بسم الله الرحمان الرحيم
Bukan rahasia lagi, bahwa isu Agama Islam merupakan cara "ampuh" untuk menggalang kekuatan umat, baik untuk tujuan yang terpuji, maupun untuk hal-hal yang tercela (terlarang), tidak diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, menyalahi tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hendaklah kita semua bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sebenar-benarnya Takwa.
Ciri orang yang benar ketakwaannya, adalah tidak gegabah (serampangan) membawa-bawa nama Islam hanya demi mewujudkan ambisi pribadi / kelompok, politik, atau tujuan-tujuan duniawi lainnya. Menerjang berbagai kaidah syari'at yang telah baku (Tauqifiyyah) - sebagaimana yang telah digariskan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan didakwahkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sepanjang hayat Beliau.
Secara lahiriyah, terutama di mata orang awam seakan-akan mereka mengajak manusia untuk kembali kepada Islam, mengajak kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Padahal, bila kita periksa secara teliti, kebanyakan dari mereka memiliki pemahaman dan Aqidah (keyakinan) yang menyimpang dari keduanya (Al-Qur'an dan As-Sunnah).
(Baca juga artikel, KELOMPOK-KELOMPOK SEMPALAN PERTAMA)
Umumnya penyakit yang menjangkiti kelompok-kelompok menyimpang itu dapat kita golongkan ke dalam 2 (dua) kategori penyimpangan;
1. Kelompok yang termasuk ke dalam Ifrath (berlebih-lebihan, ekstrim).
2. Kelompok yang termasuk ke dalam Tafrith (bermudah-mudahan, menganggap remeh).
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Salafiyun) berada di tengah-tengah, di antara keduanya, tidak terlalu ke kanan dan tidak pula terlalu ke kiri.
Di antara mereka yang Ifrath' (berlebih-lebihan) ada yang memiliki paham Khawarij, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, ISIS, AL-QAEDA, FPI, dan lain-lain.
Sedangkan yang Tafrith' (bermudah-mudahan, menganggap enteng) seperti; Paham Murji'ah (keyakinan mereka antara lain; Dosa tidak berpengaruh pada iman seseorang), Liberalisme, Pluralisme (paham serba boleh), Atheis, dan lain-lain sebagainya.
Adalah sebuah kesesatan yang nyata bila sebagian besar kaum muslimin berusaha mengandalkan akal pikiran, teknologi, sains, dan perasaan mereka semata, dengan meninggalkan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdasarkan pemahaman para 'ulama Salaf.
"Yang penting Islam! Urusan lain mah belakangan," seakan-akan narasi "murahan" seperti itu telah menjawab semua persoalan, tanpa perlu mengacu lagi pada para 'ulama kibar (senior), Rabbani yang lebih memahami hukum-hukumnya secara terperinci.
Mereka tidak sadar, bahwa niat baik dan modal semangat saja belumlah cukup (baca; sangat tidak memadai) untuk memperjuangkan Islam.
Yang timbul malah kerusakan besar dimana-mana, bukannya perbaikan.
Sumber Kekuatan Islam
Kekuatan Islam itu terletak pada kemurnian ajaran (syari'at), dan keikhlasan orang yang mengamalkannya, bukan pada banyaknya pengikut. Banyak pengikut, tapi tidak berkualitas tidak akan banyak membantu perjuangan, dan penyebaran Syi'ar Islam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan keadaan Umat Islam akhir zaman ini seperti buih (baca; kotoran) di atas air - jumlah mereka banyak tapi tidak berkualitas.
Perhatikanlah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut (artinya);
"Hampir-hampir umat yang lain menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang mengerumuni makanannya di tempat makan. Seseorang berkata, 'Apakah sedikitnya kami waktu itu?' Beliau bersabda, 'Bahkan kalian waktu itu sangat banyak, tetapi kalian seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut dari musuh-musuh kalian terhadap kalian, serta menjangkitkan di dalam hati kalian penyakit Wahn.' Seseorang bertanya, 'Apakah Wahn itu?' Beliau menjawab, 'Cinta dunia dan takut mati.'"
(HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Daud)
Pada waktu perang Hunain misalnya, jumlah kaum muslimin tiga kali lipat lebih banyak daripada pasukan musuh. Namun, kaum muslimin justru kalah di putaran pertama akibat merasa bangga dengan jumlah yang banyak. Hal ini disinggung oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur'an;
"Sesungguhnya Allah telah menolongmu di tempat yang banyak, dan di hari Perang Hunain. Ingatlah, disaat itu kalian merasa bangga dengan jumlah yang banyak, padahal jumlah yang banyak itu tidak bermanfaat sedikitpun bagi kalian. Dan, menjadi sempitlah bumi yang luas itu bagi kalian - dan kalianpun lari ke belakang."
(QS. At-Taubah; 25)
Yang lebih tidak masuk akal lagi ada dalam perang Mu'tah, sebuah daerah di dekat Palestina, dimana pasukan kaum muslimin hanya berjumlah 3000 orang, berhadapan dengan 200.000 orang tentara musuh dari Romawi yang dipimpin raja Heraklius dengan peralatan lengkap.
Perang ini dipicu oleh tindakan curang Heraklius yang membunuh sekelompok kaum muslimin yang diutus Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Meskipun tiga orang panglima perang terbaik Islam waktu itu gugur di medan pertempuran (Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Ruwahah), namun komandan perang yang kemudian diambil alih oleh Khalid bin Walid berhasil membunuh ratusan orang tentara Kafir. Sementara korban dari pasukan muslimin hanya 12 orang - termasuk tiga orang panglima perang. Dan pasukan kaum muslimin berhasil kembali ke Madinah dengan selamat.
Dari dulu, Islam lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas (banyaknya pengikut).
Betapa sering golongan yang sedikit tetapi berkualitas mengalahkan golongan yang banyak, meskipun dengan peralatan yang sangat terbatas, karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kualitas iman mereka.
Dan jangan lupa, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berjanji akan memenuhi Neraka Jahannam, yang bila dijatuhkan batu dari atasnya - baru akan sampai 70 (tujuhpuluh) tahun kemudian di dasarnya - dengan timbunan Jin dan Manusia.
(Baca juga artikel, KAITAN ANTARA SURGA DENGAN IMAN)
Cara Mempersatukan Umat Islam
Persatuan Islam hanya akan terwujud dengan meluruskan Aqidah mereka, dan memurnikan Tauhid, Syari'at seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para Sahabat. Tanpa semua itu, persatuan Islam yang diimpi-impikan itu hanya akan berakhir dengan kesia-siaan, euforia, persatuan yang semu (rapuh) dan tidak akan bertahan lama. Yang hanya akan menjadi bulan-bulanan Iblis laknatullah, serta berujung pada kehancuran dunia dan Akhirat (Neraka).
(Baca artikel, BELAJAR DARI TRAGEDI SURIAH)
Jadi, kembali kepada kemurian syari'at Islam, kepada pemahaman para Salaf merupakan syarat mutlak persatuan yang tidak bisa ditawar-tawar. Karena, hanya dengan itulah setiap usaha dari umat ini akan diberkahi dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak dengan yang lainnya, seperti Demo, Menggalang masa dengan menjual agama untuk memberontak terhadap Pemimpin kaum muslimin, menghujat Pemerintah, Mendirikan Partai, Mengobarkan semangat Islam Nusantara (seperti yang digaungkan oleh para petinggi Ormas NU), dan lain-lain.
(Baca juga artikel, MASALAH KEIMANAN BUKAN MASALAH SELERA)
Jadi sekali lagi, syarat mendasar untuk meraih pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Tauhid, dan Aqidah yang benar (lurus), murni, pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan pertolongan-Nya - tidak boleh tidak.
Karena Risalah yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari atas langit ke-7 kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut telah bersifat Syamil (menyeluruh) dan Kamil (sempurna), tidak membutuhkan tambahan atau pengurangan sedikitpun, dan pemikiran siapapun, karena di dalamnya telah tercakup ajaran-ajaran yang berkaitan dengan seluruh sendi kehidupan umat manusia.
Sebagaimana makna firman-Nya;
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu Agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi Agamamu."
(Al-Maidah; 3)
"Wallahullahul musta'an. Laa haula wa laa quwwata illa billah" (Hanya Allah sajalah tempat memohon pertolongan. Tiada daya dan upaya manusia, melainkan dengan pertolongan-Nya)
Penulis blog.
(Dari berbagai sumber)
oOo