بسم الله الر حمان الر حيم
Salah satu janji Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang harus (wajib) diyakini
keberadaannya oleh orang-orang beriman
adalah Surga. Ia termasuk bagian terpenting
dari aqidah orang-orang mukmin. Demi Surga tersebut orang-orang yang beriman (mukmin) rela menggadaikan / menjual dunianya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Baca juga artikel, KAITAN ANTARA SURGA DENGAN IMAN).
Surga memiliki 8 (delapan) buah pintu. Lebih banyak satu pintu daripada pintu-pintu Neraka. “Pintu yang dimasuki oleh
penghuni Surga jaraknya adalah sejauh perjalanan pengembara dunia yang ahli
tiga kali lipat...” (diriwayatkan Abu Nu’aim).
“Jarak antara dua daun pintu Surga adalah empat puluh tahun.” (HR.
Ahmad).
Luasnya seluas langit
dan bumi. Berbagai macam kenikmatan,
keindahan dan keledzatan terdapat di dalamnya. Suatu keindahan dan keledzatan yang tak pernah dilihat oleh mata, dirasakan, didengar
oleh telinga bahkan terlintas dalam pikiran maupun hati manusia.
Disebutkan di dalam Ash-Shahihain hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang berkata, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman (artinya),
"Aku mempersiapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih apa yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga dan tidak terlintas di dalam hati seorang manusiapun." (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
Didalamnya mengalir sungai-sungai dari air, susu, madu dan
khamr yang tidak memabukkan, dengan keledzatan yang tiada tara dan tidak pernah
berubah cita-rasa maupun aromanya.
"Di Surga terdapat sebuah sungai yang bernama Al-Kautsar,
yang diperuntukkan oleh Allah ‘Azza wa
Jalla bagi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kedua tepinya terbuat
dari emas. Saluran airnya adalah mutiara
dan intan berlian. Tanahnya lebih wangi
daripada Kesturi. Airnya lebih manis
daripada Madu dan lebih putih dari es.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Berbagai macam pepohonan yang rindang dan segala macam
buah-buahan terdapat di sana. Berkata seorang ulama, “Antara buah-buahan yang
ada di dunia dengan buah-buahan Surga hanya persamaan dalam nama, tapi
hakikatnya sangat jauh berbeda.”
Berkata Al-'Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah,
"Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَجَنَى الْجَنَّتَيْنِ دَان ٍ
'Dan buah-buahan di kedua Surga itu dapat (dipetik) dari dekat.'
Ulama menjelaskan,
'Sesungguhnya setiap kali penghuni Surga melihat buah buahan dalam keadaan dia menginginkannya, maka dahannya pun akan merunduk untuknya hingga keadaan buah-buahan itu berada dihadapannya, sehingga tidak perlu lagi dia bersusah payah dan berdiri untuk memetiknya.
Bahkan dalam keadaan bertelekan seraya memandang kepada buah buahan yang dia dambakan, lalu buah itu pun mendekat kepadanya atas perintah Allah."
(Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, 4/320)
“Sesungguhnya di Surga terdapat satu pohon. Penunggang kuda berjalan
dibawah naungannya selama seratus tahun, namun ia tidak kuasa melewatinya. Kalau kalian tidak keberatan, silahkan baca
ayat, “Dan naungan yang terbentang luas (Al-Waqi'ah; 30).”
(HR. Al-Bukhari-Muslim).
“Tidak ada satu pohon pun di Surga, kecuali batangnya dari
emas.” (HR. Tirmidzi). Di Surga juga terdapat pisang dengan buahnya
yang bersusun-susun yang tidak pernah berhenti berbuah setiap kali penduduk Surga memetiknya, batangnya terbuat dari
batu mulia yang berwarna hijau.
Istana serta Mahligai-mahligai yang terdapat di dalamnya
terbuat dari emas, perak , mutiara putih, batu yakut merah, batu permata yang
berwarna hijau, marjan dan batu-batu mulia lainnya, bertabur cahaya yang
melimpah ruah, tetapi tidak menyengat penghuninya.
Tanahnya dari Kesturi dan Za’faran yang semerbak wanginya,
halamannya adalah batu-batu dari kapur barus, kerikilnya adalah mutiara lu’lu’
dan mutiara yakut.
Surga memiliki 100 (seratus) tingkatan, jarak antara satu tingkat dengan
tingkatan yang lainnya seperti jarak antara langit dan bumi. Aromanya tercium dari jarak ratusan tahun.
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar
meminta Surga Fidaus, ia merupakan Surga yang paling tinggi dan paling luas, yang
atapnya berbatasan langsung dengan ‘Arsy
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dari sanalah dialirkan sungai-sungai yang ada
di dalam Surga. Begitu istimewanya Surga
yang satu ini, karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala sendiri yang menciptakan dengan Kedua Tangan-Nya.
Rasulullahu shallalahu
‘alaihi wa sallam adalah manusia pertama yang akan memasuki Surga. Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengharamkan Surga bagi siapapun, sebelum dimasuki oleh Kekasih-Nya
yang Mulia. Yang akan menghuni Al-Wasiilah, suatu tingkatan Surga yang
paling mulia, paling utama dan paling besar cahayanya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala juga mengharamkan Surga bagi ummat-ummat yang lain sebelum ummat
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukinya. Dan Dia
menjadikan umat Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai mayoritas penduduk Surga.
“Kalian adalah
seperempat penghuni surga, kalian adalah sepertiga penghuni surga. Kalian
adalah setengah penghuni surga. Kalian
adalah duapertiga penghuni surga.” (Hadits dari Abu Hurairah), yang akan mereka masuki secara bertahap.
Allah Ta’ala menutup rapat-rapat semua jalan
menuju Surga, kecuali jalan yang ditunjukkan oleh kekasih-Nya (shallallahu 'alaihi wa sallam). Dan Dia membuka selebar-lebarnya jalan
kehinaan (jalan ke Neraka) bagi siapa saja yang menyalahi, menentang dan
berpaling dari Rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala juga memprioritaskan kaum muslimin yang faqir untuk lebih dahulu
memasuki Surga-Nya dengan selisih waktu 500 tahun (dunia) dari penduduk surga
yang lain.
“Aku menoleh ke Surga
dan kulihat di dalamnya bahwa sebagian besar penghuninya adalah orang-orang faqir. Aku juga menoleh ke arah Neraka dan kulihat
di dalamnya bahwa sebagian besar penghuninya adalah orang-orang kaya dan kaum
wanita.” (HR. Ahmad)
Hidangan pertama yang disuguhkan kepada penduduk Surga
adalah sepotong daging dari hati ikan paus (bagian terbaik dari dagingnya),
daging dari sapi jantan yang makanannya adalah rumput-rumput yang ada di
surga. Mereka mereguk kenikmatan air
dari mata air Salsabila. Mereka
diberikan pakaian dari sutra yang tebal dan halus, dengan berbagai macam perhiasan
yang terbuat dari emas dan perak serta mahkota dari intan berlian dan batu-batu
mulia yang lainnya, layaknya seorang raja.
Dikelilingi oleh ribuan pelayan yang masih muda, rupawan dan tidak
pernah bosan melayani mereka.
Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala (artinya),
“Dan berkeliling di
sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu
mutiara yang tersimpan.” (Ath-Thur; 24)
Kepada mereka juga dianugerahkan istri-istri yang cantik-jelita,
yang dipingit, yang menundukkan
pandangan mereka kecuali terhadap suami
mereka di Surga. Masing-masing mereka
mengenakan tujuhpuluh pakaian yang sum-sum betisnya bisa terlihat dari balik
dagingnya, pakaian mereka laksana minuman merah yang bisa terihat dari gelas
yang putih bersih. Suci dari segala
macam kotoran wanita dunia, seperti haid, buang air besar / kecil, dahak, ingus
dan ludah. Tidak mengeluarkan mani /
madzi dan tidak melahirkan. Dan juga
disucikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dari segala akhlak yang buruk. Disucikan
tutur katanya dari perkataan yang tidak diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan suaminya. Disucikan cintanya sehingga ia tidak tertarik
pada laki-laki lain selain suaminya di Surga.
Berkata Muqatil, “Al-‘in
adalah wanita yang indah bola matanya.
Wanita dikatakan cantik kalau
bola matanya lebar dan ia dikatakan jelek kalau bola matanya sempit. Mungil itu
bagus bagi wanita jika ada pada empat tempat;
Mulutnya, daun telinganya, hidungnya dan bibirnya. Lebar juga bagus pada wanita jika ada pada
empat tempat; Matanya, punggung dekat lehernya, antara dua telapak tangan dan
dahinya. Putih amat bagus bagi wanita
jika ada pada empat tempat; Warna
kulitnya, sigaran rambut kepalanya, giginya dan bola matanya. Hitam amat baik bagi wanita jika ada pada
empat tempat; Matanya, alisnya, bulu
matanya, dan rambut kepalanya. Tinggi
juga baik bagi wanita jika ada pada empat tempat; Postur tubuhnya, lehernya, rambutnya dan
tulang rusuknya. Pendek secara
maknawiyah juga bagus untuk wanita jika ada pada empat tempat; Lisannya (singkat tutur katanya tidak
berbicara masalah-masalah yang tidak bermutu), tangannya (tidak mengambil apa
yang tidak disukai suaminya), kakinya (tidak keluar ketempat-tempat maksiat) dan
pandangannya (menundukkan pandangannya kecuali terhadap suaminya). Dan Lembut Dipandang juga baik bagi wanita
jika ada pada empat tempat; Pinggangnya,
sigaran rambutnya, alisnya dan hidungnya.”
“Di dalam Surga itu
ada bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah
disentuh oleh manusia sebelum mereka (para penghuni Surga yang menjadi suami
mereka) dan tidak pula oleh Jin. Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan
marjan.” (Ar-Rahman; 56-58)
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertaqwa mendapatkan kemenangan. (Yaitu) kebun-kebun dan buah anggur. Dan gadis-gadis remaja yang sebaya.” (An-Naba; 31-33)
Kawa’iba adalah jamak dari ka’ibun yang berarti wanita yang
montok payudaranya. Qatadah, Mujahid dan
para pakar hadits berkata, “Al-Kalbi berkata, ‘Mereka adalah wanita-wanita yang
menonjol payudaranya dan bulat. Asal
muasal kata tersebut dari al-istidarah
yang berarti bulat. Maksudnya bahwa
payudara mereka montok laksana buah delima dan tidak menjulur kebawah. Mereka digelari nawahid dan kawa’ib (wanita-wanita
yang montok payudaranya).’”
Bagaimana tanggapan anda terhadap seorang wanita yang jika
tersenyum dihadapan suaminya, maka Surga bersinar karena senyumannya. Jika ia pindah dari Istana satu ke Istana
lainnya, Anda berkata, “Matahari ini pindah ke orbitnya!” Jika ia berbicara dengan suaminya, maka
alangkah bagusnya nada bicaranya. Jika
ia menggandeng tangan suaminya, maka alangkah enaknya rangkulannya dan
gandengannya.
Jika ia bernyanyi, maka mata dan telinga mendengarkan
kepuasan. Jika ia menghibur, maka
alangkah baiknya cara dia menghibur.
Jika ia mencium, maka tidak ada ciuman yang lebih mesra dan hangat dari
ciumannya. Jika ia memberi sesuatu, maka
tidak ada sesuatu yang lebih baik dari pemberiannya.
Penduduk Surga diberikan kemampuan makan dan minum serta
syahwat melebihi kekuatan 💯 (seratus) orang dari manusia di dunia. Setiap kali mereka bangun dari istrinya, maka
istrinya langsung perawan lagi.
Di Surga juga diperdengarkan suara-suara yang indah luar
biasa, seperti suara Malaikat Israfil, Suara Nabi Daud dan suara Allah Tabaaraka wa Ta’ala. Di
dalam Surga tidak ada keledzatan dan keindahan yang melebihi dua kenikmatan
ini, yaitu memandang Wajah Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan mendengarkan Firman-Nya.
Para penghuni Surga juga mempunyai kendaraan yang akan
mengangkut mereka kemanapun mereka kehendaki,
“Wahai Rasulullah, apakah di Surga terdapat kuda? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika Allah memasukkan
engkau ke dalam Surga, maka jika engkau mau engkau menunggang kuda dari mutiara
yakut merah lalu kuda tersebut terbang kemanapun engkau suka.” Kata ayah Sulaiman, ‘Orang laki-laki lainnya
bertanya’, “wahai Rasulullah, apakah di Surga terdapat unta?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan jawaban seperti
jawaban yang diberikan kepada penanya pertama.’
Sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, ‘Jika Allah memasukkan engkau ke dalam Surga maka semua
yang engkau inginkan dan diinginkan mata engkau ada di dalamnya.’” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditanya, “Apakah penghuni Surga bisa saling mengunjungi sesama mereka?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penghuni Surga kelas atas
bisa mengunjungi penghuni Surga kelas bawah.
Penghuni Surga kelas bawah tidak bisa mengunjungi penghuni Surga kelas
atas kecuali orang-orang yang saling
mencintai karena Allah semata, mereka bebas pergi kemana saja yang mereka
sukai dengan mengendarai unta.” (HR. Thabrani)
“Sesungguhnya di Surga terdapat pasar yang didatangi para
penghuni surga setiap hari Jum’at. Angin
dari utara berhembus menerpa wajah dan pakaian mereka hingga membuat mereka
semakin tampan dan menarik. Dalam
keadaan seperti itu mereka pulang menemui istrinya masing-masing. Istri-istri mereka berkata, ‘Demi Allah,
engkau semakin tampan dan gagah.’ Jawab
penghuni Surga kepada istri-istri mereka, ‘Kalian juga semakin cantik dan
ayu.’” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya para penghuni Surga mengenakan pakaian yang
indah pada pagi hari. Pada sore harinya
berganti dengan pakaian yang lain.
Sebagaimana halnya salah seorang dari kalian pada waktu pagi dan sore
berganti pakaian jika ingin menghadap salah satu raja di dunia. Para penghuni Surga juga begitu. Setiap pagi dan petang mereka berkunjung
kepada Rabb mereka ‘Azza wa Jalla. Mereka mempunyai tanda yang dimengerti oleh
mereka bahwa saat tersebut mereka harus berkunjung kepada Rabb mereka ‘Azza wa Jalla.” (HR. Abu Nu’aim)
Di Surga, para penghuni Surga juga diberi awan yang menurunkan
hujan apa saja yang mereka inginkan.
Begitu juga penghuni Neraka.
Mereka diberi awan yang menurunkan siksaan sebagaimana hujan yang pernah
ditimpakan kepada ummat Nabi Huud dan Nabi Syu’aib. Awan yang menurunkan siksa yang mematikan
mereka. Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menurunkan hujan rahmat dan hujan laknat di Akhirat nanti.
Seluruh penghuni Surga adalah Raja di Kerajaannya
masing-masing. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang
artinya),
“Dan apabila kamu melihat disana (Surga), niscaya kamu akan
melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (Al-Insan; 20)
Ibnu Abu Al-Hawari berkata bahwa aku mendengar Abu Sulaiman
berkata mengenai firman Allah ‘Azza wa
Jalla (Al-Insan; 20). Kata Abu
Sulaiman, Yang dimaksud dengan Mulkan Kabiiran pada ayat diatas adalah Raja yang
Agung. Buktinya utusan Allah datang
kepadanya dengan membawa hidangan makanan dan hadiah. Malaikat tidak bisa bertemu dengannya hingga
meminta idzin padanya terlebih dahulu. Kata Malaikat
kepada penjaga pintu Istananya, ‘Aku meminta idzin untuk bertemu dengan Wali
Allah, karena aku tidak bisa bertemu dengannya tanpa idzinnya.’ Penjaga pintu tersebut menyampaikan
permohonan Malaikat tersebut kepada penjaga pintu yang lain dan penjaga pintu
yang terakhir menyampaikan kepada penjaga pintu lainnya. Antara Istananya dan Darus-Salam terdapat pintu masuk kepada Rabb-nya dan ia bebas masuk kepada Rabb-nya tanpa idzin terlebih
dahulu. Jadi ia adalah Raja yang
Agung. Buktinya utusan Allah (para Malaikat) tidak bisa masuk menemuinya kecuali dengan mengajukan idzin terlebih dahulu sementara ia masuk
bertemu dengan Rabb-nya tanpa idzin
terlebih dahulu.”
