Kamis, 07 November 2019

'ABBAD BIN BISYR



بسم  الله  الرحمان  الر حيم 

"Tiga orang Anshar yang tidak seorang pun melebihi keutamaannya.  Mereka adalah Sa'ad bin Mu'adz, Usaid bin Al-Hudair, dan 'Abbad bin Bisyr."
('Aisyah Ummul Mukminin Radhiyallahu 'anha)

'Abbad bin Bisyr, sebuah nama yang benderang, serta bercahaya dalam lembaran sejarah dakwah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Jika engkau mencarinya dari deretan ahli ibadah, engkau akan mendapati ia termasuk di antara orang yang sentiasa menegakkan malamnya dengan berjuz-juz bacaan Al-Qur'an.
Jika engkau mencarinya di antara deretan para pahlawan, engkau akan dapati ia termasuk seorang yang gagah berani, pembela lagi rela berkorban dalam pertempuran - demi meninggikan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika engkau mencarinya dari deretan para pemimpin, engkau akan dapati ia seorang yang kuat lagi amanah, dan dapat dipercaya dalam mengurus harta-harta kaum muslimin.

Dahulu 'Abbad bin Bisyr Al-Asyhali ketika muncul di kota Yatsrib pada awal naungan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah seorang pemuda belia.  Tampak dari wajahnya penjagaan diri dan kesucian.  Terpancarlah dari perilakunya kepandaian dan kecerdasan, padahal kala itu ia belum mencapai 25 (tahun) dari umurnya yang penuh kebahagiaan.
'Abbad bin Bisyr bergabung dengan salah seorang da'i muda di kota Makkah Mush'ab bin 'Umair.  Dengan cepat, hati keduanya pun luluh dan menyatu karena ikatan iman.  Jiwa keduanya pun bersatu karena kemuliaan dan kebagusan sifat-sifat dan perangai.
Pernah ia memperdengarkan bacaan Al-Qur'an-nya kepada Mush'ab dengan lantunan suara yang merdu - penuh kepiluan.  Maka, meluaplah kecintaannya terhadap Kalamullah.  Mengambil tempat di lubuk hatinya yang paling dalam.  Hingga, ia menjadikan kesibukan hari-hari dan kebiasaannya untuk membaca Al-Qur’an sepanjang siang dan malam, kala menetap maupun dalam perjalanan.  Sampai ia menjadi terkenal di kalangan para Sahabat Radhiyallahu'Anhuma sebagai seorang imam dan pembenar Al-Qur'an.

Suatu malam, ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat tahajjud di rumah 'Aisyah radhiyallahu 'anha yang berdekatan dengan masjid, Beliau mendengar lantunan suara 'Abbad membaca Al-Qur’an, lembut dan keras, sebagaimana Malaikat Jibril mewahyukannya ke dalam hati Beliau.
"Apakah itu suara "Abbad bin Bisyr, wahai 'Aisyah?" Tanya Beliau.
"Iya," jawab 'Aisyah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melanjutkan, "Semoga Allah memberikan ampunan padanya."

'Abbad bin Bisyr senantiasa mengikuti seluruh pertempuran bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Dan, dalam setiap pertempuran tersebut ia senantiasa  berposisi layaknya pembawa dan pengemban Al-Qur'an.
Tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersama rombongan pulang dari salah satu pertempuran Riqa', Beliau singgah di sebuah perkampungan muslimin untuk bermalam di sana.  Salah seorang dari penduduk muslimin  berhasil menawan seorang wanita musyrik  (dalam peperangan tersebut), ketika ia sedang ditinggalkan oleh suaminya.  Tatkala sang suami datang, ia tidak menemukan isterinya.  Maka, ia bersumpah dengan nama Latta dan 'Uzza  (Nama-nama berhala mereka), akan membuntuti Muhammad beserta para Sahabatnya, dan tidak akan kembali hingga ia membunuh mereka.

Kaum muslimin tetap singgah dan tinggal di perkampungan tersebut.  Mereka menambatkan kendaraan-kendaraan mereka.  Sampai akhirnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepada para Sahabat,
"Siapa yang akan berjaga-jaga pada malam ini?"
"Kami, wahai Rasulullah!" Kata 'Abbad bin Bisyr seraya bangkit - diikuti oleh 'Ammar bin Yasir.  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mempersaudarakan keduanya pada saat terjadi peristiwa hijrah ke kota Madinah.
Tatkala mereka berdua keluar menuju ujung perkampungan, 'Abbad berkata kepada saudaranya - 'Ammar bin Yasir, "Engkau mau tidur kapan?  Awal malam atau akhir?"
"Aku akan tidur di awal malam," jawab 'Ammar.  Ia lalu berbaring tak jauh dari sisi 'Abbad.
Malam itu sunyi-sepi, tenang lagi lengang.  Bulan, pohon, dan bebatuan bertasbih - mensucikan Rabb mereka.  Jiwa 'Abbad pun rindu untuk beribadah.  Hatinya rindu terhadap Al-Qur'an.
Sungguh, terasa amat manis Al-Qur'an tatkala ia lantunkan dalam shalatnya.  Ia kumpulan darinya dua kesenangan dan kenikmatan sekaligus, kenikmatan shalat dan kenikmatan membaca Al-Qur’an.  Ia menghadap kiblat dan memulai shalat.  Surat Al-Kahfi ia baca dengan suaranya yang merdu, keras lagi penuh kesyahduan.
Di tengah keasyikan dan tenggelam menikmati naungan cahaya dan sinar Ilahi itu, tiba-tiba seorang penyelinap  (musuh) datang dengan cepat.   Ia melihat 'Abbad tengah asyik dalam shalatnya di ujung kampung kaum muslimin.  Laki-laki itu mengetahui, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berada dalam kampung tersebut, sedangkan 'Abbad lagi berjaga-jaga.
Pelan-pelan,  ia pun mulai menarik senar busur panahnya.  Lalu, mengambil sebuah anak panah dari sarungnya, dan menancaplah anak panah tadi pada badan 'Abbad.
'Abbad dengan santai mencabut anak panah itu dari badannya dan melanjutkan shalat, tenggelam dalam kenikmatannya.
Anak panah kedua pun demikian.  Menancap dan masuk ke badannya.  Sama halnya dengan anak panah sebelumnya, ia cabut lalu asyik-masyuk lagi dengan shalatnya.
Laki-laki itu lagi-lagi membidikkan anak panahnya dan tepat mengenai badan 'Abbad.  Lagi-lagi 'Abbad mencabutnya seperti kedua anak panah sebelumnya.  Kemudian, dengan merangkak dan perlahan ia berhasil mendekati 'Ammar, lalu Membangunkannya.
"Bangun, aku terluka!"  Kata 'Abbad kepada 'Ammar.
Dan, tatkala laki-laki penyusup itu melihat 'Abbad dan 'Ammar, ia pun kabur - melarikan diri.
'Ammar pun menyaksikan banyak darah bercucuran dari tubuh 'Abbad, karena tiga anak panah yang bersarang di badannya.
"Subhanallah!!  Kenapa engkau tidak membangunkanku ketika pertama kali terkena panah?"  Ucapnya iba.
"Saat itu aku sedang membaca surat kesukaanku,  dan aku tidak ingin memutusnya hingga aku menyelesaikannya," jawab 'Abbad.
Ia menambahkan, "Demi Allah, kalaulah bukan karena ketakutanku telah melalaikan penjagaan perbatasan ini - sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kepadaku, niscaya aku lebih suka badanku terputus daripada memutus surat itu."

Tatkala pertempuran karena kasus murtad (keluar dari Islam) berkobar pada masa Abu Bakar, sang khalifah menyiapkan pasukan yang besar untuk memadamkan api fitnah yang dinyalakan oleh  Musailamah Al-Kadzdzab (si Nabi Palsu), dan membasmi serta memusnahkan kemunculan orang-orang yang murtad.  Lalu, mengembalikan mereka ke dalam agama Islam.  'Abbad bin Bisyr termasuk salah satu dari sederetan pasukan.
'Abbad melihat di sela-sela pertempuran yang dilakukan kaum muslimin yang hampir-hampir tidak mendapatkan pertolongan - karena kaum Anshar merasa lebih tinggi dari kaum Muhajirin.  Demikian pula kaum Muhajirin merasa lebih dari kaum Anshar.  Di dalam dada mereka penuh kemarahan dan kemurkaan.  Betapa tidak, ia mendengar mereka saling mencela dan mengejek.  Hingga pendengarannya pun gelisah lagi penuh ganjalan.  Ia yakin, bila kondisi seperti ini terus berlanjut - setiap kelompok merasa paling berjasa - tentu kemenangan dan keberhasilan tidak akan bisa diraih oleh kaum muslimin.  Dan tidak akan diketahui siapa yang benar-benar berjihad dan mampu bersabar.

Pada suatu malam di tengah-tengah peperangan 'Abbad dalam mimpinya melihat langit terbelah untuknya.  Tatkala ia masuk ke dalam langit itu - tiba-tiba tertutup dan terkuncilah ia di dalamnya.
Keesokan harinya, dia menceritakan mimpi tersebut kepada Abu Sa'id Al-Khudriy Radhiyallahu 'Anhu.
"Demi Allah, itu pertanda syahid!"  Jelasnya.
Ketika siang telah benderang dan peperangan dimulai, 'Abbad naik ke sebuah tempat yang tinggi, lalu berteriak,
"Wahai sekalian Anshar, pisahkanlah diri kalian dari manusia!!  Pecahkanlah sarung pedang kalian.  Jangan biarkan Islam binasa dan hancur karena kalian semua!!"
Ia terus mengulang-ulang panggilannya,  hingga terkumpullah sekitar 400 orang yang dipimpin oleh Tsabit bin Qais, Al-Barra' bin Azib, dan Abu Dajanah - si pemilik pedang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
'Abbad bin Bisyr pun berlalu beserta orang-orang yang menyertainya,  menerjang, menerobos, dan membelah barisan musuh dengan pedangnya, hingga Radhiyallahu terkena sabetan pedang di dadanya.  Sampai-sampai akhirnya rusaklah senjata Musailamah Al-Kadzdzab (sang Nabi palsu), lalu ia dan orang-orang yang bersamanya terkepung dalam lahan kematian.
Dan di sana 'Abbad gugur sebagai Syahid dalam keadaan bersimbah darah.  Tubuhnya pun penuh dengan sayatan pedang, tusukan tombak, dan sasaran bidikan anak panah.
Sampai-sampai, mereka tak mengenali lagi jenazah 'Abbad kecuali melalui sebuah tanda yang terdapat di tubuhnya.
Betapa harum jasadnya kelak ketika dibangkitkan di Yaumul Qiyamah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan darah yang melumuri tubuhnya kelak dengan minyak wangi yang paling wangi.  
In syaa Allahu.

oOo
(Disadur dari kitab, Sirah Sahabat, Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar