berjamaah "digugurkan" hanya karena kekhawatiran virus Corona yang masih bersifat kemungkinan (belum tentu menerpa setiap orang)?
Jawaban;
Justru ancaman (wabah) virus Corona lebih nyata!
Di dalam kondisi perang, musuh dapat terlihat - sedangkan virus Corona tidak terlihat.
Ketika perang posisi musuh dapat diperkirakan dan diperhitungkan - sementara virus Corona sulit sekali untuk ditebak keberadaannya.
Wabah virus Corona bukan lagi merupakan sebuah kekhawatiran tanpa dasar, karena korban yang meninggal dunia telah banyak berjatuhan.
Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan yang berstatus suspect (terduga) pun meningkat tajam.
Banyak negara yang telah menerapkan lockdown (Isolasi wilayah), karena wabah virus Corona merupakan sesuatu yang nyata.
Terkait praktek shalat khauf (shalat saat perang), ada juga opsi lain - yaitu shalat secara sendiri-sendiri tidak berjamaah ketika situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir (Tafsir 2/398) telah mengulasnya;
"Praktek shalat khauf itu banyak caranya, terkadang musuh dari arah Kiblat, bisa juga dari belakang Kiblat.
(Kewajiban) shalat wajib sendiri ada yang 4 (empat) raka'at, 3 (tiga) raka'at seperti shalat Maghrib, 2 (dua) raka'at seperti shalat Subuh, dan shalat musafir. Kadang-kadang dikerjakan secara berjamaah.
Saat perang berkecamuk - kadang-kadang mereka tidak bisa menerapkan shalat berjamaah, maka shalatlah sendiri-sendiri, menghadap ke arah Kiblat - maupun tidak ke arah Kiblat."
* Kerancuan Kedua;
Wabah virus Corona diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah karena dosa-dosa hamba. Kenapa justru kita meninggalkan shalat berjamaah dan shalat Jum'at di masjid?
Jawaban:
Benar, apapun yang terjadi pada diri kita disebabkan oleh Dosa-Dosa kita sendiri. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk banyak-banyak bertaubat dan beristighfar.
Apakah taubat dan istighfar tersebut harus dilakukan di masjid (tidak bisa dilakukan di rumah)?
Dalam situasi - kondisi semacam ini (khusus) shalat yang dikerjakan di rumah justru semakin membantu semangat taubat dan istighfar (dengan ikhlas), kenapa?
Bagi orang yang mencintai masjid (terbiasa shalat fardhu di masjid) - dengan shalat wajib di rumah terasa berat dan susah di hatinya. Namun, ia dapat menghayati betapa besar dampak buruk dan menakutkan dari dosa-dosa manusia.
Beberapa kondisi memiliki rukhshah (keringanan) dalam syariat Islam. Dan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk mengambilnya (memanfaatkan) rukhshah (keringanan) tersebut melalui sabda Beliau (artinya),
"Itu adalah sedekah yang diberikan Allah terhadap kalian, terimalah keringanan yang Allah berikan."
(Hadits Umar bin Khaththab, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Ta'liqaatul Hisan, no. 2729)
Telah disepakati, bahwa shalat (wajib) di masjid memiliki keutamaan yang besar. Sebagian 'ulama mengatakan hukumnya Sunnah Mu'aqadah, dan sebagian lainnya menegaskan bahwa hukumnya wajib.
Namun demikian, para 'ulama juga menjelaskan adanya udzur (alasan-alasan syar'i) yang membolehkan pelaksanaannya di rumah - antara lain ketika tersebarnya wabah penyakit.
Al-Mardaawi Al-Hanbali (Al-Inshaf, 4/464) menjelaskan,
"Ada udzur untuk meninggalkan shalat Jum'at dan shalat berjamaah bagi orang yang sedang sakit - tidak ada perselisihan dalam hal ini. Ada udzur juga untuk tidak ikut shalat Jum'at dan shalat wajib berjamaah karena khawatir tertular penyakit."
* Kerancuan Ketiga;
Kita beriman kepada Qadha dan Qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, kita tidak boleh meninggalkan kewajiban karena khawatir terhadap wabah penyakit - sebab telah ditetapkan dalam Qadha dan Qadar Allah.
Jawaban;
Beriman kepada Qadha dan Qadar tidak menafikan ikhtiar (usaha). Berusaha justru merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keimanan terhadap Qadha dan Qadar.
Orang yang sakit diperintahkan untuk berobat, bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah ditanya,
"Wahai Rasulullah, apakah kami boleh berobat ketika sakit?"
Beliau menjawab, "Wahai hamba-hamba Allah berobatlah! Sungguh, tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit - melainkan Allah (juga) menurunkan obatnya, kecuali satu jenis penyakit."
Yang Beliau maksudkan adalah penyakit pikun (pelupa), penyakit ketuaan yang tidak dapat diobati.
(HR. Al-Bukhari, dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Adapun keterangan yang menjelaskan secara khusus terkait wabah penyakit, adalah ketika kita membaca riwayat Khalifah Umar bin Khaththab, yang disebutkan oleh Al-Bukhari (5729) dan Muslim (2219);
"Beliau bersama rombongan sedang menuju Syam. Di tengah perjalanan, ada informasi bahwa wabah penyakit tha'un sedang menjangkit di negeri Syam. Khalifah Umar lalu meminta pendapat kaum Muhajirin, Sahabat Anshar, dan sesepuh-sesepuh Quraisy. Setelah mendengar berbagai pendapat, Khalifah Umar memutuskan untuk kembali (pulang), tidak melanjutkan perjalanan.
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah bertanya,
"Apakah untuk menghindari takdir Allah?"
Khalifah Umar menjawab,
"Kalau saja bukan engkau yang bertanya wahai Abu Ubaidah (tentu aku tidak akan heran, pen.)
Ya, kita lari dari satu takdir menuju takdir Allah yang lain.
Apa pendapatmu, seandainya engkau memiliki seekor unta yang turun di sebuah lembah yang memiliki 2 (dua) lereng - salah satunya subur dan yang keduanya tandus. Jika engkau mengembalakannya di tempat yang subur - bukankah engkau mengembalakannya dengan takdir Allah? Begitu pula sebaliknya, jika engkau mengembalakannya di tempat yang tandus - bukankah engkau mengembalakannya juga dengan takdir Allah?"
Dengan demikian, usaha yang dilakukan dengan membatasi kontak fisik (physical distancing) dengan orang banyak pun termasuk takdir yang kita jalani, termasuk tidak shalat Jum'at dan shalat wajib berjamaah.
* Kerancuan Keempat;
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menjelaskan cara penanganan saat wabah penyakit menyebar, yaitu Karantina, namun Beliau tidak pernah mengajarkan kepada ummatnya untuk meninggalkan shalat Jum'at dan shalat wajib berjamaah akibat wabah virus.
Jawaban;
"Janganlah karena tidak adanya keterangan eksplisit (langsung) - lantas disimpulkan demikian! Bimbingan Rasulullah adalah menempuh sistem Isolasi dan konsep Karantina. Apa tujuannya? Tentunya mencegah penyebaran wabah. Jika di suatu daerah dipastikan wabah penyakit telah masuk - bukankah bimbingan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk Isolasi harus dilakukan? Isolasi itu mencakup Isolasi individu dengan tetap tinggal di rumah.
Cobalah berlapang dada, dengan menyimak fatwa-fatwa 'ulama yang menunjukkan bahwa shalat Jum'at dan shalat berjamaah dapat ditinggalkan ketika wabah penyakit menyebar.
(Bersambung, In syaa Allah)
oOo
(Disadur dari, https://t.me/inibukanfitnah/4217)Selasa, 24 Maret 2020
WAKTU
بسم الله الرحمان الرحيم
W A K T U
Adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala
Bagaikan lorong tak berujung
menelan semuanya
Teman paling setia - dunia dan Akhirat adalah waktu
Menghimpun dan mencerai-beraikan dengan perintah-Nya
Tak ada yang lebih berharga dari waktu
Tak ada yang bisa dibuat tanpa waktu
Dan
tak kan ada waktu tanpa Pembuatnya
Dan
tak kan ada waktu tanpa Pembuatnya
Katalisator pahit, getir, dan tawar yang paling kuat adalah waktu
Yang mengumpulkan semua soal ujian
setelah menyemai pertanyaan
Waktulah yang mencairkan kebekuan dua hati
atau
menyekatnya
menyekatnya
Menjawab semua teka-teki makhluk
Pameran paling menarik dalam hidup adalah waktu
Yang mengumbar aurat kefanaan
Menampakkan hakikat keabadian
Yang mengumbar aurat kefanaan
Menampakkan hakikat keabadian
Yang mampu melumat raksasa menjadi atom
Dan
menghimpun atom menjadi raksasa
Waktulah mak comblang Dunia dan Akhirat
Alam nyata dan alam ghaib
Jantan dan betina
Jantan dan betina
Menggiring seluruh makhluk ke Padang Mahsyar
Menghalau semua arwah ke satu titik
Membungkam semua keangkuhan, kecongkakan, dan kesombongan makhluk
menuju padang penghambaan
Melesat dengan cepat
Meninggalkan zaman demi zaman yang lalai
menuju padang penghambaan
Melesat dengan cepat
Meninggalkan zaman demi zaman yang lalai
Menelan generasi demi generasi
Menunju hakikat keabadian
dan
hinanya kefanaan
Meruntuhkan zaman demi zaman, mengantarkan kepada akhir yang sama
Mengeriputkan kulit yang mulus bagaikan kembang semusim
Merontokkan gigi melebihi pukulan petinju kelas berat
Dan
yang menyibak tirai kehidupan sebelum pertunjukan dimulai...
oOo
Senin, 23 Maret 2020
MUNAFIK, DURI DALAM DAGING
بسم الله الرحمان الرحيم
Di antara manusia, ada yang tampak (seakan-akan) sebagai orang yang beriman, namun bercokol di dalam dada (qalbu)nya sifat-sifat kekufuran.
Secara lahiriyah tampak sebagai seorang muslim. Bahkan, tak jarang di antara mereka terbilang sebagai tokoh atau 'alim. Namun, di dalam qalbunya bersarang penyakit berbahaya. Qalbu mereka dengki terhadap syari'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, membenci As-Sunnah, tidak suka dengan berbagai akhlak mulia yang diajarkan Rasul-Nya. Penyakit itulah yang disebut Nifaq I'tiqadi (Munafik dalam keyakinan). Orang-orang yang tertimpa penyakit Munafiq I'tiqadi ini sangat sulit disembuhkan. Bahkan, penyakit tersebut akan menggerogoti sebagian besar relung-relung hatinya, hingga ajal menjemput - tidak sempat bertobat. Maka, tempat kembalinya adalah kerak (dasar) Neraka.
"Na'udzubillahi min dzalika" (kita berlindung kepada Allah dari sifat tersebut).
(Baca artikel lain tentang; MUNAFIK)
Sadar atau tidak, sifat Nifaq I'tiqadi ini mengeluarkan seseorang dari agama Islam secara totalitas.
(Baca artikel, SEPULUH PEMBATAL KEISLAMAN)
Allah Subhanahu wa Ta'ala membeberkan ciri-ciri (sifat-sifat) mereka secara jelas di dalam Al-Qur'an. Mengungkap hakikat mereka yang sebenarnya, yaitu kafir. Meskipun mereka mengamalkan berbagai syariat Islam.
Tanpa rasa malu dan sungkan, mereka sering merendahkan, menghina, dan mengolok-olok Risalah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka bagaikan duri dalam daging, atau musuh dalam selimut.
Disamping itu, juga tampak kecintaan mereka yang penuh terhadap musuh-musuh Islam.
Itulah sifat dasar orang-orang Munafik. Mereka selalu ada pada setiap zaman - mendampingi setiap Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka memanfaatkan Islam untuk mencapai berbagai keuntungan duniawi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Mengetahui menelanjangi tabiat dan sifat-sifat mereka, membuka kedok mereka di dalam Kitab-Nya - sehingga, orang-orang yang beriman dapat mewaspadai sepak-terjang dan makar mereka, serta menyelamatkan diri dari cara-cara beragama mereka.
Lebih dari itu, karena jumlah mereka yang mendominasi permukaan bumi ini - menjadi Medan Jihad tersendiri bagi orang-orang yang beriman dalam membela dan mempertahankan aqidah Islam yang murni dan lurus, serta bebas dari sifat-sifat Nifaq.
Kemalangan dan petaka yang sering menimpa umat Islam disebabkan oleh ulah mereka yang telah meluas dan mengglobal di seluruh permukaan bumi.
Jihad dalam memberantas sifat-sifat kemunafikan ini relatif lebih sulit dibandingkan jihad menghadapi orang-orang kafir murni (asli), karena mereka berlindung di balik tameng agama Islam.
Orang-orang awam mengganggap mereka sebagai orang yang berilmu, dan melakukan berbagai kebaikan, padahal hakikatnya mereka berada di atas kebodohan, dan orang-orang yang merusak agama Islam dari dalam.
Para 'ulama menerangkan, ada 6 (enam) macam bentuk perilaku kemunafikan;
1. Mendustakan kerasulan.
2. Mendustakan sebagian ajaran Rasul.
3. Membenci Rasul.
4. Membenci sebagian ajaran Rasul.
5. Senang dengan kemunduran dan kekalahan kaum muslimin.
6. Sedih dengan kemenangan yang diraih kaum muslimin
Sejak masa Nubuwah hingga sekarang, perilaku-perilaku di atas tetap ada (bertahan), dan jelas terlihat pada mereka.
Tercatat dalam sejarah, pada bulan Ramadhan tahun ke 8 Hijriah, Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugerahkan kemenangan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atas kota Mekah. Sehingga, terjadi pemisahan yang jelas dan tegas antara kebenaran dan kebathilan. Tidak menyisakan bagi bangsa Arab kebimbangan dan keraguan terhadap Risalah Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam. Manusia berduyun-duyun masuk ke dalam agama Islam. Sejak saat itu, berakhirlah gangguan dari para kafir Quraisy. Dan, kaum muslimin pun berkosentrasi dalam mengajarkan ilmu agama dan berdakwah.
Namun, di sisi lain ada ancaman yang cukup berbahaya bagi stabilitas kehidupan ummat Islam di Jazirah Arab. Ancaman itu berasal dari kekaisaran Salibis Romawi. Sebuah kerajaan Adidaya yang terletak di negeri Syam. Mereka diperkuat oleh beberapa kabilah Arab yang beragama Kristen, seperti Ghassan, Lakham, dan lain-lain.
Ancaman itu cukup serius karena Romawi memang telah menyusun rencana dan kekuatan untuk menyerang kota Mekah dan Madinah - setelah mereka dipermalukan pasukan muslimin pada perang Mu'tah beberapa bulan sebelum Fathu Makkah.
Berita akan rencana penyerangan ini begitu santer di telinga umat Islam, sehingga hari-hari mereka dihantui kecemasan dan ketegangan. Setiap ada suara ribut-ribut dan riuh - dalam benak kaum muslimin yang terbersit adalah pasukan Salibis yang datang secara tiba-tiba.
Keadaan menjadi semakin gawat ketika orang-orang munafik membesar-besarkan keberadaan dan kehebatan pasukan musuh.
Celakalah mereka, meskipun telah menyaksikan dengan mata-kepala sendiri berbagai kemenangan diraih pasukan kaum muslimin di berbagai pertempuran yang berpihak pada pasukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetap saja mereka berupaya untuk mewujudkan cita-cita terpendam di dalam qalbunya, dan merindukan kehancuran Islam.
Didorong oleh angan-angan itu, orang-orang munafik pun mendirikan sebuah bangunan masjid sebagai tipu daya - sebenarnya maksud mereka adalah mendirikan markas bagi orang-orang munafik - menciptakan perpecahan dan adu domba di kalangan umat Islam. Menghimpun mereka yang hendak memusuhi Rasul-Nya.
Dengan penuh tipu daya, mereka meminta Rasulullah berkenan shalat di masjid yang mereka bangun - semua bertujuan, agar kaum muslimin tidak menaruh curiga terhadap mereka. Namun, mereka lupa bahwa ada Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui memberitahu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang rencana busuk mereka, sehingga Beliau pun dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk shalat di masjid tersebut.
Mengetahui kekuatan pasukan Romawi yang jauh lebih besar, menyebabkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkeputusan untuk tidak menunggu serangan mereka di Madinah. Beliau mengumumkan kepada seluruh penduduk Madinah, agar mempersiapkan diri untuk menghadang mereka - jauh di luar kota Mekah dan Madinah. Pengumuman itu membuat semangat jihad para Sahabat bertambah menggebu. Mereka berlomba-lomba datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar dibawa serta dalam jihad tersebut. Sebagian dari mereka terpaksa harus pulang dengan perasaan sedih, serta bercucuran air mata - karena tidak memiliki sesuatu yang dapat mereka persembahkan untuk jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka tidak memiliki bekal untuk berjihad, dan tidak pula dapat meninggalkan sesuatu untuk bekal keluarganya.
Cuaca panas yang ekstrim, dan ekonomi yang sedang krisis, dengan perbekalan yang serba terbatas mengiringi perjalanan kaum muslimin ke Medan Jihad yang berat.
Kekuatan senjata yang tidak berimbang dengan kekuatan musuh tidak mengendorkan semangat mereka yang telah terlanjur berkobar.
Berbeda halnya dengan orang-orang munafik. Mereka malah mengutarakan berbagai alasan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam - agar tidak diikut sertakan dalam jihad. Rasulullah pun mengizinkan mereka untuk tidak ikut bergabung, dan tetap tinggal di Madinah. Berkenaan dengan hal ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan,
"Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh, dan perjalanan yang tidak seberapa jauh - pastilah mereka mengikutimu. Akan tetapi, tempat yang hendak dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah,
'Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.' Mereka membinasakan diri mereka sendiri, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi idzin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam udzurnya), dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir - tidak akan meminta idzin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka, dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa."
Allah Subhanahu wa Ta'ala membeberkan ciri-ciri (sifat-sifat) mereka secara jelas di dalam Al-Qur'an. Mengungkap hakikat mereka yang sebenarnya, yaitu kafir. Meskipun mereka mengamalkan berbagai syariat Islam.
Tanpa rasa malu dan sungkan, mereka sering merendahkan, menghina, dan mengolok-olok Risalah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka bagaikan duri dalam daging, atau musuh dalam selimut.
Disamping itu, juga tampak kecintaan mereka yang penuh terhadap musuh-musuh Islam.
Itulah sifat dasar orang-orang Munafik. Mereka selalu ada pada setiap zaman - mendampingi setiap Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka memanfaatkan Islam untuk mencapai berbagai keuntungan duniawi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Mengetahui menelanjangi tabiat dan sifat-sifat mereka, membuka kedok mereka di dalam Kitab-Nya - sehingga, orang-orang yang beriman dapat mewaspadai sepak-terjang dan makar mereka, serta menyelamatkan diri dari cara-cara beragama mereka.
Lebih dari itu, karena jumlah mereka yang mendominasi permukaan bumi ini - menjadi Medan Jihad tersendiri bagi orang-orang yang beriman dalam membela dan mempertahankan aqidah Islam yang murni dan lurus, serta bebas dari sifat-sifat Nifaq.
Kemalangan dan petaka yang sering menimpa umat Islam disebabkan oleh ulah mereka yang telah meluas dan mengglobal di seluruh permukaan bumi.
Jihad dalam memberantas sifat-sifat kemunafikan ini relatif lebih sulit dibandingkan jihad menghadapi orang-orang kafir murni (asli), karena mereka berlindung di balik tameng agama Islam.
Orang-orang awam mengganggap mereka sebagai orang yang berilmu, dan melakukan berbagai kebaikan, padahal hakikatnya mereka berada di atas kebodohan, dan orang-orang yang merusak agama Islam dari dalam.
Para 'ulama menerangkan, ada 6 (enam) macam bentuk perilaku kemunafikan;
1. Mendustakan kerasulan.
2. Mendustakan sebagian ajaran Rasul.
3. Membenci Rasul.
4. Membenci sebagian ajaran Rasul.
5. Senang dengan kemunduran dan kekalahan kaum muslimin.
6. Sedih dengan kemenangan yang diraih kaum muslimin
Sejak masa Nubuwah hingga sekarang, perilaku-perilaku di atas tetap ada (bertahan), dan jelas terlihat pada mereka.
Tercatat dalam sejarah, pada bulan Ramadhan tahun ke 8 Hijriah, Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugerahkan kemenangan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atas kota Mekah. Sehingga, terjadi pemisahan yang jelas dan tegas antara kebenaran dan kebathilan. Tidak menyisakan bagi bangsa Arab kebimbangan dan keraguan terhadap Risalah Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam. Manusia berduyun-duyun masuk ke dalam agama Islam. Sejak saat itu, berakhirlah gangguan dari para kafir Quraisy. Dan, kaum muslimin pun berkosentrasi dalam mengajarkan ilmu agama dan berdakwah.
Namun, di sisi lain ada ancaman yang cukup berbahaya bagi stabilitas kehidupan ummat Islam di Jazirah Arab. Ancaman itu berasal dari kekaisaran Salibis Romawi. Sebuah kerajaan Adidaya yang terletak di negeri Syam. Mereka diperkuat oleh beberapa kabilah Arab yang beragama Kristen, seperti Ghassan, Lakham, dan lain-lain.
Ancaman itu cukup serius karena Romawi memang telah menyusun rencana dan kekuatan untuk menyerang kota Mekah dan Madinah - setelah mereka dipermalukan pasukan muslimin pada perang Mu'tah beberapa bulan sebelum Fathu Makkah.
Berita akan rencana penyerangan ini begitu santer di telinga umat Islam, sehingga hari-hari mereka dihantui kecemasan dan ketegangan. Setiap ada suara ribut-ribut dan riuh - dalam benak kaum muslimin yang terbersit adalah pasukan Salibis yang datang secara tiba-tiba.
Keadaan menjadi semakin gawat ketika orang-orang munafik membesar-besarkan keberadaan dan kehebatan pasukan musuh.
Celakalah mereka, meskipun telah menyaksikan dengan mata-kepala sendiri berbagai kemenangan diraih pasukan kaum muslimin di berbagai pertempuran yang berpihak pada pasukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetap saja mereka berupaya untuk mewujudkan cita-cita terpendam di dalam qalbunya, dan merindukan kehancuran Islam.
Didorong oleh angan-angan itu, orang-orang munafik pun mendirikan sebuah bangunan masjid sebagai tipu daya - sebenarnya maksud mereka adalah mendirikan markas bagi orang-orang munafik - menciptakan perpecahan dan adu domba di kalangan umat Islam. Menghimpun mereka yang hendak memusuhi Rasul-Nya.
Dengan penuh tipu daya, mereka meminta Rasulullah berkenan shalat di masjid yang mereka bangun - semua bertujuan, agar kaum muslimin tidak menaruh curiga terhadap mereka. Namun, mereka lupa bahwa ada Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui memberitahu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang rencana busuk mereka, sehingga Beliau pun dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk shalat di masjid tersebut.
Mengetahui kekuatan pasukan Romawi yang jauh lebih besar, menyebabkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkeputusan untuk tidak menunggu serangan mereka di Madinah. Beliau mengumumkan kepada seluruh penduduk Madinah, agar mempersiapkan diri untuk menghadang mereka - jauh di luar kota Mekah dan Madinah. Pengumuman itu membuat semangat jihad para Sahabat bertambah menggebu. Mereka berlomba-lomba datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar dibawa serta dalam jihad tersebut. Sebagian dari mereka terpaksa harus pulang dengan perasaan sedih, serta bercucuran air mata - karena tidak memiliki sesuatu yang dapat mereka persembahkan untuk jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka tidak memiliki bekal untuk berjihad, dan tidak pula dapat meninggalkan sesuatu untuk bekal keluarganya.
Cuaca panas yang ekstrim, dan ekonomi yang sedang krisis, dengan perbekalan yang serba terbatas mengiringi perjalanan kaum muslimin ke Medan Jihad yang berat.
Kekuatan senjata yang tidak berimbang dengan kekuatan musuh tidak mengendorkan semangat mereka yang telah terlanjur berkobar.
Berbeda halnya dengan orang-orang munafik. Mereka malah mengutarakan berbagai alasan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam - agar tidak diikut sertakan dalam jihad. Rasulullah pun mengizinkan mereka untuk tidak ikut bergabung, dan tetap tinggal di Madinah. Berkenaan dengan hal ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan,
"Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh, dan perjalanan yang tidak seberapa jauh - pastilah mereka mengikutimu. Akan tetapi, tempat yang hendak dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah,
'Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.' Mereka membinasakan diri mereka sendiri, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi idzin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam udzurnya), dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir - tidak akan meminta idzin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka, dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa."
(QS. At-Taubah; 42-44)
Tepatnya pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriah berangkatlah pasukan muslimin yang berjumlah 30.000 personil menuju Tabuk. Suatu daerah yang terletak di antara Madinah dan Syam (sekarang bernama Suriah), yang pada saat itu dikuasai oleh Imperium Romawi.
Sejumlah orang munafik ternyata ada yang "mendompleng" dalam perjalanan itu.
Sudah barang tentu, kepergian mereka bukan untuk meninggikan kalimat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tetapi untuk melanjutkan upaya makar terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Misi mereka adalah untuk melemahkan semangat kaum muslimin, menyulut keraguan, dan membuat perpecahan di kalangan pasukan, dan makar-makar lainnya.
Allah Maha Mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang tersesat, dan siapa yang mendapat petunjuk.
Ayat-ayat yang tertera dalam surat At-Taubah banyak mengungkap berbagai kedok orang-orang munafik pada kejadian perang Tabuk. Baik orang-orang munafik yang tidak ikut berperang, maupun yang menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Medan tempur. Di antara ayat itu adalah (artinya),
"Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang mengungkap apa yang tersembunyi di dalam qalbu (hati) mereka. Katakanlah kepada mereka, 'Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (terhadap Allah dan Rasul-Nya).'
Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kalian takuti itu. Dan, jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka perbuat), tentulah mereka akan menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah (kepada mereka), 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian beralasan. Sungguh, telah nyata kekafiran kalian - setelah kalian menampakkan diri sebagai orang yang beriman.'"
Tepatnya pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriah berangkatlah pasukan muslimin yang berjumlah 30.000 personil menuju Tabuk. Suatu daerah yang terletak di antara Madinah dan Syam (sekarang bernama Suriah), yang pada saat itu dikuasai oleh Imperium Romawi.
Sejumlah orang munafik ternyata ada yang "mendompleng" dalam perjalanan itu.
Sudah barang tentu, kepergian mereka bukan untuk meninggikan kalimat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tetapi untuk melanjutkan upaya makar terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Misi mereka adalah untuk melemahkan semangat kaum muslimin, menyulut keraguan, dan membuat perpecahan di kalangan pasukan, dan makar-makar lainnya.
Allah Maha Mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang tersesat, dan siapa yang mendapat petunjuk.
Ayat-ayat yang tertera dalam surat At-Taubah banyak mengungkap berbagai kedok orang-orang munafik pada kejadian perang Tabuk. Baik orang-orang munafik yang tidak ikut berperang, maupun yang menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Medan tempur. Di antara ayat itu adalah (artinya),
"Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang mengungkap apa yang tersembunyi di dalam qalbu (hati) mereka. Katakanlah kepada mereka, 'Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (terhadap Allah dan Rasul-Nya).'
Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kalian takuti itu. Dan, jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka perbuat), tentulah mereka akan menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah (kepada mereka), 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian beralasan. Sungguh, telah nyata kekafiran kalian - setelah kalian menampakkan diri sebagai orang yang beriman.'"
(QS. At-Taubah; 64-66)
Dikisahkan, pada perjalanan yang melelahkan - perjalanan jihad ke Tabuk, ada seorang munafik yang tiba-tiba menyeletuk, "Aku tidak pernah melihat para qura' (ahli ibadah / baca Al-Qur'an) yang perutnya lebih buncit, tidak pula lisannya lebih dusta, tidak pula jiwanya lebih penakut ketika berhadapan dengan musuh daripada orang-orang itu." Ujar prajurit itu, sembari mengarahkan isyarat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pembesar Sahabat.
Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu yang mendengar ucapan itu - spontan bereaksi menampiknya, "Bukan (begitu), kamulah yang pembohong dan pendusta! Kamu munafik! Aku akan laporkan kamu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam!"
Bergegas Auf bin Malik melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun، Wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih cepat turun sebelum Auf bin Malik tiba. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam saat itu sedang berada di atas unta Beliau. Sedangkan orang munafik itu memegangi tali pengikat yang melingkari perut unta. Unta Nabi tetap berjalan, sedangkan Wadi'ah merengek-rengek meminta dihalalkan (dimaafkan) atas kejadian tadi. "Ya Rasulullah, kami hanya bergurau. Tidaklah kami bermaksud menghinamu dan sahabatmu. Tujuan kami tidak lain hanyalah untuk mengusir rasa bosan, dan membuang penat di tubuh ini," begitulah ia beralasan sambil terseok-seok, dan lututnya berbenturan dengan batu-batu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mempedulikan alasan munafik ini. Hanyalah Terucap dari lisan Beliau Wahyu Allah yang baru turun padanya, "Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan utusan-Nya kalian mengolok-olok? Tidak usah kalian beralasan. Sungguh, telah jelas kekafiran kalian - setelah kalian menampakkan diri sebagai orang yang beriman."
Jika mereka bertaubat, beristigfar, dan benar-benar menyesali - Allah akan mengampuni. Namun, karena mereka tetap di atas kekafiran dan kemunafikannya - maka Allah-pun mengadzab mereka.
Di dalam ayat ini terdapat keterangan, bahwa siapapun yang menyembunyikan sifat buruk, lebih khusus keburukan yang bersifat makar, dan ingin mencederai agama Allah (Islam), merendahkan (menghina) Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membongkar rahasia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyiksa pelakunya dengan siksaan yang pedih.
Lalu bagaimanakah dengan orang-orang yang terang-terangan melakukan itu semua - seperti yang terjadi pada zaman kita sekarang???
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkan kita dari sifat kemunafikan, dan membersihkan qalbu kita dari segala penyakit bathin, serta mengarahkan qalbu ini - senantiasa ta'at pada agama-Nya yang Hanif.
Karena, para Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (radhiyallahu 'anhuma) pun sangat takut (khawatir) sifat Nifaq ini terselip di dalam qalbu mereka - meskipun sedikit, sementara mereka tidak menyadari.
Amiin, ya Mujibassailiin.
'
Dikisahkan, pada perjalanan yang melelahkan - perjalanan jihad ke Tabuk, ada seorang munafik yang tiba-tiba menyeletuk, "Aku tidak pernah melihat para qura' (ahli ibadah / baca Al-Qur'an) yang perutnya lebih buncit, tidak pula lisannya lebih dusta, tidak pula jiwanya lebih penakut ketika berhadapan dengan musuh daripada orang-orang itu." Ujar prajurit itu, sembari mengarahkan isyarat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pembesar Sahabat.
Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu yang mendengar ucapan itu - spontan bereaksi menampiknya, "Bukan (begitu), kamulah yang pembohong dan pendusta! Kamu munafik! Aku akan laporkan kamu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam!"
Bergegas Auf bin Malik melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun، Wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih cepat turun sebelum Auf bin Malik tiba. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam saat itu sedang berada di atas unta Beliau. Sedangkan orang munafik itu memegangi tali pengikat yang melingkari perut unta. Unta Nabi tetap berjalan, sedangkan Wadi'ah merengek-rengek meminta dihalalkan (dimaafkan) atas kejadian tadi. "Ya Rasulullah, kami hanya bergurau. Tidaklah kami bermaksud menghinamu dan sahabatmu. Tujuan kami tidak lain hanyalah untuk mengusir rasa bosan, dan membuang penat di tubuh ini," begitulah ia beralasan sambil terseok-seok, dan lututnya berbenturan dengan batu-batu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mempedulikan alasan munafik ini. Hanyalah Terucap dari lisan Beliau Wahyu Allah yang baru turun padanya, "Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan utusan-Nya kalian mengolok-olok? Tidak usah kalian beralasan. Sungguh, telah jelas kekafiran kalian - setelah kalian menampakkan diri sebagai orang yang beriman."
Jika mereka bertaubat, beristigfar, dan benar-benar menyesali - Allah akan mengampuni. Namun, karena mereka tetap di atas kekafiran dan kemunafikannya - maka Allah-pun mengadzab mereka.
Di dalam ayat ini terdapat keterangan, bahwa siapapun yang menyembunyikan sifat buruk, lebih khusus keburukan yang bersifat makar, dan ingin mencederai agama Allah (Islam), merendahkan (menghina) Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membongkar rahasia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyiksa pelakunya dengan siksaan yang pedih.
Lalu bagaimanakah dengan orang-orang yang terang-terangan melakukan itu semua - seperti yang terjadi pada zaman kita sekarang???
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkan kita dari sifat kemunafikan, dan membersihkan qalbu kita dari segala penyakit bathin, serta mengarahkan qalbu ini - senantiasa ta'at pada agama-Nya yang Hanif.
Karena, para Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (radhiyallahu 'anhuma) pun sangat takut (khawatir) sifat Nifaq ini terselip di dalam qalbu mereka - meskipun sedikit, sementara mereka tidak menyadari.
Amiin, ya Mujibassailiin.
oOo
(Disadur dari tulisan, MUNAFIK, DURI DALAM DAGING, Ustadz Abu Hamid Fauzi bin Isnaini, majalah Qudwah, Edisi 6, vol. 1, 1434 H / 2013 M)
Sabtu, 21 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (197)
(Surat-menyurat dua orang Sahabat radhiyallahu 'anhuma)
(2)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Salamun 'Alaik. Amma ba'du.
Aku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum masa sakitmu. Masa mudamu sebelum datang kepikunan padamu. Waktu senggangmu sebelum datang masa sibukmu. Hidupmu sebelum matimu. Ketegasanmu sebelum kelemahanmu. Ingatlah suatu kehidupan yang tidak ada kematian di sana, di salah satu dari dua tempat; Surga atau Neraka. Sungguh! Engkau tidak mengetahui kemana Engkau akan kembali."
(Balasan dari Abud Darda terhadap surat Salman Al-Farisi radhiyallahu 'anhuma)
oOo
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (196)
(Surat-menyurat dua orang Sahabat radhiyallahu 'anhuma)
(1)
بسم الله الرحمان الرحيم
بسم الله الرحمان الرحيم
Jadikanlah ucapanmu sebagai dzikir, diam-mu sebagai renungan, pandanganmu sebagai tadabbur (mengambil pelajaran).
Sungguh! Dunia ini sering berbolak-balik. Keindahannya berubah-ubah. Dan, jadikanlah rumahmu sebagai masjid.
Wassalam."
(Surat Salman Al-Farisi kepada Abud Darda radhiyallahu 'anhuma)
oOo
Jumat, 20 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (195)
بسم الله الرحمان الرحيم
Kehidupan jiwa hanya terjadi dengan mengetahui dan mengamalkan ilmu Agama dengan benar."
('Ulama Salaf)
"Jika qalbu (hati) manusia tidak mendapat siraman Ilmu dan Hikmah, maka 3 (tiga) hari kemudian ia akan mati."
('Ulama Salaf)
oOo
Selasa, 17 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (194)
بسم الله الرحمان الرحيم
(Makna perkataan Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah)
* Dan sekalian manusia, (pen blog)
oOo
Minggu, 15 Maret 2020
DO'A MOHON KEKOKOHAN IMAN
بسم الله الرحمان الرحيم
Hidup di akhir zaman seperti masa kita sekarang ini penuh dengan berbagai fitnah, ujian, dan cobaan yang tak jarang mengguncang iman seseorang, apakah ia berhasil melewatinya (lulus) atau gagal?
Maka, agar kita diberi kekuatan iman oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala menghadapi semua itu - disunnahkan membaca do'a berikut;
"Allahumma inniy as-aluka iymaanan laa yar'taddu wa na'iyman laa yanfadu wa muraafaqata Muhammadin shalla Allahu 'alaihi wa sallama fiy a'laa jannati al-khuldi"
"Ya Allah, hamba memohon kepada-Mu keimanan yang kokoh tidak akan berpaling, kenikmatan yang langgeng tiada akhir, serta hidup berdampingan dengan Nabi-Mu - Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam di Surga tertinggi yang abadi."
(HR. Ibnu Majah, dari sahabat Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah)
oOo
Jumat, 13 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (192)
Pentingnya Ilmu JARH WA TA'DIL
(2)
بسم الله الرحمان الرحيم
(Asy-Syaikh Abdussalam bin Barjan rahimahullah)
oOo
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (191)
Pentingnya Ilmu JARH WA TA'DIL
(1)
بسم الله الرحمان الرحيم
(Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani rahimahullah)
oOo
Kamis, 12 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (189)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Demi Allah! Tidaklah seseorang dibentangkan baginya dunia (rezeki) secara luas, sehingga dia tidak sedikitpun merasa khawatir apakah itu merupakan makar (tipuan) Allah terhadap dirinya, melainkan dia adalah orang yang kurang ilmu dan lemah pandangannya."
(Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah)
oOo
Minggu, 08 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (188)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Penyakit kebodohan terhadap Agama lebih mematikan daripada virus yang paling ganas. Virus yang paling ganas hanya mematikan fisik (jasad) manusia, tetapi penyakit kebodohan mematikan qalbu (hati) dan jiwa manusia - mengakibatkan penderitaan berkepanjangan di Dunia dan Akhirat." *
(Makna perkataan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah)
* Penderitaan yang berkepanjangan di dunia ini jangan ditafsirkan sebagai kemiskinan atau kefakiran harta dan kekuasaan. Betapa banyak orang yang miskin harta tetapi kaya secara kejiwaan, dan betapa banyak pula orang yang kaya raya dengan harta namun secara kejiwaan "Gembel suwek", (pen blog).
oOo
Jumat, 06 Maret 2020
Kamis, 05 Maret 2020
Kapankah?
بسم الله الرحمان الرحيم
Belumkah sa'atnya manusia tunduk?
Sebelum bumi digulung dan langit diruntuhkan
Waktu yang panjang hanya menambah kerasnya hati dan timbunan dosa
Fitrah pun berangsur pudar dan padam
Berganti dengan kerendahan martabat dan cita-cita
Kegelapan yang bertumpuk-tumpuk
ditindih oleh awan hitam
Nyaris tanpa cahaya
Mungkin kerasnya hati hanya luluh dengan bara Neraka
Dan gemerincing rantai siksa
Tidak kah berguna sejarah kehidupan manusia?
Generasi demi generasi digulung tipu muslihat dunia
Tidak kah teringat Bapak Manusia
yang tergelincir di pertengahan Surga karena tipu daya Iblis Durjana?
Kemuliaan tujuan tlah berganti dengan fatamorgana yang sia-sia
Bila belum saatnya manusia tunduk
Tak ada lagi guru tempat bertanya
oOo
DOSA-DOSA BESAR
بسم الله الرحمان الرحيم
Dalam istilah Syari'at Islam, para pelaku dosa besar disebut sebagai orang yang Fasik.
Meski dosa-dosa besar tersebut (selain Syirik Akbar) tidak mengeluarkannya dari Islam, namun ia dianggap sebagai orang yang kurang agama (iman)nya, dan persaksiannya tidak diterima.
Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah berbeda dalam menilai orang-orang fasik tersebut, dibandingkan kelompok-kelompok sempalan Islam seperti Khawarij, Mu'tazilah dan lain-lain - yang mengkafirkan para pelaku dosa besar, dan menganggapnya kekal di dalam Neraka.
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah berkeyakinan, bahwa para pelaku dosa besar itu, "Tahta masyi'atillah" (keadaannya di bawah kehendak Allah), apakah akan di ampuni atau di adzab-Nya.
Penting diketahui oleh setiap muslim - dasar-dasar ilmu (kaidah) yang membedakan antara dosa-dosa besar dan dosa kecil. Agar, mampu membedakan (memilah-milah) mana yang merupakan dosa besar, dan mana yang termasuk dosa kecil - sehingga dapat mewaspadai (menghindari)nya. Sebab, orang yang tidak mampu membedakan mana yang merupakan dosa besar atau dosa kecil, maka besar kemungkinan ia akan terjatuh ke dalamnya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
ان تجتنبوا كباءىر ماتنهون عنه نكفر عنكم سياءتكم / "In taj-tanibuw kabaa-ira maa tunhawna 'anhu nukaffir ankum sayyi-a-tikum"
"Apabila kalian menjauhi yang besar - yang kalian dilarang darinya, maka Kami akan menutupi keburukan-keburukan kalian." (An-Nisa; 31)
Di dalam ayat ini terkandung makna, bahwa dosa itu bertingkat-tingkat. Di dalamnya disebutkan "Kabair" dan "As-Sayyiaat". Kabair, adalah dosa-dosa besar, sedangkan As-Sayyiaat, adalah dosa-dosa kecil.
Dalam ayat ini dipahami pula, bahwa bila seseorang menjauhi dosa-dosa besar, maka dosa-dosa kecilnya akan diampuni. Inilah salah satu keutamaan bagi orang yang mengetahui dosa-dosa besar dan menjauhinya - yaitu, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuni dosa-dosa kecilnya.
Orang yang melakukan dosa-dosa besar dapat dibedakan dalam 2 (dua) kategori;
Pertama; Orang yang melakukan berbagai dosa besar (pelanggaran) seperti; Syirik (Akbar, Ashghar, maupun Khafi), Bid'ah, Judi, Zina, Memakan bunga Bank (Riba)، Meminum minuman keras, Obat-obat terlarang, Membunuh jiwa manusia، Merampok, Memperkosa, Memberontak (kudeta), Durhaka kepada kedua orang tua, Demo terhadap pemerintah muslim, Rentenir (Riba), dan lain-lain.
Kedua; Meninggalkan berbagai kewajiban yang diperintahkan, seperti Shalat lima waktu، Puasa Ramadhan, Membayar zakat, Menta'ati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan lain-lain.
Jadi, menjalankan kewajiban yang diperintahkan termasuk menjauhi dosa-dosa besar. Maka, barangsiapa yang melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan, serta menjauhi larangan-larangan-Nya yang mengakibatkan dosa besar, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuni dosa-dosa kecilnya, sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat di atas.
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman,
الذين يجتمعون كباءىر الاءىثم و الفواحش الا اللمم ان ربك واسع المغفرة / "Alladziyna yaj'tanibuwna kabaa-ira al-itsmi wa al-fawaahisya Illa al-lallamama Inna rabbaka waasi'u al-magfirati"
"Mereka, orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar, dan perbuatan keji (sesuatu yang keburukannya memuncak) selain dosa-dosa kecil (al-lamam). Sesungguhnya Rabb-mu Maha Luas ampunan-Nya." (An-Najm; 32)
Ayat ini juga menjelaskan tentang adanya dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil.
Di dalamnya disebutkan, "Kabaa-iral itsmi wal fawahisya", yang bermakna dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil (al-lamam), demikian dijelaskan oleh para 'ulama.
Demikian pula dengan makna firman-Nya,
"Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf." (Asy-Syuraa; 37)
Dijelaskan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Jarir rahimahullah, bahwa dosa-dosa besar adalah setiap dosa yang pelakunya diancam dengan ancaman Neraka, laknat Allah dan Rasul-Nya, kemurkaan-Nya, atau ancaman dengan adzab-Nya.
Sebagian 'ulama menambahkan, bahwa termasuk dosa besar adalah dosa yang pelakunya diancam dengan hukuman Had di dunia, seperti hukum pancung, hukum cambuk, hukum rajam, potong tangan, dan lain-lain.
'Ulama yang lain juga menambahkan, bahwa termasuk dosa besar adalah dosa yang pelakunya di dalam hadits disebut sebagai orang yang tidak beriman, seperti orang yang mengganggu tetangganya dengan lisan dan tangannya.
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa dosa-dosa besar itu sangat banyak.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu pernah ditanya, "Apakah jumlah dosa-dosa besar itu hanya 7 (tujuh)?"
Pertanyaan ini berkaitan dengan hadits Nabi (yang artinya)
"Jauhilah oleh kalian 7 (tujuh) dosa yang membinasakan."
Maka Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu menjawab,
"Bahkan, justru (jumlah dosa-dosa besar itu) lebih dekat dengan 700 (tujuh ratus) daripada 7 (tujuh)."
(Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Jarir, dan Tafsir Al-Baghawi).
Dalam riwayat lain, beliau mengatakan،
"Bahkan lebih dekat kepada 70 (tujuh puluh) daripada 7 (tujuh)."
Maka, hendaklah hal ini menjadi fokus perhatian kita, dan meningkatkan kewaspadaan.
Namun demikian, Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu juga menyebutkan, bahwa tidak ada dosa besar bila diiringi dengan Istigfar, dan tidak ada dosa kecil bila dilakukan terus-menerus (akan menjadi besar).
Yang perlu diperhatikan adalah, bahwa Istigfar yang dimaksud di sini adalah Istigfar yang sebenarnya (bersungguh-sungguh), bukan merupakan Istigfar yang seakan-akan mempermainkan syari'at - Memohon ampun (Istigfar) kemudian mengulangi perbuatan dosa lagi, demikian seterusnya dilakukannya berulang-ulang tanpa ada kesungguhan taubat. Beristigfar, namun hatinya masih menginginkan maksiat tersebut. "Na'udzubillahi min dzalika" (kita berlindung kepada Allah dari hal itu). Apalagi, seperti yang beliau katakan, bahwa dosa kecil pun bisa menjadi besar bila dilakukan Terus-menerus.
Al-Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya, "Al-'Ithisham" menyebutkan, bahwa dosa kecil bisa menjadi besar karena beberapa sebab. Di antaranya, jika dilakukan terus-menerus seperti yang telah dijelaskan di atas. Juga, dosa kecil bisa menjadi besar ditinjau dari segi siapa pelakunya. Bila pelakunya bukan orang biasa - maka, akibatnya bisa menjadi luar biasa. Seperti misalnya, dosa kecil yang dilakukan oleh seorang 'alim (berilmu) yang sudah sangat paham tentang dosa tersebut - maka, bisa berubah menjadi dosa besar. Berbeda halnya, bila dosa tersebut dilakukan oleh orang yang belum begitu memahami hukumnya (awam), tentu dosanya tidak sebesar jika dilakukan oleh orang yang 'alim.
Dosa kecil juga dapat berubah menjadi dosa besar karena pengaruh tempat. Sebuah dosa kecil bila dilakukan di tempat yang mulia - maka dapat berubah menjadi dosa besar, seperti misalnya dosa kecil yang dilakukan di tanah suci (Mekah dan Madinah). Sebagaimana disebutkan dalam makna firman-Nya,
"Barangsiapa yang menginginkan kezhaliman di Tanah Haram - maka, Kami ancam dengan adzab yang pedih." (Al-Hajj; 25)
Disebutkan dalam ayat ini, bahwa seseorang yang baru menginginkan (niat) berbuat dosa saja sudah diancam dengan adzab yang pedih, sebuah ancaman yang besar. Hal ini, semata-mata dipengaruhi oleh kemuliaan tempatnya yakni Al-Haram (Tanah Suci).
Selain itu, dosa kecil juga bisa menjadi besar karena pengaruh waktu mengerjakannya. Dosa kecil menjadi besar jika dilakukan pada waktu yang mulia, seperti umpamanya dosa kecil yang dilakukan pada saat Lailatul Qadar (bulan Ramadhan), dan bulan-bulan mulia lainnya (seperti bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Al-Muharram, dan Sya'ban).
Demikianlah, semua ini perlu kita ketahui dan pelajari agar kita dapat berhati-hati.
Lebih dari itu, hendaklah kita senantiasa memohon pertolongan dan perlindungan Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena di dalam diri kita terdapat hawa nafsu yang cenderung lebih diikuti oleh kebanyakan manusia (tabiat).
Semoga dengan pertolongan dan perlindungan-Nya dapat mencegah diri kita terjatuh ke dalam berbagai perbuatan dosa dan maksiat. Sebab, tanpa pertolongan dan perlindungan-Nya - niscaya kita tidak akan mampu menjauhi berbagai macam dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi kita keselamatan di dunia dan akhirat.
"Aamiin, Ya...Rabbal 'Alamin."
oOo
(Disadur dari tulisan, "Dosa-Dosa Besar", Al-Ustadz Qomar ZA, LC, Majalah Qudwah, Edisi 75, vol. 7, 1441 H/2020M)
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (184)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Sungguh! Engkau telah dikepung dari segenap penjuru. Ketahuilah, bahwa engkau akan digiring menuju kematian setiap siang dan malam, maka takutlah kepada Allah 'Azza wa Jalla, takutlah ketika engkau berdiri di hadapan-Nya."
(Al-Imam Al-Auza'i rahimahullah)
oOo
Selasa, 03 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (182)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Al-Jama'ah, adalah siapa yang mencocoki kebenaran - meskipun dia seorang diri."*
(Sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu)
* Dalam agama Islam, menegakkan kebenaran itu tidak perlu menunggu dukungan pihak lain atau suara terbanyak (mayoritas). Meskipun seorang diri dialah yang berhak disebut Al-Jama'ah, orang yang berada di atas kebenaran dimana Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya berdiri, (pen blog)
oOo
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (181)
بسم الله الرحمان الرحيم
"Sesungguhnya, kecintaan terhadap Allah merupakan puncak segala sesuatu.
Di antara amalan yang akan memperkuat rasa cinta di dalam hati seseorang terhadap Allah adalah;
* Selalu berdzikir kepada Allah.
* Banyak membaca Al-Qur'an.
* Banyak beramal Shalih.
* Berpaling dari keinginan jiwa.
* Berpaling dari hawa nafsu."*
(Al-'Allamah Syaikh Utsaimin rahimahullah)
* Baca artikel, CELAAN TERHADAP NAFSU, (pen blog).
oOo
Senin, 02 Maret 2020
ZAMAN MENGERIKAN
Kita hidup di zaman yang mengerikan
Zaman yang penuh dengan kesombongan dan fitnah
Zaman yang penuh penentangan terhadap syari'at
Zaman dimana orang-orang tidak lagi mementingkan agama
Zaman kesombongan (menolak kebenaran)
Zaman yang semakin hari semakin dekat dengan Kiamat
Slogan mereka, "Masuklah ke dalam dunia secara keseluruhan, dan masuklah ke dalam agama sebagian-sebagian"
Zaman dimana orang-orang berkata tentang agamanya, "Menurut saya..."
"Menurut saya...", dan
"Menurut saya..."
Mereka tidak lagi mengacu pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Zaman dimana orang-orang berani berteriak dengan lantang, "Pisahkan antara Agama dengan Dunia!"
Mereka tidak lagi mengacu pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Zaman dimana orang-orang berani berteriak dengan lantang, "Pisahkan antara Agama dengan Dunia!"
Kesyirikan, kesesatan, kemunafikan, bid'ah, syubhat dan maksiat meraja-lela
Dimana-mana orang berusaha melupakan As-Sunnah
Bahkan, alergi terhadap Sunnah
Zaman yang menjadikan Hawa Nafsu sebagai tuhan
Dan kebakhilan (menumpuk-numpuk harta) sebagai agama
Dimana-mana orang berusaha melupakan As-Sunnah
Bahkan, alergi terhadap Sunnah
Zaman yang menjadikan Hawa Nafsu sebagai tuhan
Dan kebakhilan (menumpuk-numpuk harta) sebagai agama
Keberkahan hidup menjadi barang paling langka
Masing-masing bangga dengan kekufurannya
Saling berlomba untuk lebih kufur dari yang lain
Maka
Turunlah kemurkaan Allah 'Azza wa Jalla terhadap mereka
Namun...
Di sana ada sekelompok manusia bertarung mempertahankan imannya
Berpegang teguh pada Tauhidullah
Berdiri dan berjalan di atas As-Sunnah
Menyelamatkan iman mereka dari terpaan badai fitnah dunia
Menyelamatkan Akhirat mereka dari kesombongan, keangkuhan, dan kecongkakan dunia...
Allah Subhanahu wa Ta'ala menghibur mereka, "Janganlah menyedihkan kalian orang-orang yang bangga dengan kekufurannya..."
Wahai, orang-orang yang menginginkan Wajah Allah
tetaplah di atas al-haq, bertahanlah - hingga Allah mendatangkan putusan-Nya...
Masing-masing bangga dengan kekufurannya
Saling berlomba untuk lebih kufur dari yang lain
Maka
Turunlah kemurkaan Allah 'Azza wa Jalla terhadap mereka
Namun...
Di sana ada sekelompok manusia bertarung mempertahankan imannya
Berpegang teguh pada Tauhidullah
Berdiri dan berjalan di atas As-Sunnah
Menyelamatkan iman mereka dari terpaan badai fitnah dunia
Menyelamatkan Akhirat mereka dari kesombongan, keangkuhan, dan kecongkakan dunia...
Allah Subhanahu wa Ta'ala menghibur mereka, "Janganlah menyedihkan kalian orang-orang yang bangga dengan kekufurannya..."
Wahai, orang-orang yang menginginkan Wajah Allah
tetaplah di atas al-haq, bertahanlah - hingga Allah mendatangkan putusan-Nya...
oOo
(Terinspirasi dari Khutbah Jum'at, Al-Ustadz Muhammad bin Umar As-seweed hafizhahullah)
Minggu, 01 Maret 2020
UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (180)
بسم الله الرحمان الرحيم
Dia memberi masing-masing orang sedikit dari Ilmu-Nya yang tidak diberikan pada yang lain."*
(Makna perkataan, Ibnu Abid Dunya rahimahullah)
(Makna perkataan, Ibnu Abid Dunya rahimahullah)
* Bisa dibayangkan betapa luasnya Ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bila saat ini saja (Tahun 2024 M, Abad ke-21) ada sekitar 8 (delapan) milyar penduduk bumi, masing-masing diberi satu ilmu yang tidak diberikan pada yang lain. Lalu, "Berapa jumlah manusia sejak zaman Adam 'alaihissalam hingga manusia terakhir yang Dia ciptakan kelak?
Sungguh! Bila dikumpulkan ilmu seluruh manusia itu, hanya seperti beberapa tetes air yang diminum oleh seekor burung kecil di atas samudera yang membentang luas sebagai bandingannya.
Subhanallah," (pen blog)
oOo
Langganan:
Postingan (Atom)