بسم الله الر حمان الر حيم
Al-Imam Muhammad bin Sirin Al-Bashri atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Sirin, adalah seorang pemuka generasi terbaik Islam Tabi'in, seorang 'ulama Ahli Hadits dan Fiqih (Wafat Tahun 110 H / 729 M), memiliki kisah hidup yang menarik untuk diteladani. Berikut sekelumit kisahnya.
Beliau pernah berkata;
"Carilah apa yang ditakdirkan bagimu dari jalan yang halal. Ketahuilah, kalaupun engkau mencari jalan yang tidak halal - engkau tidak akan mendapatkan kecuali apa yang telah ditakdirkan bagimu."
Ibnu Sirin pernah menolak pemberian uang sebesar 3.000 dirham (sekira 11,5 juta Rupiah) dari Penguasa waktu itu - setelah beliau menasihati Penguasa tersebut. Lalu, ada yang bertanya, "Apa yang menghalangimu untuk menerima hadiah dari Amir (Kepala Negara) itu?"
Beliau menjawab, "Dia memberiku uang karena mengira aku adalah orang baik. Bila benar aku orang yang baik, tidak sepantasnya aku mengambil uang itu. Namun, jika aku tidak seperti yang ia duga, tentu lebih tidak pantas lagi aku menerimanya."
Suatu hari, Ibnu Sirin membeli minyak satu bejana penuh seharga 40.000 dirham (sekira 154 juta Rupiah) yang dibayar belakangan. Setelah diperiksa ternyata ada bangkai tikus yang telah membusuk di dalamnya. Dia berpikir sejenak, "Minyak ini ditampung dalam satu wadah, dan najisnya tentu tidak hanya di sekitar bangkai tikus itu. Jika aku mengembalikan kepada penjual itu - pasti ia akan menjualnya kembali pada orang lain." Maka, dibuangnyalah semua minyak yang ada di dalam bejana tadi, sehingga beliau mengalami kerugian besar. Akhirnya beliau terbelit hutang kepada penjualnya. Karena beliau tidak mampu untuk membayar, orang itu mengadukan persoalannya kepada hakim. Akhirnya beliau dipenjarakan hingga melunasi hutangnya. Cukup lama beliau dipenjara, hingga Sipir (penjaga penjara) merasa kasihan karena mengetahui keteguhan agama dan ketaqwaannya dalam ibadah. Dia berkata, "Wahai syaikh, pulanglah kepada keluargamu bila malam tiba, dan kembalilah kemari pada pagi harinya. Anda bisa melakukan itu sampai saat bebas nanti."
Beliau menolak, "Tidak, Demi Allah aku tidak akan melakukan hal itu."
Penjaga berkata, "Mengapa?"
Beliau menjawab, "Aku tidak akan membantumu untuk menghianati Pemerintah!"
Muhammad Ibnu Sirin meninggal pada usia 77 tahun. Dalam wafatnya didapati beliau ringan dari beban dunia, dan penuh perbekalan untuk menempuh kehidupan yang baru setelah kematiannya. Hafshah binti Rasyid yang dikenal sebagai ahli ibadah bercerita; "Marwan Al-Mahmali, adalah tetangga kami yang rajin beribadah dan tekun melakukan ketaatan-ketaatan. Tatkala dia meninggal kami ikut bersedih, lalu aku melihatnya di dalam mimpi - dan aku bertanya kepadanya, 'Wahai Abu Abdillah, apa yang dilakukan Rabb-mu terhadapmu?' Dia menjawab, 'Allah memasukkan aku ke dalam Surga-Nya.'
"Kemudian apa?' Timpalku.
Dia menjawab, 'Kemudian aku diangkat ke derajat Ash-Shabul Yamin.
Aku bertanya lagi, 'Lalu, apalagi?'
Dia menjawab, 'Lalu aku diangkat ke derajat Muqarrabin (Orang-orang yang didekatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala).'
Aku bertanya, 'Siapakah yang engkau lihat di sana?'
Ia menjawab, 'Aku melihat Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Sirin.'"
Renungan;
Ibnu Sirin pernah menolak pemberian uang sebesar 3.000 dirham (sekira 11,5 juta Rupiah) dari Penguasa waktu itu - setelah beliau menasihati Penguasa tersebut. Lalu, ada yang bertanya, "Apa yang menghalangimu untuk menerima hadiah dari Amir (Kepala Negara) itu?"
Beliau menjawab, "Dia memberiku uang karena mengira aku adalah orang baik. Bila benar aku orang yang baik, tidak sepantasnya aku mengambil uang itu. Namun, jika aku tidak seperti yang ia duga, tentu lebih tidak pantas lagi aku menerimanya."
Suatu hari, Ibnu Sirin membeli minyak satu bejana penuh seharga 40.000 dirham (sekira 154 juta Rupiah) yang dibayar belakangan. Setelah diperiksa ternyata ada bangkai tikus yang telah membusuk di dalamnya. Dia berpikir sejenak, "Minyak ini ditampung dalam satu wadah, dan najisnya tentu tidak hanya di sekitar bangkai tikus itu. Jika aku mengembalikan kepada penjual itu - pasti ia akan menjualnya kembali pada orang lain." Maka, dibuangnyalah semua minyak yang ada di dalam bejana tadi, sehingga beliau mengalami kerugian besar. Akhirnya beliau terbelit hutang kepada penjualnya. Karena beliau tidak mampu untuk membayar, orang itu mengadukan persoalannya kepada hakim. Akhirnya beliau dipenjarakan hingga melunasi hutangnya. Cukup lama beliau dipenjara, hingga Sipir (penjaga penjara) merasa kasihan karena mengetahui keteguhan agama dan ketaqwaannya dalam ibadah. Dia berkata, "Wahai syaikh, pulanglah kepada keluargamu bila malam tiba, dan kembalilah kemari pada pagi harinya. Anda bisa melakukan itu sampai saat bebas nanti."
Beliau menolak, "Tidak, Demi Allah aku tidak akan melakukan hal itu."
Penjaga berkata, "Mengapa?"
Beliau menjawab, "Aku tidak akan membantumu untuk menghianati Pemerintah!"
Muhammad Ibnu Sirin meninggal pada usia 77 tahun. Dalam wafatnya didapati beliau ringan dari beban dunia, dan penuh perbekalan untuk menempuh kehidupan yang baru setelah kematiannya. Hafshah binti Rasyid yang dikenal sebagai ahli ibadah bercerita; "Marwan Al-Mahmali, adalah tetangga kami yang rajin beribadah dan tekun melakukan ketaatan-ketaatan. Tatkala dia meninggal kami ikut bersedih, lalu aku melihatnya di dalam mimpi - dan aku bertanya kepadanya, 'Wahai Abu Abdillah, apa yang dilakukan Rabb-mu terhadapmu?' Dia menjawab, 'Allah memasukkan aku ke dalam Surga-Nya.'
"Kemudian apa?' Timpalku.
Dia menjawab, 'Kemudian aku diangkat ke derajat Ash-Shabul Yamin.
Aku bertanya lagi, 'Lalu, apalagi?'
Dia menjawab, 'Lalu aku diangkat ke derajat Muqarrabin (Orang-orang yang didekatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala).'
Aku bertanya, 'Siapakah yang engkau lihat di sana?'
Ia menjawab, 'Aku melihat Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Sirin.'"
Renungan;
Kejujuran yang paling berat adalah terhadap diri sendiri, meyakini bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala Sebagai Satu-satunya sumber kebenaran, Yang selalu mengawasi hamba dalam setiap keadaan. Menjadikan-Nya sebagai tujuan hidup. Dan, menempatkan Kebenaran tersebut di atas segala-galanya, baik di dalam hati, dalam, maupun tindakan (perbuatan), (pen blog).
oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar