Senin, 07 Agustus 2017

TUDINGAN 'ULAMA AHLUSSUNNAH TERHADAP AHLUL BID'AH (3)


بسم الله الر حمان الر حيم

Sungguh!  Hancurnya bumi ini dengan segala fasilitasnya lebih ringan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla daripada kerusakan Syari'at-Nya.  Karena bumi dengan segala isinya ini hanyalah sarana kehidupan, sedangkan memahami Allah Subhanahu wa Ta'ala, Agama-Nya, dan apa yang disampaikan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam adalah tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. 
Begitu banyak hikmah yang bisa dipetik dari perkataan para ‘Ulama (Manusia-manusia yang berilmu);


  • Ø    ‘Amru bin Qais Al Mula-i rahimahullah mengatakan, “Jika kamu melihat seorang pemuda tumbuh pertama kali bersama ahli sunnah wal jama’ah harapkanlah kebaikannya, namun bila ia tumbuh bersama ahli bid’ah berputus asalah kamu dari (mengharap kebaikan)nya.  Karena keadaan seorang pemuda itu bergantung kepada hal-hal apa yang pertama kali menumbuhkan dan membentuk kepribadiannya.”
  • Ø    Ibnu ‘Aun rahimahullah mengatakan, “Siapa pun yang duduk bersama ahli bid’ah, dia jauh lebih berbahaya bagi kita dibandingklan ahli bid’ah itu sendiri.”
  • Ø    Ibnu Baththah rahimahullah berkata, “Semoga Allah merahmati Sufyan Ats Tsaury, sungguh Beliau telah berbicara dengan al-hikmah, dan alangkah tepat ucapannya itu.  Beliau juga telah berkata dengan ilmu dan ternyata sesuai dengan Alqur’an dan As Sunnah serta apa-apa yang dimaukan oleh hikmah tersebut, sesuai pula dengan kenyataan dan dikenal oleh orang-orang yang mempunyai bashirah, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya),
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaaanmu orang-orang yang bukan golonganmu, (sebab) mereka senantiasa menimbulkaan bahaya bagi kamu dan mereka senang dengan apa yang menyusahkanmu.”  (Ali-Imran; 118)

  • Ø    Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang selalu berprasangka baik (Istihsan) terhadap ahli bid’ah dan menyatakan belum mengetahui keadaan mereka, maka perkenalkanlah ahli bid’ah itu kepadanya.  Kalau dia mengenalnya namun tidak menjauhi mereka dan tidak menunjukkan pengingkaran terhadap mereka, gabungkanlah ia bersama mereka dan anggaplah dia termasuk golongan mereka juga.
  • Ø    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya), “Ruh-ruh itu seperti sepasukan tentara, maka yang saling mengenal akan bergabung dan yang tidak mengenal akan saling berselisih.” (HSR. Al-Bukhari-Muslim).
  • Ø    Dari Al A’masy dari Ibrahim rahimahumullah yang berkata, “Tidaklah dianggap ghibah menceritaakan keadaan (keburukan) ahli bid’ah.”
  • Ø    Al Hasan Al Basri rahimahullah berkata, “Menerangkan keadaan ahli bid’ah dan orang yang berbuat fasik secara terang-terangan bukanlah perbuatan ghibah.”
  • Ø    Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Siapa yang masuk kepada ahli bid’ah, maka tidak ada kehormatan baginya.”
  • Ø    Dari Abi Zaid Al Anshary An Nahwi rahimahullah yang berkata, “Syu’bah mendatangi kami pada waktu turun hujan dan berkata, ‘Hari ini tidak ada (pelajaran) hadits, hari ini adalah hari “ghibah”, marilah kita membicarakan keburukan-keburukan para pembohong itu.’”
  • Ø    Dari Syaudzab, dari Ktsir bin Sahal rahimahumullah yang berkata, “Ahli ahwa (ahli bid’ah) itu tidak mempunyai kehormatan.”
  • Ø    Pengarang buku (Syaikh Al Furaihan) berkata, “Sisi pengambilan dalil dari (kisah-kisah di atas)  sangat jelas sekali.  Karena apabila seseorang mendiamkan permasalahan ahli bid’ah dan tidak menerangkan kebid’ahan mereka, maka dia justru akan membahyakan orang lain yang bodoh (tidak mengerti) sehingga akhirnya mereka (sama-sama) terjatuh ke dalam kebid’ahan.  Dan lebih berbahaya serta lebih pahit lagi dari “diamnya” itu adalah apabila keluar ungkapan-ungkapan pujian dan sanjungan terhadap tokoh ahli bid’ah yang mungkin pada dirinya terlihat (seolah-olah) “keshalihan” dan “ketakwaan”.
  •    Maka siapapun yang mendukung tindakan ahli bid’ah, menghormati tokoh-tokohnya, memuliakan karya-karya mereka, menyebarkannya ditengah-tengah kaum muslimin dan membanggakan serta ikut menyiarkan bid’ah dan kesesatan yang ada di dalamnya, tidak membongkar cacat dan tidak pula menjelaskan penyimpangan aqidah yang terdapat di dalamnya.  Kalau dia melakukan hal ini (dukungan dan pujian tersebut), berarti dia telah meremehkan perkara ini (Syari'at Islam).  Wajib dihentikan kejahatannya itu agar tidak menjalar kepada kaum muslimin.  Oleh sebab itu peringatkanlah (manusia) untuk menjauhi para pemimpin kebodohan, ahli bid’ah ini.  Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan dan para pelakunya.”
  • Ø    Rafi’ bin Asyrasy berkata, “Termasuk hukuman bagi orang yang fasik yang (juga) seorang ahli bid’ah, adalah tidak disebutkannya kebaikan-kebaikan mereka.”
  • Ø    Imam Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, “Maka sesungguhnya golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah mereka diperintahkan untuk menunjukkan permusuhan terhadap ahli bid’ah, menjauhi mereka dan menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang bergabung dengan ahli bid’ah dengan hukuman mati atau yang lebih ringan dari itu.
  • Ø    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun da’i yang mengajak ummat kepada kebid’ahan sangat pantas mendapat hukuman, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.  Hukuman tersebut dapat berupa hukuman mati, dapat pula dengan hukuman yang lain.  Apabila dengan pertimbangan tertentu, seseorang ahli bid’ah belum pantas diberi sanksi atau tidak memungkinkan dijatuhkan hukuman, maka mau tidak mau haruslah dijelaskan kepada ummat tentang kebid’ahan nya dan memperingatkan mereka agar menjauhinya.  Hal ini termasuk salah satu perbuatan  amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”
  • Ø    Dari Abi Qilabah rahimahullah yang berkata, “Tidak ada seorang pun yang mengada-adakan suatu kebid’ahan, melainkan pada suatu sa’at ia akan menganggap halal menghunus pedang (menumpahkan darah kaum muslimin, atau memberontak kepada pemerintah).”
  • Ø    Ayyub rahimahullah biasa menamakan ahli bid’ah itu sebagai khawarij (manhaj sesat).  Beliau mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang khawarij itu (dengan ahli bid’ah) hanya berbeda dalam hal nama dan julukan, namun mereka bersepakat dalam menghalalkan darah kaum muslimin.”

oOo

(Disadur bebas dari kitab “Cara Menyikapi Penguasa dan Penyeru Bid’ah” Syaikh Jamal bin Furaihan Al Haritsi, Terj. Idral Harits, Pust. An-Najiyah, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar