Minggu, 06 Agustus 2017

TUDINGAN 'ULAMA AHLUSSUNNAH TERHADAP AHLUL BID'AH (2)


بسم الله الر حمان الر حيم

Betapa tingginya tingkat keimanan Generasi Terbaik Islam terdahulu, dan demikian berhati-hatinya mereka menjaga Iman (hati) mereka dari hal-hal yang akan merusak (menghapus)nya.  Dimana kita dibandingkan mereka?;
  
  • Abdullah bin Umar As Sarkhasi rahimahullah berkata, “Saya pernah makan siang di sisi seorang ahli bid’ah, lalu berita ini sampai ke telinga Ibnul Mubarak rahimahullah maka katanya, ‘Saya tidak akan mengajak dia (Abdullah bin Umar) berbicara selama 30 hari.’”
  • Dua orang ahli ahwa’ mendatangi rumah Ibnu Sirin rahimahullah sembari berkata, “Wahai Abu Bakar, bagaimana kalau kami menyampaikan satu hadits kepadamu?”  Ia berkata, “Tidak.”  Keduanya berkata lagi, “Atau kami bacakan satu ayat dari Alqur’an kepadamu?”  Ia menjawab, “Tidak.  Kalian yang pergi dari hadapanku atau aku yang akan pergi?”  Akhirnya keduanya keluar.  Ada sebagian orang yang bertanya kepada Beliau, “Wahai Abu Bakar, mengapa engkau tidak mengizinkan mereka membacakan ayat-ayat Alqur’an kepadamu?”  Beliau menjawab, “Sesungguhnya saya khawatir, kalau dia bacakan kepadaku satu ayat mereka menyelewengkannya, dan akhirnya akan berbekas di dalam hatiku.”
  • Salam rahimahullah berkata, “Seorang ahli ahwa’ berkata kepada Ayyub, ‘Saya ingin bertanya mengenai satu kalimat kepada anda.’  Ayyub segera berpaling dan berkata, ‘Tidak perlu, meskipun setengah kalimat, walaupun setengah kalimat.’” (Beliau memberi isyarat dengan jarinya).
  • Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Hati-hatilah kamu, jangan bermajelis dengan orang-orang yang dapat merusak hatimu.  Dan jangan bermajelis dengan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya, karena saya khawatir kamu akan terkena kemurkaan Allah.”
  • Isma’il  Ath-Thusi rahimahullah mengatakan, “Ibnul Mubarak berkata kepadaku, ‘Hendaknya majelismu itu bersama orang-orang miskin, dan berhati-hatilah, jangan kamu duduk bermajelis bersama ahli bid’ah.’”
  • Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Barang siapa yang memuliakan ahli bid’ah berarti dia telah memberikan bantuan untuk meruntuhkan Islam.  Barangsiapa yang tersenyum kepada ahli bid’ah, berarti dia telah menganggap remeh apa yang diturunkan Allah ‘Azza wa Jalla kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Barangsiapa yang menikahkan puterinya dengan  seorang ahli bid’ah, berarti dia telah memutuskan tali (hubungan) silaturahminya (kekerabatan).  Siapa yang mengiringi jenazah seorang ahli bid’ah, dia akan senantiasa berada dalam kemarahan Allah sampai dia kembali.
  • Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Saya lebih suka makan bersama Yahudi dan Nasrani, dan tidak (akan) makan bersama ahli bid’ah.”
  • Abu Musa rahimahullah berkata, “Bertetangga dengan Yahudi dan Nasrani lebih aku sukai daripada bertetangga dengan seorang pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah), karena hal ini akan menyebabkan hatiku berpenyakit.”
  • Abul Jauza’ rahimahullah berkata, “Seandainya tetanggaku dalam satu kampung adalah kera dan babi (Yahudi dan Nasrani), lebih aku sukai daripada ahli ahwa’ (ahli bid’ah) menjadi tetanggaku.  Dan sungguh mereka termasuk yang disebutkan dalam ayat (yang artinya);“Dan jika mereka bertemu kamu, mereka berkata, ‘Kami beriman.’  Dan jika mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jarinya lantaran marah dan benci kepadamu.  Katakanlah, ‘Matilah kamu karena kemarahanmu itu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.’” (Ali-Imran; 119)
  • Artha-ah bin Al Mundzir rahimahullah mengatakan, “Seandainya anakku termasuk salah satu dari orang yang fasik (pelaku dosa besar) lebih aku sukai daripada dia menjadi seorang pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah).”
  • Sa’id bin Jubair rahimahullah mengatakan, “Seandainya anakku berteman dengan orang fasik (pelaku dosa-dosa besar), licik tapi dia Sunni (mengikuti dan mencintai sunnah) lebih aku sukai daripada ia berteman dengan orang yang ta’at dan rajin beribadah namun dia seorang ahli bid’ah.”
  • Imam Al Barbahari rahimahullah berkata, “Jika kamu dapati seorang sunni (Ahlus sunnah) yang jelek thariqah dan madzhabnya, fasik dan fajir (durhaka), ahli maksiat sesat, namun dia berpegang dengan sunnah, bertemanlah dengannya, duduklah bersamanya sebab kemaksiatannya tidak akan membahayakanmu.  Namun jika kamu melihat seseorang rajin beribadah, meninggalkan kesenangan dunia, bersemangat dalam ibadah, tapi mengikuti hawa nafsu (ahli bid’ah), maka janganlah bermajelis atau duduk bersamanya, dan jangan pula dengarkan ucapannya serta jangan berjalan bersamanya di suatu jalan, karena saya tidak merasa aman, boleh jadi kamu akan menganggap baik jalan atau manhaj yang ditempuhnya lalu kamu ikut celaka bersamanya.”
  • Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seorang hamba menghadap Allah dengan segenap dosa kecuali syirik, lebih baik daripada ia menghadap Allah membawa sesuatu berupa hawa nafsu (kebid’ahan).”
  • Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Kuburan Ahli Sunnah yang berbuat dosa besar bagaikan taman, sedang kuburan ahli bid’ah walaupun dia seorang yang zuhud bagaikan jurang (Neraka).  Orang fasik dikalangan ahli sunnah termasuk wali-wali Allah, sedang orang-orang zuhud (ahli ibadah) dari kalangan ahli bid’ah adalah musuh-musuh Allah.
  • Ayyub As Sikhtiani rahimahullah pernah diundang untuk memandikan jenazah, kemudian Beliau berangkat bersama beberapa orang.  Ketika penutup wajah orang itu disingkapkan Beliau segera mengenalinya, Beliau pun berkata, “Kemarilah, uruslah temanmu ini, saya tidak akan memandikannya karena saya pernah melihatnya berjalan dengan seorang ahli bid’ah.”  

oOo

(Disadur bebas dari kitab “Cara Menyikapi Penguasa dan Penyeru Bid’ah”, Syaikh Jamal bin Furaihan Al Haritsi, Terj. Idral Harits. Pust. An-Najiyah, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar