Minggu, 20 Agustus 2017

KENAPA ALLAH MENYESATKAN MANUSIA?

Gambar terkait

بسم الله الر حمان الر حيم

Di dalam buku, “Tafsir Ibnu Qayyim”, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menguraikan Sepuluh Tingkatan Hidayah yang disampaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia.  Mulai dari Tingkatan Hidayah yang diberikan kepada para Rasul, hingga Hidayah yang diberikan kepada manusia biasa, termasuk sebab-sebab kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan mereka;  

Tingkatan keenam; Tingkatan penjelasan yang bersifat umum, yaitu penjelasan kebenaran dan membedakannya dengan kebathilan berdasarkan dalil-dalil, saksi-saksi dan tanda-tandanya, sehingga kebenaran itu seakan-akan menjadi sesuatu yang bisa disaksikan hati, seperti mata yang dapat melihat objek benda secara kasat mata.  Tingkatan ini merupakan hujjah Allah atas makhluk-Nya.  Allah tidak akan mengadzab atau menyesatkan seseorang melainkan setelah kebenaran itu sampai ke dalam hatinya.  Firman Allah (artinya),
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum setelah Allah memberi petunjuk kepada mereka, hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.”  
(QS. At-Taubah; 115)
Penyesatan ini merupakan hukuman dari Allah, setelah Allah memberikan penjelasan kepada mereka, namun mereka tidak mau menerima penjelasan tersebut dan tidak mau mengamalkannya.  Karena itulah Allah menyiksa mereka dengan cara menyesatkan mereka dari petunjuk (jalan yang lurus)Allah sekali-kali tidak menyesatkan seorang manusia pun, kecuali setelah menyampaikan penjelasan ini.
Jika engkau telah mengetahui hal ini, tentu engkau bisa mengetahui rahasia qadar.  Berbagai macam keraguan dan syubhat tentang masalah ini akan sirna dari pikiranmu dan engkau bisa mengetahui hikmah Allah, mengapa Dia menyesatkan orang yang disesatkan-Nya dari hamba-hamba-Nya.  Allah mengungkap masalah ini tidak hanya di satu tempat saja, seperti firman-Nya (artinya),
“Maka tatklala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah palingkan hati mereka.”  
(QS. Ash-Shaf;  5) dan,
“Dan mereka mengatakan, ‘Hati kami tertutup’.  Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafiran mereka.”  
(QS. An-Nisa; 155)
Pada ayat yang pertama disebut kufur ‘inaad (kufur berpaling), dan pada ayat kedua disebut kufur thab’ (kufur penguncian hati)Firman Allah yang lain,
“Dan begitu pula Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka, seperti (seakan-akan) mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.  
(QS. Al-An’am; 110)
Allah menyiksa mereka dengan cara meninggalkan keimanan terhadap Al-Qur’an pada saat seharusnya mereka meyakininya (bertambah yakin).  Caranya;  Allah memalingkan hati dan penglihatan mereka (ke arah lain), sehingga mereka tidak mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya.*]
Perhatikanlah secara seksama masalah ini, karena ia merupakan masalah yang sangat besar.  Firman Allah (artinya),
Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu.  
(QS. Fushilat; 17)
Ini merupakan petunjuk setelah adanya penjelasan dan bukti.  Penjelasan ini merupakan syarat dan tidak sekedar alasan.  Sebab jika tidak disertai petunjuk lain bersamanya, tidak akan terjadi kesempurnaan petunjuk, yaitu petunjuk Taufiq dan Ilham.
Penjelasan ini ada dua macam; *Penjelasan dengan ayat-ayat yang dapat didengar dan dibaca, *Penjelasan dengan  ayat-ayat yang disaksikan dan dilihat (Ayat Kauniyah).  Keduanya merupakan dalil dan ayat-ayat (bukti kekuasaan) tentang Tauhidullah, Asma, Sifat dan Kesempurnaan-Nya serta kebenaran dari apa yang dikhabarkan-Nya.  Karena itulah Allah menyeru hamba-hamba-Nya dengan ayat-ayat-Nya yang bisa dibaca, agar mereka memikirkan ayat-ayat-Nya yang dapat disaksikan (Ayat-ayat Kauniyah).  Allah juga menganjurkan agar mereka memikirkan yang ini dan yang itu.  Karena alasan inilah Allah mengutus para Rasul, menyampaikannya kepada mereka dan kepada para ‘ulama setelah mereka.  Setelah itu Allah menyesatkan siapa pun yang Dia kehendaki.  Allah berfirman (artinya),
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.  Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.  Dan Dialah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”  
(QS. Ibrahim; 4)
Para Rasul yang menyampaikan penjelasan, dan Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan memberi petunjuk pada siapa yang dikehendaki-Nya pula berdasarkan Kekuasaan dan Hikmah-Nya yang Maha tinggi."
Selesai kutipan.

oOo

*]  Sebuah kejadian nyata yang penulis saksikan sendiri di masmedia awal bulan Agustus 2024 di negeri tercinta ini, salah seorang petinggi Ormas Islam terbesar di Indonesia memberikan keterangan kepada media asing, bahwa hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah tidak relevan lagi pada masa sekarang, karena hukum-hukum tersebut dibuat berdasarkan kejadian pada masa itu saja (tidak ada korelasinya dengan masa kini).  Sedangkan saat ini kita menghadapi permasalahan yang berbeda dengan masa lalu.  Sehingga diperlukan standar hukum yang berbeda pula dari keduanya (Al-Qur'an dan As-Sunnah).
Na'udzubillahi min dzalika.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengembalikan beliau ke jalan yang benar (lurus).
Dan, masih melekat kuat pula di ingatan penulis, kejadian yang sama di masa pemerintahan Orde Baru (Presiden Soeharto), menteri Agama pada waktu itu (inisial MS) menyatakan, bahwa sebagian dari ayat-ayat Al-Qur'an ada yang sudah tidak relevan lagi diterapkan pada masa kini.
Tsumma na'udzubillahi.
Ada pula petinggi lain dari Ormas yang sama menyerukan Islam Nusantara - Islam versi Indonesia, yang berbeda dengan agama Islam yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di negeri Arab kepada Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Benar sekali apa yang disebutkan Asy-Syaikh di atas, pada saat seharusnya mereka bertambah yakin dengan kebenaran sumber hukum Islam tersebut (Al-Qur'an dan As-Sunnah) karena telah malang melintang (baca; bulukan) di Ormas Islam, tetapi malah balik meragukan keduanya.

Sungguh, Allah 'Azza wa Jalla Maha Kuasa membolak-balikkan hati setiap manusia sekehendak-Nya.
Laa haula walaa quwwata illa billah.

Betapa mudahnya Iblis laknatullah 'alaihi menggoyang dan menyimpangkan aqidah (keyakinan) mereka dari jalan yang lurus...
Tsumma na'udzubillahi.
(Baca artikel, MASALAH KEIMANAN BUKAN MASALAH SELERA, dan sya'ir SEANDAINYA, serta BATAS TIPIS ANTARA IMAN DENGAN KUFUR)
(pen blog).

(Dikutip dari “Tafsir Ibnu Qayyim”, Syaikh Muhammad Uwais An-Nadwy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar