Rukun merupakan faktor penentu sah atau tidaknya suatu amalan. Bila rukun terpenuhi, maka amalan tersebut dianggap sah (diterima). Bila tidak terpenuhi, maka amalan tersebut dianggap batal (tidak diterima) oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Baca juga artikel, JALAN YANG LURUS)
Berkata Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah,
"Bukanlah maksud dari pengucapan لا اله الا الله di lisan saja - tanpa memahami maknanya. Engkau harus memahami apa makna لا اله الا الله ("Laa Ilaha illallah"). Adapun, jika hanya mengucapkan tanpa mengerti maknanya, maka engkau tidak akan meyakini kandungan yang ditunjukkannya. Bagaimana mungkin engkau meyakini sesuatu yang tidak dimengerti (pahami) maknanya. Sehingga, sudah merupakan suatu kewajiban bagimu mengetahui maknanya (terlebih dahulu) lalu meyakininya. Meyakini dengan hatimu - apa yang diucapkan oleh lidahmu. Sehingga, engkau mesti mempelajari makna, لا اله الا الله . Karena pengucapan semata, tanpa mengetahui maknanya tidak akan memberi faidah sedikit pun."
Demikian penjelasan Asy-Syaikh.
---
---
Dengan ucapan, keyakinan, serta pengamalan kalimat syahadat inilah secara lahir maupun bathin orang-orang yang beriman (mukmin) membeli Surga Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ibarat dua sisi dari satu mata uang yang bergambar pada kedua sisinya. Bila salah satu sisinya kosong (tidak bergambar), maka mata uang tersebut tidak sah / tidak diterima sebagai alat pembayaran oleh siapa pun. Demikian pula halnya dengan Dua Rukun Syahadat.
Meskipun hakikat sebenarnya jauh lebih Agung dari sekedar perumpamaan ini. Maha Suci Allah Yang membuat berbagai perumpamaan di dalam Alqur'an, untuk memudahkan pemahaman para hamba-Nya yang beriman.
Ibarat dua sisi dari satu mata uang yang bergambar pada kedua sisinya. Bila salah satu sisinya kosong (tidak bergambar), maka mata uang tersebut tidak sah / tidak diterima sebagai alat pembayaran oleh siapa pun. Demikian pula halnya dengan Dua Rukun Syahadat.
Meskipun hakikat sebenarnya jauh lebih Agung dari sekedar perumpamaan ini. Maha Suci Allah Yang membuat berbagai perumpamaan di dalam Alqur'an, untuk memudahkan pemahaman para hamba-Nya yang beriman.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),
"Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk." (QS. Al-Baqarah; 26)
Dan dalam firman-Nya yang lain,
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; Dan tidak ada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu." (QS. Al-Ankabut; 43), dan
"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu..." (QS. Al-Hajj; 73)
Dua rukun syahadat "Laa Ilaaha Illallah" tersebut adalah;
"Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk." (QS. Al-Baqarah; 26)
Dan dalam firman-Nya yang lain,
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; Dan tidak ada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu." (QS. Al-Ankabut; 43), dan
"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu..." (QS. Al-Hajj; 73)
Dua rukun syahadat "Laa Ilaaha Illallah" tersebut adalah;
1. 1. An-Nafyu (Peniadaan);
Meniadakan
segala sesuatu sesembahan (yang diibadahi) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. لا اله ("Laa Ilaaha") / Tiada Sesembahan Yang Haq (untuk diibadahi)
2. 2. Al-Istbatu (Penetapan);
Menetapkan
satu-satunya Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagai Dzat yang disembah (diibadahi), الا الله ("Illa Allahu") / Kecuali (selain) Allah.
Keduanya; Peniadaan dan Penetapan harus selalu seiring dan sejalan. Tidak akan sempurna salah satunya tanpa keberadaan yang lain.
Bila Peniadaan semata; akan menafikan penyembahan terhadap Al-Haq (Allah Subhanahu wa Ta'ala).
Bila Penetapan semata; tidak akan mampu mencegah penyembahan terhadap selain-Nya (Thaghut).
Jadi sekali lagi, dalam penerapan (pengamalan) keduanya harus selalu seiring dan sejalan.
Hikmah;
* Hal pertama yang diwajibkan bagi Bani Adam
adalah kufur kepada segala macam bentuk Thaghut
(segala sesuatu yang diibadahi / disembah selain Allah) / kesyirikan. Dan beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala semata
(Tauhidullah).
* Orang-orang kafir quraisy pada zaman Nabi
Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dahulu enggan mengikrarkan kalimat
syahadat tersebut karena mereka memahami makna dan kedua rukunnya, serta tahu persis konsekwensi
yang bakal mereka emban - bahwa mereka harus meninggalkan segala macam bentuk
peribadatan kepada selain Allah.
Adapun kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang gampang mengucapkan, tetapi tidak mengerti (tidak paham) Rukun Kalimat Tauhid (Kalimat Ikhlas) tersebut, serta konsekwensi yang harus (wajib) mereka emban.
(Baca artikel, SYIRIK dan SEPULUH PEMBATAL KEISLAMAN)
(Baca artikel, SYIRIK dan SEPULUH PEMBATAL KEISLAMAN)
oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar