بسم الله الرحمن الرحيم
Hampir tidak ada orang yang sungguh-sungguh berupaya mengikhlaskan amal perbuatannya karena Allah menyukai ketenaran, umumnya mereka membenci ketenaran (popularitas), demi menutup lubang yang bisa menjerumuskannya pada perbuatan riya’ dan menarik perhatian orang lain.
Karena, amal yang ikhlas adalah sebaik-baik amal ibadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Kehilangan keikhlasan, tidak hanya menggugurkan pahala amalan tersebut, tetapi juga dapat menyeretnya pada perbuatan syirik, apakah Syirik Akbar (besar), Syirik Ashghar (kecil) atau Syirik Khafi (tersamar). Ketiganya merupakan dosa besar yang tidak terampuni bila tidak segera bertobat.
Berkata Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah;
“Syirik dalam niat, kehendak (tujuan hidup) di dunia ini bagaikan lautan yang luas tak bertepi. Sedikit sekali manusia yang bisa selamat (lolos) darinya. Maka, barangsiapa yang dengan amalnya menginginkan selain dari Wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Surga, atau meniatkan segala sesuatu selain untuk taqarrub (mendekatkan diri) dan balasan (keridhaan) dari-Nya, sungguh, dia telah melakukan perbuatan Syirik dalam niat dan kehendak.”
(Ibnu Qayyim Al-Jauziyah)
(Baca artikel, MANUSIA PERTAMA YANG DILEMPARKAN KE NERAKA)
Berikut beberapa perkataan 'ulama yang bisa dijadikan pendorong untuk beramal dengan ikhlas;
Al-Imam Bisyr Ibnul Hârits rahimahullah memberikan nasihat,
لَا أَعلَمُ رَجُلًا أَحَبَّ أَن يُعرَفَ إِلَّا ذَهَبَ
دِينُهُ وَافتُضِحَ.
"Aku tidak mengetahui seseorang yang senang menjadi terkenal, melainkan akan hilanglah Agamanya, dan akan tersingkap keburukan-keburukannya."
Dan beliau juga mengatakan,
لَا يَجِدُ حَلَاوَةَ الآخِرَةِ رَجُلٌ يُحِبُّ أَنْ
يَعْرِفَهُ النَّاسُ.
"Tidak akan mendapatkan manisnya (kehidupan) Akhirat, orang yang senang terkenal di kalangan manusia."
[Al-Hilyah, 8/343]
“Tidaklah mungkin engkau menjadi wali Allâh 'Azza wa Jalla secara Zahir, sementara jadi musuh Allâh 'Azza wa Jalla secara batin.”
(Bilal bin Sa'ad, Siyar A’lâmin Nubâlâ’, 9/407)
Jadi, ada perbedaan antara yang tampak secara zahir dengan yang tersimpan di dalam qalbu (hati). Sedangkan penilaian Allah Subhanahu wa Ta'ala utamanya adalah apa yang terdapat di dalam hati, tanpa menafikan kewajiban jawarih (anggota badan)nya.
Berkata Abu Abdirrahman As-Sulami, “Aku pernah mendengar Manshûr bin Abdillah berkata, “Telah berkata Muhammad bin Ali At-Tirmidzi, “Kesuksesan di sana (Akhirat) itu bukan karena banyaknya amalan. Sesungguhnya kesuksesan di sana dengan mengikhlaskan amal dan memperbaikinya.”
Al-A’masy berkata, “Suatu ketika Hudzaifah menangis dalam shalatnya. Ketika selesai shalat, ia menoleh, ternyata ada orang di belakangnya. Maka ia berkata, 'Janganlah sekali-kali engkau ceritakan hal ini kepada siapapun.'"
(Ar-Riyâ’, hlm. 175).
Muhammad bin Wâsi’ berkata, “Sesungguhnya dahulu pernah ada seorang laki-laki yang menangis selama 20 tahun, padahal dia bersama isterinya, namun istrinya tidak mengetahui sama sekali.”
(Dzammur Riyâ’, hlm. 176)
Dari Habib bin Abi Tsâbit, “Suatu hari Ibnu Mas’ûd radhiyallahu 'anhu keluar, lalu orang-orang membuntutinya. Ibnu Mas’ûd bertanya, “Apakah kalian ada keperluan (denganku)?”
Mereka menjawab, “Tidak ada, kami hanya ingin berjalan bersamamu.”
Ibnu Mas’ûd berkata, “Kembalilah kalian! Karena sesungguhnya ini adalah kehinaan bagi yang mengikuti dan fitnah bagi orang yang diikuti.”
(Akhlâqus Salaf, hlm. 23)
Yahya bin Katsîr berkata, “Pelajarilah niat, karena sesungguhnya niat lebih mendasar daripada amalan itu sendiri.”
(Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, 1/70)
▪️ Berkata Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah,
مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي إنَّهَا تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ
"Tidak ada yang lebih sulit bagiku melebihi usaha memperbaiki niat, karena niat selalu berubah-ubah di hatiku."
(Al-Majmu', I/17)
▪️ Berkata Sahl At-Tustari rahimahullah,
ليس على النَّفس شيءٌ أشقُّ مِنَ الإخلاصِ
"Tidak ada yang lebih berat bagi jiwa melebihi keikhlasan."
(Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, I/85)
▪️ Berkata Yusuf bin Al-Husain rahimahullah,
أعزّ شيءٍ في الدُّنيا الإخلاصُ، وكم أجتهد في إسقاطِ الرِّياءِ عَنْ قلبي، وكأنَّه ينبُتُ فيه على لون آخر
"Hal yang paling sulit di dunia ini ialah keikhlasan. Begitu sering saya berusaha menyingkirkan riya' (pamer demi mendapatkan pujian) dari hatiku, namun dia kembali muncul dengan bentuk yang berbeda."
(Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam, I/85)
▪️ Berkata Abdullah bin Abi Lubabah rahimahullah,
إِنَّ أَقْرَبَ النَّاسِ مِنَ الرِّيَاءِ آمَنُهُمْ لَهُ
"Orang yang paling dekat dengan perbuatan riya' ialah yang paling merasa aman dari riya'."
(Hilyah Al-Auliya', VI/113)
Akhir doa kami,
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ وَنَحْنُ نَعْلَمُ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
Ya Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu, agar jangan sampai menyekutukan-Mu sedang kami mengetahuinya, dan kami memohon ampun dari perbuatan syirik dari arah yang tidak kami ketahui.
(Baca artikel, KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA)