بسم الله الرحمن الرحيم
Mukhlisin (orang yang beramal dengan ikhlas karena, dan untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata) adalah derajat tertinggi yang bisa dicapai oleh orang-orang yang beragama Islam, setelah peringkat Muslim dan Mukmin.
Sebagian manusia menyangka, bahwa amal perbuatan yang ikhlas itu seperti orang yang membuang hajat (kotoran) di pagi hari, tidak merasa kehilangan, tidak merasa keberatan. Padahal permasalahan sesungguhnya tidak sesederhana dan segampang itu.
Berkata Asy-Syaikh, Al-'Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah;
"Dia (Allah) tidak menyerahkan keikhlasan mereka kepada-Nya berdasarkan akal-akal mereka, tetapi Dia perintahkan mereka melakukan keikhlasan tersebut melalui (berdasarkan) lisan para Rasul ‘alaihimussalam (jalan menuju keikhlasan, pen blog), karena seandainya Allah ‘Azza wa Jalla menyerahkan Ikhlash itu bersandar pada akal, niscaya akal umat manusia itu sangat berbeda-beda dan beragam, karena Hawa Nafsu itu tidak bisa diatur. Oleh karena itu Allah ‘Azza wa Jalla menjamin hal tersebut bagi hamba-hamba-Nya (yang beriman)."
("Tafsiir Al-Qur'aanil Kariim", Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah)
---
Jadi, keikhlasan itu tidak semudah yang kita bayangkan. Bila keikhlasan itu dapat diserahkan pada akal-akal manusia yang sangat berbeda-beda dan beragam, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menerima dan meridhai seluruh agama (keyakinan) manusia di muka bumi ini. Dan, seluruh manusia dan Jin akan dimasukkan ke dalam Surga-Nya. Tetapi kenyataannya tidak demikian, Dia (Allah) hanya menerima Islam sebagai satu-satunya Agama yang diridhai. Dan, mensyaratkan Iman seperti yang diajarkan Rasul-Nya Muhammad shalallahu'alaihi wa sallam sebagai syarat mutlak bila ingin masuk ke dalam Surga-Nya, serta menutup seluruh pintu dan jalan-jalan lain.
(Baca juga puisi, SERUPA TAPI TAK SAMA, dan KAITAN ANTARA SURGA DENGAN IMAN)
Berkata Al-Imam Al-Junaid bin Muhammad rahimahullah;
"Ikhlas adalah rahasia antara Allah dengan hamba, tidak diketahui oleh Malaikat untuk ditulis, tidak diketahui oleh Syaithan untuk dirusak, dan tidak pula diketahui oleh Hawa nafsu untuk dipalingkan."
Demikian pula menurut Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah;
"Ikhlas adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh para Malaikat sehingga Ia mencatatnya. Tidak pula diketahui oleh musuh sehingga ia bisa merusaknya, serta tidak membuat pemiliknya berbangga diri sehingga dapat membatalkannya."
(Al-Fawaid, hal 99)
Bahkan para Nabi dan Rasul pun tidak mengetahuinya, kecuali bila diberitahukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Terbukti ketika pada suatu ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam lebih memprioritaskan (mendahulukan) dakwah Beliau terhadap para petinggi kaum Quraisy, dan menunda kepentingan Abdullah (Amr) bin Umi Maktum yang tuna netra, sehingga Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ditegur oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kejadian ini diabadikan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an Surat ke-80 ('Abasa / Bermuka masam).
Adakah manusia yang mau merenungkan dan memikirkannya dengan serius?
(Baca sya'ir, SEANDAINYA)
(pen blog).
oOo