Sabtu, 31 Agustus 2024

JANGAN HIRAUKAN KOMENTAR ORANG-ORANG

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Asy-Syaikh, Al-'Allamah, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah;

"Jika seseorang mendengarkan apa yang dikatakan orang-orang dan apa yang mereka protes, maka ia tidak akan mampu berjalan selangkah pun.  Akan tetapi, perbaikilah apa-apa yang ada antara dirimu dengan Allah, dan tidak akan ada seorangpun yang peduli denganmu.  Beramallah untuk menggapai keridhaan Allah."*

(Syarah Iqtidha Shirathal Mustaqim, 15)


*  Karena kebenaran (al-haq) itu tidak sedikitpun membutuhkan persetujuan dan pertolongan manusia.  Cukuplah Allah 'Azza wa Jalla sebagai sandarannya.  Sebab, bila seseorang tidak memiliki keyakinan yang bulat terhadap kebenaran yang dianutnya, apa lagi yang tersisa dari dirinya selain dunia?

(Baca juga artikel, MENGGAPAI MANISNYA IMAN), (pen blog).

oOo

Jumat, 30 Agustus 2024

NILAI SEBUAH KEBENARAN

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,

وكل من كان للباطل أعلم؛ كان للحق أشد تعظيما وبقدره أعرف إذا هدي إليه.

"Setiap orang yang makin mengenal kebatilan akan semakin memuliakan (mengenal) kebenaran, dan semakin mengetahui betapa berharganya kebenaran tersebut jika dia (telah) dikaruniai hidayah padanya."*

📚  Majmu’ul Fatawa, V/118

---

*  Berkata murid beliau, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah;

"Segala sesuatu itu dapat dikenali (diketahui) dari lawannya."

Sehingga, orang yang mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengenal hakikat (kefanaan) segala sesuatu selain Allah.  Dan orang yang tidak mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih tidak mengenal hakikat segala sesuatu, bahkan dia tidak mampu mengenali dirinya sendiri (untuk apa ia diciptakan, siapa yang menciptakannya, dan kemana ia akan kembali) - sehingga ia sering terkecoh dan lupa diri.  Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala itu lebih baik daripada segala sesuatu.

Disebutkan oleh para 'Ulama, bahwa seandainya ada manusia yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, tinggi dan luas.  Akan tetapi tidak mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka layaknya dia adalah orang yang tidak mengetahui apa-apa (alias nol besar), sebut saja sederet nama ilmuwan besar atau teknokrat besar yang pernah singgah di bumi ini.  Nilai mereka hampa bahkan minus di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala karena semasa hidup mereka tidak mengenal dan tidak peduli dengan Allah serta Rasul yang diutus-Nya.

(Baca artikel, MANUSIA PALING CERDAS MENURUT ISLAM)

Dalam sebuah atsar disebutkan, “Wahai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk Diri-Ku, maka janganlah bermain-main, dan Aku menjamin bagimu rezki dari-Ku, maka janganlah merasa payah.  Wahai anak Adam, carilah Aku, niscaya engkau akan mendapati Aku.  Jika engkau mendapatkan Aku, niscaya engkau akan mendapatkan segala sesuatu.  Jika engkau tidak mendapatkan Aku, niscaya engkau tidak akan mendapatkan segala sesuatu.  Aku lebih baik bagimu daripada segala sesuatu.

---

Orang yang mengetahui betapa Agung dan berharganya kemurnian syari'at Islam akan memahami betapa rendah dan hinanya 72 (tujuhpuluh dua) kelompok sempalan Islam yang diancam dengan Neraka oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, serta segala sesuatu di luar Islam - meskipun dengan seluruh ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang super canggih mereka mampu membangun sebuah kediaman (gubuk) di ujung Galaksi Bima Sakti yang berjarak 200 juta tahun cahaya dari bumi.

Note;  Kecepatan cahaya; 300.000 km/detik.

(Baca puisi, SEBUTIR DEBU YANG HILANG)

(pen blog)


oOo

Disalin dengan editan dari;

https://t.me/Salafy_Papua

Kamis, 29 Agustus 2024

"Aku tidak bisa tidur, hingga engkau ridha"

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Sabda Penghulu seluruh para Nabi dan Rasul, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya);

"Maukah aku khabarkan kepada kalian tentang isteri-isteri kalian yang menjadi Ahli Surga?  Yakni wanita yang penyayang, subur rahimnya (banyak anak), dan senantiasa kembali pada suaminya.  Yang apabila dizalimi suaminya dia berkata, 'Inilah tanganku berada di tanganmu.  Aku tidak bisa memejamkan mata (tidur) hingga engkau ridha padaku.'"*

(Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Shahih Al-Jami', no 2604, dan Shahih At-Targhib no 1941)


Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk Surga.” 

(HR. At-Tirmidzi).

Maka, berhati-hatilah wahai para wanita, berusahalah untuk menggapai keridhaan suamimu.  Karena Surga atau Nerakamu berkaitan dengan keridhaan suami, (pen blog).

oOo

Selasa, 27 Agustus 2024

JANGAN BOSAN BERISTIGFAR

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

🎙 Dikatakan kepada Al-Imam Al-Hasan Al-bashri rahimahullah:

"Tidakkah salah seorang dari kita merasa malu kepada Rabb-nya meminta ampun atas dosa-dosanya, kemudian mengulangi (dosanya), lalu dia meminta ampun lagi, kemudian mengulangi lagi?"

Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab,

"Syaithan itu menginginkan seandainya dia bisa mengalahkan kalian dengan cara ini.*  Janganlah bosan untuk beristighfar."

📚  Jami'ul ulum wal Hikam, 176


*  Syaithan membisikkan ke dalam hati orang itu, "Percuma engkau beristigfar, nanti juga engkau akan berbuat dosa itu lagi.  Dan, dosa yang dilakukan berulang-ulang itu tidak akan diampuni oleh Allah."

Bila orang itu membenarkan bisikan Syaithan, ia akan berhenti beristigfar, dan berputus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah atas dosa-dosanya.  Dengan cara itulah Syaithan mengalahkannya.  Ia lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Pemberi rahmat dan ampunan, betapa pun besar dan banyaknya dosa manusia.  Asal tidak berbuat Syirik Akbar, (pen blog).

oOo


Disalin dengan editan dari;

📡  http://t.me/coretanfaedah

Minggu, 25 Agustus 2024

PERINTAH UNTUK ORANG BERIMAN

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

✏️ قال شيخ الإسلام ابن تيمية -رحمه الله-: 

"المؤمن مأمور بأن يفعل المأمور، ويترك المحظور، ويصبر على المقدور"

📗 التدمرية | صـ ٣٢٢


📎  Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu,

"Seorang mukmin (beriman) diperintahkan (oleh Allah) untuk melaksanakan perintah-(Nya), meninggalkan larangan, dan bersabar terhadap takdir."*

[At-Tadmuriyah, hal. 322]


*  Oleh sebab itu, kewajiban berdakwah, menyampaikan al-haq (kebenaran), saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran adalah kewajiban (wajib kifayah) setiap orang yang beriman - meskipun hanya dengan setengah kalimat, bukan melulu kewajiban para ustadz dan 'ulama semata.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berkaitan dengan hal ini, antara lain;

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

"Adapun nikmat Tuhanmu, maka khabarkanlah"  

(QS. Adh-Dhuha;  11)

Ditafsirkan oleh para 'ulama, bahwa ayat di atas merupakan sebentuk perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar seseorang memberitahukan kepada orang lain Nikmat Allah yang telah diterimanya - sebagai salah satu bentuk syukur, khususnya nikmat Islam, Iman, dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

(pen blog).

oOo

Disalin dengan editan dari;

☑ https://telegram.me/salafymagelang

Kamis, 22 Agustus 2024

WAJIB BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH NABI

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

قال الشيخ الدكتور عبدالله بن صلفيق القاسمي الظفيري حفظه الله:

‏عليكم بالتمسك بالسنة وبكل ما ثبت وصح عن نبينا محمد صلى الله عليه وسلم فإن في ذلك الفلاح والخير، واحذروا العقلانيين الذين يقدمون الرأي 

يقول الإمام مالك رحمه الله:

من مات على السنة فليبشر، من مات على السنة فليبشر، من مات على السنة فليبشر. 

📚 رواه الأنصاري الهروي في ذم الكلام وأهله.


🎙️ Berkata Asy-Syaikh, Dr. Abdullah bin shalfiq Al-Qasimi Adz-Dzafiri hafizhahullah:

🎙️"Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan Sunnah dan dengan semua yang telah tetap dan shahih dari Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

🌿 Karena pada hal itu terdapat kemenangan dan kebaikan.  Dan berhati-hatilah kalian terhadap kaum rasionalis yang mengedepankan akalnya.*

🎙️ Al-lmam Malik rahimahullah mengatakan: 

'Barangsiapa yang meninggal di atas Sunnah, maka berbahagialah.  Barangsiapa yang meninggal di atas Sunnah, maka berbahagialah.  Barangsiapa yang meninggal diatas Sunnah, maka berbahagialah.'"

📚  Diriwayatkan oleh Al-Anshari Al harwi dalam Dzammi Al-kalami wa Ahlihi


*  Perkataan senada pernah diucapkan Amirul mukminin, Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, (pen blog).

oOo

Disalin dengan editan dari 

 https://t.me/salafy_sorowako

 https://salafysorowako.net


Rabu, 21 Agustus 2024

HADAPI DUNIA DENGAN KITABULLAH DAN SUNNAH NABI

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

💡 Berkata Asy-Syaikh, Al-'Allamah, Al-Mujaddid, Prof. Dr. Rabi' bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah,

 "Sungguh, kita tidak akan mampu menghadapi musuh yang paling lemah sekalipun dalam keadaan kita menyelisihi Kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, apalagi menghadapi segenap kekuatan dunia."*

📚  Sabilun Najah, hal. 13.

---

Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah membuat sebuah perumpamaan yang patut kita renungkan;

"Pada saat makan misalnya, seringkali kita tidak mampu merebut kembali secuil makanan kita yang dirampas oleh seekor lalat."

Selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (artinya);

"...Dan, jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka mampu merebutnya kembali dari lalat itu.  Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pula) yang disembah.  Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.  Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”  

(QS. Al-Hajj;  73-74)

Begitu lemahnya keberadaan manusia.

Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih mengetahui apa dan siapa yang menjadi musuh kita sebenarnya serta bagaimana cara menghadapinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an (artinya),
“Dan Allah lebih mengetahui (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu.  Dan cukuplah Allah menjadi pelindung (bagimu).  Dan cukuplah Allah menjadi penolong (bagimu).”  

(QS. An-Nisaa’ (4);  45),

Masalahnya terpulang pada umat Islam sendiri sebagai mayoritas penduduk Indonesia (87 %, atau 245 juta lebih dari sekira 280 juta), yakin - tidak mereka dengan firman Allah 'Azza wa Jalla di atas.  Kalau jawabannya ragu atau tidak yakin, berarti memperkuat dugaan kita, bahwa kualitas generasi zaman sekarang memang jauh lebih rendah dan buruk daripara pendiri bangsa dahulu, baik dari sisi intelektualitas maupun keyakinan beragama.  Dimana para pendiri bangsa meyakini bahwa kemerdekaan Indonesia ini adalah atas rahmat-Nya (bukan basa-basi / seremonial belaka).  Tanpa menyepikan perjuangan mereka dengan seluruh jiwa-raga, darah dan air mata yang tak kenal lelah.  Yang boleh jadi tidak akan pernah terhayati (dirasakan) oleh mayoritas generasi sekarang.  Seperti kata pepatah Minang, "Seberat-berat mata memandang, lebih berat bahu yang memikul."

Mayoritas Generasi sekarang hanya siap untuk mengisi dan menikmati kemerdekaan hasil perjuangan para pendahulu, tidak tahu bagaimana cara berterima kasih serta mensyukurinya kehadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dan jangan lupa, bila Allah Subhanahu wa Ta'ala telah murka kepada manusia akibat syariat serta pertolongan-Nya diabaikan (dianggap sepi), adzab yang akan ditimpakan-Nya jauh lebih berbahaya, lebih besar, lebih berat dan lebih menyakitkan daripada kerusakan yang ditimbulkan musuh mereka sendiri, minimal umat Islam tetap (berkutat) jadi bulan-bulanan berbagai fitnah (keburukan) dunia akhir zaman sebab telah ditelantarkan Allah 'Azza wa Jalla, sembari menunggu datangnya Kiamat kecil (kematian).

Inna lillahi wa Inna ilaihi raaji'uun

(Baca puisi, PUTERA DUNGU, dan ANOMALI)

---

Betapa sering terjadi di zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dulu kekuatan kaum muslimin yang sedikit mengalahkan musuh dalam jumlah yang jauh lebih banyak dengan persenjataan lengkap, karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kualitas Iman (baca; Tawakal ) mereka.  Allah 'Azza wa Jalla menolong mereka dengan menurunkan pasukan yang tidak terlihat (para Malaikat).  Kekalahan kaum muslimin dahulu justru terjadi ketika mereka begitu PD (Percaya Diri) dengan jumlah yang banyak dan kemampuan (kekuatan) diri sendiri.

Seperti tercantum dalam makna firman-Nya;

"...dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun; dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai."

(QS. At-Taubah; 25)

Pertolongan Allah yang diandalkan ini tidak melulu dari sisi kehidupan beragama (Islam) semata, tapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sosial - budaya, ekonomi, politik, teknologi, pertahanan - keamanan dan lain sebagainya, semua berada di bawah kendali dan kekuasaan-Nya.

Alangkah sialnya kehidupan manusia bila mereka lebih percaya pada kemampuan akal pikiran, ilmu pengetahuan, teknologi dan perasaan mereka daripada pertolongan Allah 'Azza wa Jalla.

Himbauan ini khususnya terhadap umat Islam yang meyakini adanya pertolongan Allah yang melebihi kekuatan apapun di dunia ini.

Singkat kata, kalaupun negara Indonesia ini terpaksa harus musnah beberapa tahun kedepan sebab keingkaran penduduknya terhadap segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, minimal umat Islam selamat dari Neraka Allah di Akhirat kelak.  Jangan sampai terjadi;  Sudahlah di dunia hidup sebagai bangsa yang terhina karena jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, di Akhirat masuk Neraka pula.

(Baca artikel, JAUH DARI ALLAH ALAMAT KEHANCURAN BANGSA DAN NEGARA)

Pepatah Minang mengatakan;

"Tidak ada nasi lagi di bawah kerak (dasar periuk)."

Laa haula walaa quwwata illa billah,

(pen blog).

oOo

Disalin dengan editan dari;

http://telegram.me/forumsalafy

DILEMA BERPARTAI DALAM ISLAM

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Persatuan dan kesatuan dalam Islam adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.  

Hukum asal dari setiap perintah adalah wajib (berdosa bila ditinggalkan), kecuali jika ada dalil lain yang memalingkannya (Qarinah).

Namun persatuan yang dimaksud harus dibangun di atas kebenaran (al-haq), yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah, bukan persatuan yang dibangun di atas kesamaan kepentingan, kepentingan materi, kepentingan kekuasaan (jabatan), politik (partai), dan kepentingan pragmatis (duniawi) lainnya.

Berapa banyak umat Islam yang menjadikan partai sebagai landasan perjuangannya?  Terbayang, betapa sulit dan beratnya nanti menjawab pertanyaan Allah Subhanahu wa Ta'ala di Yaumal Qiyamah.  Maka, pikirkanlah jawabannya dari sekarang.

(Baca juga artikel, THE POWER OF ISLAM)


Persatuan adalah prinsip yang agung dalam Islam.

Oleh karenanya, setiap perselisihan yang terjadi di kalangan umat Islam harus dikembalikan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dasar hukum utama.  Baik permasalahan yang menyangkut urusan dunia maupun Akhirat.  Semua harus dikembalikan dan diselaraskan pada keduanya, karena hanya dengan cara itulah kita dapat meniti jalan-jalan keridhaan dan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan petunjuk Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Umat Islam dilarang berpecah-belah.

Namun kenyataan yang kita lihat dan terjadi di lapangan berbeda dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

"Dan berpeganglah kalian semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika dahulu (masa Jahiliyah) kalian bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati-hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah itu orang-orang yang bersaudara." 

(QS. Ali Imran: 103)

Al-Imam Ibnu Jarir Ath Thabari menafsirkan ayat ini: 

"Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini;  Dan berpeganglah kalian semuanya pada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan pada janji-Nya yang Dia (Allah) telah buat perjanjian atas kalian di dalam kitab-Nya, yang merupakan persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap (semua) perintah Allah."

[Jami’ul Bayan, 4/30.]

Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah (bersatu) dan melarang perpecahan.  Dan telah datang banyak hadits, yang berisi larangan perpecahan dan perintah persatuan.   

Namun, dilalahnya telah terjadi perpecahan pada umat ini hingga 73 firqah (kelompok), bahkan lebih.  Dari sekian kelompok hanya satu firqah (kelompok) najiyah (yang selamat) menuju Surga dan selamat dari siksa Neraka.  Mereka adalah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi dan para Sahabat Beliau.

[Kandungan makna dalam Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran: 103]

Al-Imam Al-Qurthubi menerangkan tentang ayat ini; 

Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang perpecahan.  Karena hakikat perpecahan (perselisihan / perbedaan / salah paham) adalah kebinasaan sedangkan al-jama’ah (persatuan, kebenaran / lurusnya pemahaman) adalah keselamatan.

Note;  Karena di sana terdapat hadits laa as laa lahu (tidak jelas asal-usulnya) yang kerap dijadikan dalil, bahwa perbedaan (pemahaman) di kalangan umat Islam adalah Rahmat, (pen blog).

[Makna yang penulis simpulkan dari kitab, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, 4/159]

Al-Imam Al-Qurthubi juga mengatakan,

“Maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang pada kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya, serta ketika berselisih kembalikan pada keduanya.  Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al-Qur'an dan As-Sunnah, baik dalam keyakinan maupun amalan.  Hal itu akan menjadi sebab bersatunya kalimat dan kembalinya perpecahan menjadi persatuan, yang dengannya kemashlahatan dunia dan agama menjadi sempurna, dan selamat dari perselisihan.  Dan Allah memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan sebagaimana yang telah terjadi pada kedua ahli kitab (Yahudi dan Nasrani).” 

(Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, 4/164)

Beliau juga mengatakan,

Bisa juga bermakna, janganlah kalian berpecah-belah karena mengikuti hawa nafsu dan tujuan yang bermacam-macam Jadilah kalian bersaudara di dalam agama Allah, sehingga hal itu menghalangi dari (sikap) saling memutuskan (hubungan) dan saling membelakangi.”

[Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, 4/159.]

(Baca artikel, SYIRIK, dan CELAAN TERHADAP NAFSU)


Al-Imam Asy-Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini,

“Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau di atas Al-Qur’an.  Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan dalam Agama.” 

[Fahul Qadir, 1/367]


Dari penjelasan para 'ulama di atas dapat kita simpulkan;

Persatuan dan kesatuan umat Islam hanya akan terwujud bila mereka berpegang pada janji Allah di dalam Kitab-Nya, dimana Dia (Allah) telah berjanji pada umat Islam di dalam kitab-Nya, bersatu dan bersepakat di atas kalimat yang haq (kebenaran) serta berserah diri terhadap perintah Allah sebagai jaminan terwujudnya persatuan.

Kalimat yang haq ini sering diterjemahkan sebagai kalimat Ikhlas, kalimat Tauhid, Laa ilaaha illa Allah, tiada Ilah (Sesembahan) yang berhak diibadahi selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah.

Sepakat para 'ulama Rabbani di seluruh dunia menyatakan, bahwa keadilan yang paling adil (standar tertinggi keadilan) hanyalah Tauhidullah dengan segala manifestasinya, dan kezaliman yang paling zalim adalah kesyirikan dengan segala bentuknya, serta mengada-adakan (menyusupkan) syari'at baru ke dalam Islam.

Dengan demikian, fondasi persatuan dalam Islam adalah Tauhid dan Sunnah.  Tidak akan tercipta persatuan tanpa tauhid dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.  Persatuan yang dibangun di atas selainnya merupakan persatuan ala orang-orang musyrik dan munafik.  Persatuan yang tidak didirikan di atas As-Sunnah adalah persatuan ahli bid’ah, atau Hizbiyun (Fanatik kelompok, fanatik Partai atau golongan / Ormas), bukan Ahlus Sunnah. 

Oleh karena itu keberadaan masing-masing partai, langsung ataupun tidak menjadi potensi terbelahnya persatuan umat Islam, menggiring setiap individu muslim untuk lebih mendahulukan kepentingan (komitmen) partainya daripada menegakkan kebenaran.

(Baca artikel, MUNAFIK)

Keterkaitan antara ayat yang memerintahkan pada persatuan dengan hadits firqah najiyah (Golongan yang selamat),  menunjukkan bahwa persatuan yang haq (benar), adalah dengan cara mengikuti apa-apa yang ada pada diri Nabi dan para Sahabat Beliau,  yaitu mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman para Sahabat, menolak bid’ah (mengada-adakan syariat baru dalam amal dan, atau keyakinan).  Karena seluruh bid’ah dalam agama adalah kesesatan.  Bid’ah adalah syariat baru yang disusupkan ke dalam Islam, yang tidak pernah diyakini dan diamalkan Rasulullah dan para Sahabatnya sebagai kebenaran.

(Baca artikel, NILAI SEBUAH KEBENARAN)

Langkah yang mengarahkan umat Islam pada persatuan ini memiliki ciri, yakni berpegang teguh pada kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnah Nabi-Nya, baik dalam aqidah maupun amal.  Dan jika terjadi perselisihan, maka dikembalikan pada keduanya.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأَنَّ هذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia.  Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.  Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." 

(QS. Al-An’am: 153).

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan dalam kitab Taisir Karimir Rahman,

”Yaitu jalan-jalan yang menyelisihi jalan ini.” (Firman Allah: karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya), yaitu menyesatkan dan mencerai-beraikan kalian darinya Maka jika kalian tersesat dari jalan yang lurus, maka di sana tidak ada lagi selain jalan yang akan mengantarkan ke Neraka Jahim.

Demikian penjelasan Asy-Syaikh.


DILEMA PARTAI ISLAM;

Ketiadaan partai politik yang mengklaim diri sebagai partai Islam, yang mendasarkan AD-ART-nya pada Al-Qur'an dan As-Sunnah di Indonesia menunjukkan bahwa jalan pendirian partai ini tidak sesuai dengan janji dan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.  Meskipun mereka saling berbangga dengan apa yang ada padanya.

Karena tidak memutuskan seluruh perkara mereka berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah.  Sedangkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala berbunyi;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ أمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

"Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." 

(QS. An-Nisa’: 59)

Kecenderungan setiap partai untuk meraih pengikut (anggota) / pendukung sebanyak-banyaknya guna meraih kekuasaan (kedudukan) dan tujuan-tujuan pragmatis lain di setiap rezim yang berkuasa mengharuskan mereka mengorbankan (baca; melunturkan) idealisme dan kesejatian diri.  Sehingga, tidak lagi mampu menyuarakan aspirasi (baca; kebenaran) kelompok masyarakat yang bernaung di bawahnya.  Yang penting tujuan partai tercapai (Transaksional).  Disamping itu, karena hampir setiap partai tidak mampu mandiri secara ekonomi (seperti iuran anggota), keadaan ini mendorong setiap partai melakukan korupsi yang bersifat sistemik (sogok-menyogok, dan melazimkan hal-hal yang bersifat syubhat - kebatilan yang dibungkus dengan tampilan yang menarik sehingga menyerupai kebenaran), karena subsidi pemerintah yang tidak mencukupi dana operasional mereka.

(Baca artikel, PERGESERAN)

---

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,

“Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan manusia berupa ushuluddin (pokok-pokok Agama) dan furu’ (cabang-cabang)nya –  kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.  Karena sesungguhnya, di dalam keduanya terkandung jalan keluar bagi seluruh perkara yang diperselisihkan.  Bisa jadi secara jelas (terperinci) di dalam keduanya, atau dengan keumumannya, atau isyarat, atau peringatan, atau pemahaman, atau keumuman makna yang serupa dengannya, dapat dikiaskan padanya.  Karena sesungguhnya kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya adalah fondasi bangunan agama.  Keimanan tidak akan lurus, kecuali dengan keduanya.  Maka, mengembalikan (segala perkara yang diperselisihkan) kepada keduanya merupakan syarat keimanan.” 

(Taisir Karimir Rahman).

(Baca pula artikel, MASALAH KEIMANAN BUKAN MASALAH SELERA)

Barangsiapa yang bersungguh-sungguh mengikuti petunjuk Allah, niscaya akan terhindar dari bahaya kesesatan.  Allah berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

"Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka."

(QS. Thaha: 123).

Menetapi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan meninggalkan seluruh bid’ah agama; mengikuti Sunnah Rasullah, mengikuti Sunnah berdasarkan pemahaman Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam agama ini.  Baik perkara aqidah, ibadah, akhlaq, politik, ekonomi, sosial - budaya dan seluruh sisi kehidupan manusia.  Kemudian, menolak seluruh bid’ah

Bid’ah, merupakan salah satu sebab timbulnya perpecahan terparah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), meskipun seorang budak Habsyi.  Karena sesungguhnya, barangsiapa yang hidup setelahku, dia akan melihat perselisihan yang banyak.  Maka wajib bagi kalian berpegang pada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus.  Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham.  Jauhilah semua perkara baru (dalam agama).  Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat." 

(HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad-Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).


IKHKLAS DALAM MUTABA'AH

Mutaba'ah berarti mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan seksama - secara lahir maupun batin.

Tatkala Nabi Yusuf 'alaihissalam mengikhlaskan seluruh amal ibadah Beliau hanya untuk Rabb-nya, Allah memalingkan darinya berbagai pendorong keburukan dan kekejian.

Allah Ta’ala berfirman,

كَذلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

"Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang ikhlas."

(QS. Yusuf: 24).

(Baca artikel, KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA)

Oleh karena itulah ketika Iblis menyadari bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas, dia mengecualikan mereka dari sumpahnya untuk menyesatkan dan membinasakan manusia. Iblis berkata,

فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ . إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

"Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas diantara mereka," 

(QS. Shad: 82-83).

Hendaklah kaum muslimin menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagi satu-satunya uswah (suri tauladan).  Adapun selain Beliau, maka perkataannya bisa diterima atau ditolak, sesuai kadar kebenarannya.  Karena semua yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-haq (kebenaran), sedangkan yang menentang dan menyelisihinya adalah kebatilan dan syubhat (kebatilan yang menyerupai / berkedok kebenaran).

عَنْعَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

"Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami ini - apa-apa yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak.” 

(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dengan mengikuti al-jama’ah, mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, tidaklah dapat dijalankan kecuali dengan bimbingan para ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah.  Karena para 'ulama itulah jelmaan dari Al-Jama’ahMaka setiap orang yang ingin menetapi kebenaran dan persatuan, harus selalu mendalami agama dengan bimbingan para 'ulama Ahlus Sunnah yang lurus aqidahnya, amanah, dan terpercaya agamanya.

Bergaul dengan ahli ilmu, meneladani akhlak, mengambil ilmu dari mereka dengan manhaj (metode beragama) yang lurus merupakan langkah konkret untuk menjauhi perpecahan dan menjaga persatuan.  Dan para 'ulama itu akan selalu ada sepanjang zaman, sesuai yang Allah kehendaki.  Mereka itulah Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah), bukan dengan jalan mendirikan kelompok (Ormas) / partai yang memiliki tujuan beragam, sehingga makin menjauh dari bimbingan Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallamKarena sumber kebenaran itu hanya satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka tidak ada cara lain untuk menegakkan dan mencapai kebenaran itu selain dari menempuh jalan yang telah digariskan-NyaSebagaimana firman Allah;

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا


"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, (dengan) kesesatan yang nyata."

(QS. Al-Ahzab; 36)

Dalil di atas berlaku umum mencakup seluruh permasalahan (perkara) hidup manusia, baik urusan dunia maupun Akhirat mereka, karena keduanya saling berkaitan, sebagaimana keterkaitan dan keterikatan hubungan antara sebab dengan akibat (konsekuensi) yang tidak dapat diceraikan.

Sehingga, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, maka tidak seorangpun diperkenankan menentangnya, dan tidak boleh ada pilihan lain, atau pendapat lain, atau ucapan lain selain dari apa yang telah ditetapkan itu, jika memang mereka betul-betul beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Akhirul Kalam Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman;

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

"Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui,"

(QS. An-Nahl: 43)

(pen blog, dari berbagai sumber)

oOo



 


Selasa, 20 Agustus 2024

THALAQ ITU DI TANGAN LAKI-LAKI

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

🎓 Berkata As-Syaikh Muqbil Al-Wadii rahimahullah

💫 " Seandainya thalaq itu ada pada tangan sebagian wanita.

Sungguh wanita akan memberikan thalaq kepada suaminya dalam sehari 20 kali.  Wanita itu kurang akal dan agamanya."*

📚  Gharatul Asyrithah, 218


*  Oleh sebab itu, THALAQ dianggap sah bila dijatuhkan oleh laki-laki (sang suami) setelah mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik, tidak emosional, dan tanpa ada paksaan dari siapapun.  Sebagai jalan terakhir setelah upaya rujuk tidak membuahkan hasil, (pen blog).


oOo

Disalin dengan editan dari;

🖥 www.almaroni.blogspot.com


Senin, 19 Agustus 2024

CINTA NKRI KARENA ALLAH

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Asy-Syaikh Muhammad Ghalib hafizhahullah;

"Tidak akan beruntung siapa saja yang menampakkan loyalitas terhadap Tanah Air dan Pemerintah dengan menjilat, atau ingin meraih berbagai keuntungan Duniawi.*

Loyalitas yang jujur tolok ukurnya adalah Syariat (Islam).  Ciri-cirinya adalah;  Menepati janji, dan syi'arnya adalah mengerahkan seluruh kemampuan, serta siap mengabdikan diri (demi Tanah Air)."


*  Meskipun secara lahiriyah mereka terlihat "bahagia".

Telah tampak bukti nyata (baca; nasib tragis / hukuman / kehinaan dari Allah) yang menimpa para Politikus yang suka menjilat, lebih mengedepankan pencitraan, kepentingan pragmatis dan materialistis di dunia ini, membelakangi kebenaran.  Semua itu adalah bibit-bibit perilaku kemunafikan yang sangat dibenci Islam.

Dan, di Akhirat kelak Allah 'Azza wa Jalla akan menimpakan adzab yang lebih keras lagi, bila tidak lekas bertobat.

Laa haula walaa quwwata illa billah,

(Baca artikel, KEIKHLASAN ITU TIDAK BERDASARKAN AKAL-AKAL MANUSIA), (pen blog).

oOo

Disalin dengan editan dari;

(http://telegram.me/forumsalafy)

oOo

Minggu, 18 Agustus 2024

KASIH SAYANG ALLAH MENYEGERAKAN HUKUMAN

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

🔸 Berkata Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah:

هكذا يفعلُ الرب سبحانه بعباده فى عقوبات جرائمهم، فيؤدِّبُ عبده المؤمن الذى يحبُه وهو كريم عنده بأدنى زَلَّة وهفوة، فلا يزال مستيقظاً حَذِراً،

وأما مَن سقط من عينه وهان عليه، فإنه يُخلَى بينَه وبين معاصيه، وكلما أحدث ذنباً أحدث له نِعمة، والمغرورُ يظن أن ذلك مِن كرامته عليه، ولا يعلم أن ذلك عينُ الإهانة،

وأنه يُريد به العذابَ الشديد، والعقوبةَ التى لا عاقبة معها، كما فى الحديث المشهور: "إذَا أرَادَ اللهُ بَعَبْدٍ خَيْراً عَجَّلَ لَهُ عُقُوبَتَهُ فى الدُّنْيَا، وإذَا أرادَ بِعَبْدٍ شَراً، أَمْسَكَ عَنْهُ عُقُوبَتَهُ فى الدُّنْيَا، فَيَرِدُ يَوْمَ القِيَامَة بذُنُوبِه". 


"Demikianlah yang Ar-Rabb Subhanahu wa Ta'ala lakukan dalam menghukum dosa hamba-Nya.  Dia menghukum hamba-Nya yang mukmin yang Dia cintai (padahal hamba itu mulia di sisi-Nya) dengan kesalahan yang ringan dan sepele.  Agar hamba tersebut senantiasa sadar dan waspada.

Adapun orang yang rendah dan hina di hadapan-Nya, Dia akan membiarkan orang itu bermaksiat.  Saat orang itu berbuat dosa, Dia justru menambah nikmat-Nya.  Orang yang tertipu menyangka bahwa itu adalah karomah (keutamaan) baginya.* Dia tidak tahu bahwa itu merupakan penghinaan (Istidraj dari Allah).

Allah menginginkan azab yang pedih baginya, hukuman yang tak akan berakhir dengan kebaikan di belakangnya.  Seperti yang disebutkan dalam hadis shahih yang artinya, 

"Jika Allah menginginkan bagi hamba-Nya kebaikan, maka Dia menyegerakan hukuman baginya di dunia.  Dan apabila Dia menginginkan kejelekan bagi hamba-Nya, dia tunda hukuman di dunia.  Lalu orang itu pun datang pada Hari Kiamat membawa (banyak) dosa."

📚  Zadul Ma'ad, jil: 3/ hlm: 578 (via Maktabah Syamilah)


*  Padahal dosa-dosa yang dia lakukan banyak yang tergolong dosa besar, bahkan syirik.

(Baca artikel, SYIRIK, dan DILEMA BERPARTAI DALAM ISLAM)

Na'udzubillahi min dzalika, (pen blog)

oOo


Disalin dengan editan dari;

📑 @majalahtashfiyah

Kamis, 15 Agustus 2024

DISAKITI ORANG LAIN AKIBAT DOSA SENDIRI

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah,

فما سلط على العبد من يؤذيه إلا بذنب يعلمه أو لا يعلمه، وما لا يعلمه العبد من ذنوبه أضعاف ما يعلمه منها، وما ينساه مما عمله وعلمه أضعاف ما يذكره.

"Tidaklah dikuasakan pada seorang hamba orang lain yang menyakitinya kecuali karena dosa yang pernah dia perbuat, baik yang diketahui maupun yang tidak dia ketahui.  (Dosa) yang tidak dia ketahui jauh lebih banyak daripada yang dia ketahui.  Dan (dosa) yang telah dia lupakan jauh lebih banyak daripada yang dia ingat."*

📘  Bada’iul Fawaid, hlm. 770


*  Maka, tidak jarang kita mendengar orang yang sedang tertimpa musibah (hal yang tidak menyenangkan) berkata, "Apa salah dan dosaku?  Sehingga mengalami hal ini."  Menunjukkan bahwa dia tidak mampu introspeksi diri, menyadari kesalahan yang dia perbuat, atau mungkin telah lupa dengan dosa-dosa masa lalunya.  Seharusnya itu tidak perlu dipertanyakan.  Dipikir dan dijawab sendiri saja, lalu kembali bertaubat (Inabah) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala(pen blog)

oOo

Disalin dengan editan dari;

https://t.me/AhlusSunnahManokwari

Selasa, 13 Agustus 2024

MEMIKAT HATI DENGAN CANDAAN

 

 بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah;

"Wajib bagi orang yang cerdas untuk memikat hati manusia dengan candaan, dan tidak bermuka masam."

(Raudathul 'Uqala, hal 112)

oOo

Sabtu, 10 Agustus 2024

PASRAH DENGAN PILIHAN ALLAH

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah;

"Bila aku memiliki kebutuhan pokok pada hari ini, maka tersingkirlah kegelisahanku wahai Abu Sa'id.  Tak terpikir lagi dalam benakku kegelisahan untuk besok, karena besok pasti ada rezeki yang baru.  Aku pasrah bila Allah menghendaki suatu urusan, akan aku tinggalkan apa yang aku inginkan demi yang Dia (Allah) inginkan."

(Diwannya, Imam Syafi'i, hal 61)

oOo

KRITERIA SOMBONG

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Al-Imam Sufyan bin Uyainah rahimahumullah;

"Barangsiapa yang memandang bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain, maka sungguh dia telah sombong."*

(Kemudian beliau menyebutkan tentang kesombongan Iblis terhadap Adam 'alaihissalam)

oOo


*  Merasa diri lebih baik daripada orang lain bisa dari segi;  Harta, Pangkat, Kedudukan, Kemuliaan dan lain-lain.

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya);

"Tidak akan masuk ke dalam Surga, orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji dzarrah dari sifat sombong..."  Kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mendefinisikan;

"Sombong, adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain."

(HR. Muslim)

Maka, selayaknya hal ini menjadi perhatian serius bagi setiap Muslim yang ingin masuk Surga, janganlah sekali-kali menolak (membantah) kebenaran yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (Al-Hadits), meskipun akan mendapat cemoohan dan penentangan dari manusia lain.

(pen blog)

Rabu, 07 Agustus 2024

MENGAGUNGKAN TAKBIRATUL IHRAM

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Imam Ibrahim bin Adam rahimahullah;

"Apabila engkau menyaksikan seseorang yang meremehkan Takbiratul Ihram (Shalat), maka cucilah tanganmu dari orang itu."*

(As-Siyar, hal 562)


*  Jangan bersahabat dekat dengannya, karena Takbiratul Ihram termasuk Rukun Shalat, tidak sah (tidak diterima) shalat seseorang bila pelaksanaannya tidak benar.  

Termasuk juga orang yang berlebih-lebihan melakukan Takbiratul Ihram sehingga mengulangnya berkali-kali - indikasi bahwa di dalam hatinya banyak terdapat was-was Syaithan, boleh jadi juga berpengaruh pada amal-amalnya yang lain.

Baca juga artikel, TAKBIRATUL IHRAM  YANG BENAR, dan SHALAT YANG SIA-SIA(pen blog).

oOo

Senin, 05 Agustus 2024

PARADOKS DUNIA DAN AKHIRAT

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

"Wahai manusia, kalian mencari dunia dalam keadaan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya.  Dan kalian mencari Akhirat seperti orang yang tidak butuh padanya.  Padahal dunia telah dijamin mencukupimu meskipun engkau tidak mencarinya.  Sedangkan Akhirat hanya bisa didapatkan dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencarinya.*

Maka, pahamilah keadaan diri-diri kalian."

(Ad-Dunya Zhillun Zail, Yahya bin Mu'adz, hal. 31)


*  Sementara syaithan senantiasa membisikkan rasa was-was, takut akan kemiskinan ke dalam hatinya, sehingga ditempuhlah cara-cara yang tidak halal, melanggar aturan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-Qur'an dan As-Sunnah), serta norma-norma yang ada, (pen blog).

oOo

TERLARANGNYA NYANYIAN DAN MUSIK SEJAK ZAMAN RASULULLAH ﷺ

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah;

Dan yang dikatakan oleh Imam Al-Qurtubi ini adalah perkataan yang bagus, dengannya dikompromikan semua dalil dan atsar (perkataan Sahabat) tentang masalah ini.

Dan di antara dalilnya (haramnya musik dan lagu) adalah apa yang tetap dalam Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Muslim) dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :

“Dahulu Nabi ﷺ masuk ke rumahku, di sampingku ada dua anak perempuan kecil yang sedang menyanyi dengan nyanyian Bu’ats. Sementara Rasulullah ﷺ berbaring di atas kasurnya sambil memalingkan wajahnya.

Kemudian masuklah Abu Bakar ke rumahku dan beliau menghardikku sambil mengatakan :

مزمار الشيطان عند النبي ﷺ

“Ada seruling setan di sisi Nabi.”

Lalu Rasulullah ﷺ menoleh kepada Abu Bakar sambil mengatakan :

“Biarkan keduanya.”

Maka ketika Nabi ﷺ sudah berpaling darinya, akupun memberi kode kepada kedua anak perempuan tadi, lalu keduanya keluar.”

Dalam riwayat Muslim, Nabi ﷺ berkata :

يا أبا بكر، إن لكل قوم عيدًا، وهذا عيدنا.

“Wahai Abu Bakar Sesungguhnya setiap kaum memiliki Hari Raya, dan ini adalah Hari Raya kita.”

Dalam riwayat yang lainnya, Beliau mengatakan :

دعهما يا أبا بكر، فإنها أيام عيد

“Biarkan keduanya wahai Abu Bakar, karena sesungguhnya ini adalah Hari Raya.”

Pada sebagian riwayat juga disebutkan, dua anak perempuan tersebut bermain dengan duff (sejenis rebana tanpa kemerincingnya, pen blog).

Maka diambil faidah dari hadits yang mulia ini:

Bahwasanya dibencinya dan mungkarnya nyanyian serta dinamakan sebagai seruling setan adalah perkara yang sudah dikenal dan jelas di sisi para Sahabat Rasulullah.