Puncak kerinduan para
pecinta Surga sekaligus merupakan puncak kompetisi diantara mereka dahulu di dunia adalah
menyaksikan Allah Tabaaraka wa Ta’ala,
‘Azza wa Jalla, Subhanahu wa Ta’ala
dengan mata kepala mereka sendiri, dan mendengarkan Suara-Nya. Kenikmatan yang mengalahkan segala
kenikmatan dan keindahan Surga.
Kenikmatan dan keindahan yang membuat para penghuni Surga lupa akan
segala macam fasilitas Surga yang diperuntukkan bagi mereka. Begitu besar dan Agungnya kenikmatan ini. Seandainya Surga itu hanya dimiliki oleh
satu orang manusia saja, maka pasti ia akan lebih memilih melihat Wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada memiliki keseluruhan isi Surga seorang diri. Karena tidak
semua penduduk Surga diberikan “ziyadah” (tambahan) ini. Bagi mereka, tidak bisa melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan tamparan
keras ketimbang siksa yang dirasakan penghuni Neraka di Neraka Jahim. Masalah ini, disepakati oleh para Rasul, para
Ambiya (Nabi), seluruh Sahabat, Tabi’in dan Generasi Terbaik Islam lainnya.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca
ayat berikut, ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang baik (al-husna) dan tambahannya’” Kemudian sabda Beliau, “Jika penghuni Surga
telah memasuki Surga dan penghuni Neraka telah memasuki Neraka, maka penyeru
memanggil, ‘Wahai penghuni Surga, sesungguhnya Allah mempunyai janji untuk
kalian yang ingin Dia penuhi!’ Penghuni Surga
berkata, ‘Janji apa yang dimaksud?
Bukankah Allah telah memberatkan timbangan amal kami, membuat putih
wajah kami, memasukkan kami ke dalam Surga dan menjauhkan kami dari Neraka?’ Lalu tirai dibuka, merekapun
melihat Allah. Mereka tidak diberi
sesuatu yang lebih mereka cintai ketimbang melihat Allah. Itulah yang dimaksud dengan ziyadah (tambahan).’” (Diriwayatkan Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).
Berkata Hasan Al-Basri rahimahullah,
“Jika seandainya orang-orang yang ahli ibadah di dunia tahu bahwa mereka tidak
dapat melihat Rabb mereka di Akhirat kelak, maka jiwa mereka bisa meleleh di
dunia.”
Abdurrahman bin Abu Laila rahimahullah berkata, “Apabila
penghuni Surga telah masuk ke dalam Surga, maka apa saja yang mereka minta
langsung diberikan kepada mereka. Allah ‘Azza wa Jalla berkata kepada mereka,
‘Ada satu dari hak kalian yang belum diberikan kepada kalian.’ Lalu Rabb mereka menampakkan Diri kepada
mereka. Mereka merasa bahwa apa yang
diberikan-Nya kepada mereka selama ini (di Surga) tidak ada nilainya jika dibandingkan
dengan memandang Allah.’
Al-A’masy rahimahullah
dan Said bin Jubair rahimahumullah
berkata, “Sesungguhnya penghuni Surga yang paling mulia, pastilah orang yang bisa memandang Allah Tabaaraka wa Ta’ala setiap pagi dan petang.”
Hisyam bin Hasan rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala menampakkan Diri kepada para penghuni Surga. Ketika
mereka melihat-Nya, mereka lupa akan semua nikmat Surga lainnya.”
Berkata Ibnu Majisun rahimahullah,
“Demi Allah, kemuliaan terbesar yang diberikan Allah kepada para wali-Nya pada
Hari Kiamat nanti adalah melihat Wajah-Nya dan Pandangan Allah kepada mereka di
tempat yang disenangi disisi Rabb yang Berkuasa. Demi
Rabb-nya langit dan bumi, Allah pasti memberikan Pandangan-Nya pada Hari Kiamat
pada orang-orang yang ikhlas kepada-Nya sebagai pahala bagi mereka dan membuat
mereka bisa melihat-Nya serta memenangkan hujjah
mereka atas para pembangkang yang pada hari itu terhalang tidak bisa melihat
Allah. Mereka tidak bisa melihat-Nya
sesuai dengan pendiriannya. Allah tidak
akan berbicara dengan mereka dan tidak pula menoleh kepada mereka serta bagi
mereka siksa yang pedih.”
Auza’i rahimahullah
berkata, “Sekte Jahmiyah tidak mengakui adanya pahala yang terbaik yang
disediakan Allah bagi para wali-Nya.”
Ibnu Abu Hatim rahimahullah
menyebutkan dari Jarir bin Abdul Hamid rahimahullah
bahwa ia pernah menerangkan hadits Ibnu Tsabit radhiyallahu ‘anhu tentang maksud tambahan (ziyadah) yang berarti
melihat Wajah Allah kemudian hal ini dibantah oleh seorang laki-laki, lalu Sufyan bin Uyainah rahimahullah berteriak
memanggil orang tersebut dan mengusirnya dari majelisnya.”
Allah Ta’ala berfirman (artinya),
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
shalih, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya, di bawah
mereka mengalir sungai-sungai di dalam Surga yang penuh kenikmatan. Doa mereka di dalamnya adalah, ‘Subhanakallahumma’,
dan salam penghormatan mereka di dalamnya adalah, ‘Salam.’ Dan penutup do’a mereka ialah ‘Alhamdulillahi
Rabbil ‘alamin’.” (Yunus; 9-10).
Hafsh bin Sulaiman bin Thalhah bin Yahya bin Thalhah berkata
dari ayahnya dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu
‘anhu yang berkata (artinya),
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penafsiran Subhanallah. Sabda Beliau, ‘Subhanallah adalah menyucikan Allah dari semua keburukan /
kekurangan.’”
Pada ayat di atas, Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjelaskan bahwa do'a para penghuni Surga yang pertama kali
mereka ucapkan kalau mereka menginginkan sesuatu adalah Subhanallah. Jika permintaan
mereka telah terpenuhi, maka mereka menutup do'anya dengan mengatakan Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Namun makna ayat di atas lebih luas (dari itu). Kata da’wa
pada ayat di atas berarti do’a, dan do’a berarti pujian, dan pujian juga berarti
permintaan. Dinyatakan dalam hadits (artinya),
“Do’a yang paling baik adalah Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.”
Do’a pada ayat di atas adalah do’a dalam arti puji-pujian
dan dzikir yang diilhamkan oleh Allah pada para penghuni Surga. Allah menerangkannya dari awal hingga
akhir. Permulaannya adalah Tasbih dan penutupnya adalah Tahmid, diilhamkan Allah pada mereka
sebagaimana mereka diilhamkan untuk bernafas.
Ini menandakan bahwa instruksi untuk beribadah di Surga tidak
berlaku lagi dan ibadah yang tersisa hanya do’a (pujian) yang diilhamkan Allah
pada mereka.
Disebutkan dalam hadits shahih bahwa penghuni Surga diilhamkan
ber-tasbih dan ber-tahmid sebagaimana mereka diilhamkan
bernafas. Jadi, do’a mereka pada ayat di
atas tidak terpaku pada waktu tertentu (saja).
Pembatasan do’a tersebut pada waktu tertentu (saat meminta sesuatu)
disamping tidak sesuai dengan makna ayat di atas juga tidak sesuai dengan
keadaan mereka di Surga. Wallahu
a’lam bishshawab.
oOo
(Disadur bebas dari kitab “Tamasya ke Surga”, Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah, dengan beberapa tambahan dari sumber lain)