Oleh karena itu Abu Bakar As-Siddiq mengingkari Aisyah terhadap bernyanyinya dua anak perempuan tersebut di rumahnya, dan Abu Bakar menamakannya sebagai Seruling setan, dan hal itu tidak dibantah oleh Nabi ﷺ dengan penamaan tersebut.

Beliau ﷺ tidak mengatakan : Sesungguhnya nyanyian dan duff itu tidak mengapa, akan tetapi Beliau memerintahkan untuk membiarkan dua anak perempuan tersebut, dan menyebutkan alasannya bahwasanya itu sedang Hari Raya.

Maka hal itu menunjukkan, sepantasnya memberikan kelapangan kepada anak-anak perempuan dalam momen semisal ini, karena Hari Raya itu adalah hari yang berbahagia, hari bersenang-senang.

Dan karena dua anak kecil tadi menyanyikan lagu orang-orang Anshar yang biasa mereka kumandangkan di hari Bu’ats.  Yang isinya berkaitan dengan keberanian dan peperangan.  Berbeda dengan kebanyakan nyanyian para penyanyi laki-laki perempuan di masa sekarang.  Keadaannya membangkitkan syahwat, mengajak membayangkan seseorang dan juga fitnah-fitnah yang banyak, yang menghalangi hati dari mengagungkan Allah dan menjalankan hak-hakNya.

Bagaimana seorang yang berakal akan menyamakan kedua hal ini?

Barangsiapa yang memperhatikan hadits ini, niscaya dia akan tahu, bahwasanya apa yang lebih dari yang dilakukan kedua anak kecil ini adalah kemungkaran, yang wajib untuk diperingatkan (manusia) darinya.

Dalam rangka menjaga dari perkara yang merusak dan untuk menjaga hati kita terhadap perkara yang menjauhkannya dari kebenaran, menyibukkannya pada selain Kitabullah dan menunaikan hak-hakNya.*


📑  Majmu’ Al-Fatawa, 3/397-398


Baca artikel, DUNIA = PENJARA ORANG MUKMIN = SURGA ORANG KAFIR, (pen blog).

oOo

Disalin dengan editan dari;

http://telegram.me/ahlussunnahposo




Minggu, 04 Agustus 2024

KLARIFIKASI ISTILAH WAHABI

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Istilah WAHABI bagi orang awam (yang tidak memahami syariat Islam dengan benar) seringkali dipukul rata.

Padahal rentang waktu antara Wahabi yang dimaksud dengan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ('ulama besar Ahlussunnah) terpaut jauh (nyaris 1000 tahun).

Berikut sekelumit data tentang Wahabi yang sesungguhnya dengan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ('Ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama'ah) yang terfitnah dengannya.


WAHABI YANG DIMAKSUD;

Nama;  Abdul Wahhab bin Rustum.

Wafat;  Thn 211 H.

Aqidah;  Khawarij (sempalan Islam).

Kelompok radikal yang sangat membenci Ahlussunah.  Memberontak terhadap penguasa.  Mengkafirkan kaum muslimin.  Sangat jauh dari ajaran syari'at Islam yang benar (lurus).

Pengikutnya bisa disebut sebagai WAHABI.

-----------------------------------------------

YANG TERFITNAH;

Nama;  Asy-Syaikh Muhammad bin  Abdul Wahhab.

Wafat / Hidup;  Antara Thn 1115 - 1206 H.

Aqidah;  Ahlussunah.

Beliau tidak pernah menamakan diri dan pengikutnya dengan istilah Wahabi.  Ajarannya sesuai dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat, bersih dari Syirik, Bid'ah, Khurafat (Tahayul) dan berbagai penyimpangan lainnya.

Semoga sedikit informasi ini bisa meluruskan pemahaman orang-orang yang biasa menuduh secara serampangan, terutama yang mengaku sebagai Ahlussunah, tidak lengkap pengakuannya bila tidak mengenal beliau rahimahullah.

(Baca artikel, MASALAH KEIMANAN BUKAN MASALAH SELERA, dan KELOMPOK-KELOMPOK SEMPALAN PERTAMA, serta RAJA ABDUL AZIS BIN ABDURRAHMAN AALU SU'UD MEMBANTAH FITNAH WAHABI)

oOo





AGAR TIDAK KARAM DI LAUTAN DUNIA

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Berkata Lukman rahimahullah kepada anaknya;

"Wahai anakku, dunia ini ibarat lautan yang amat dalam.  Sungguh!  Telah tenggelam ke dalamnya sekian banyak manusia.  Maka, jadikanlah takwa kepada Allah sebagai bahteramu.  Jadikanlah iman kepada Allah sebagai bahan bakarnya, dan tawakal kepada Allah sebagai layarnya.  Semoga engkau selamat."

(Az-Zuhd li Ahmad bin Hambal, hal. 86)

Kamis, 01 Agustus 2024

MEMAAFKAN TAPI BERDOSA

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

Lazimnya, memaafkan itu mendapatkan pahala dan mendendam adalah dosa, tetapi kali ini berbeda.  Berikut keterangan 'ulama;

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah,

من كان عفوه إفسادا لا إصلاحا؛ فإنه آثم بهذا العفو، ووجه ذلك من الآية ظاهر؛ لأن الله قال: ﴿عفا وأصلح﴾، ولأن العفو إحسان والفساد إساءة، ودفع الإساءة أولى، بل العفو حينئذ محرم.

"Barangsiapa yang pemberian maafnya menimbulkan kerusakan bukannya perbaikan, maka dia berdosa karena telah memberi maaf.  Alasannya berdasarkan ayatnya jelas, karena Allah berfirman, 'Memaafkan dan memperbaiki,' dan juga karena memaafkan merupakan perbuatan baik sedangkan kerusakan adalah perbuatan buruk, dan menolak keburukan lebih utama (didahulukan)*, bahkan memaafkan pada saat itu diharamkan."

📚  Al-Qaulul Mufid, II/278


*  Kaidah dalam ilmu fiqih menjelaskan;  Menolak keburukan harus lebih didahulukan daripada mengambil manfaat, (pen blog).

oOo

Disalin dengan editan dari;

https://t.me/Salafy_Papua