Rabu, 29 November 2017

HARAMNYA DEMO, MEMPROVOKASI MASA DAN MEMBERONTAK TERHADAP PEMERINTAH MUSLIM


بسم الله الر حمان الر حيم

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan.”  (Al-Hasyr; 2)
Para ‘Ulama Ahlussunnah telah bersepakat tentang haramnya perbuatan Demo, Memprovokasi Masa serta Memberontak terhadap Pemerintah Muslim, meskipun beberapa orang diantara mereka rahimahumullah pernah terjatuh dalam permasalahan ini, akan tetapi hal tersebut seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi berikutnya, dan dapat diambil hikmahnya, bukan untuk ditiru...   
Berikut beberapa Dalil (Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan Perkataan para ‘Ulama yang berkaitan dengan permasalahan ini;
1.      1. Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
Barangsiapa melihat suatu (kemungkaran) yang dia benci pada Pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari Jama’ah (Pemerintah) sejengkal saja, kemudian ia mati, maka matinya (dalam keadaan) Jahiliyah.”  (HR. Al-Bukhari-Muslim)
2.      2. “Sungguh kalian akan melihat (pada para pemimpin) kalian kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran).”  Mereka bertanya, “Apa yang Engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?”  Beliau menjawab, “Tunaikan hak mereka (pemimpin tersebut) dan mintalah hak kalian kepada Allah.”  (HR. Al-Bukhari-Muslim)
3.      3. Sahabat Yang Mulia Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘Anhu berkata (artinya),
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyeru kami, lalu kami pun membai’at Beliau untuk senantiasa mendengar dan ta’at kepada Pemimpin, baik pada saat senang maupun susah, sempit maupun lapang, dan dalam keadaan hak-hak kami tidak dipenuhi, serta agar kami tidak berusaha Merebut Kekuasaan dari Pemiliknya.  Beliau bersabda, “Kecuali bila kalian telah melihat kekafiran yang nyata, sedang kalian memiliki dalil dari Allah tentang kekafirannya,”  (HR. Al-Bukhari-Muslim)
4.      4. Berkata Imam Hasan Al-Basri rahimahullah,
“Sesungguhnya Al-Hajjaj (Penguasa Zhalim) adalah adzab dari Allah, maka janganlah kalian menolak adzab Allah dengan tangan-tangan kalian, akan tetapi hendaklah kalian merendahkan diri karena takut pada-Nya dan tunduk berdo’a, karena Allah Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan sungguh Kami telah timpakan kepada mereka adzab, namun mereka tidak takut kepada Rabb mereka dan tidak pula berdo’a.”  (Al-Mu’minun;  76) (Minhajus Sunnah, 4/315)
5.      5. Berkata Al-Imam Thalq bin Habib rahimahullah,
“Hadapilah fitnah (kekacauan) dengan ketakwaan.”  Maka dikatakan kepada Beliau, “Jelaskan kepada kami secara global apa itu Takwa?”  Beliau menjawab, “Takwa adalah engkau mengamalkan keta’atan kepada Allah berdasarkan Cahaya (Ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau mengharap Rahmat Allah, dan engkau tinggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan Cahaya (Ilmu) dari Allah dalam keadaan engkau takut adzab Allah.”   (Diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Abid Dunya) (Minhajus Sunnah, 4/315)
6.      6. Berkata Al-Imam Ali bin Madini rahimahullah (artinya),
“Barangsiapa yang memberontak kepada salah seorang Pemimpin Kaum Muslimin, padahal manusia telah berkumpul dibawah kepemimpinannya, dengan cara apa saja dia mendapatkan kepemimpinan itu, apakah dengan kerelaan atau dengan paksa, maka orang yang memberontak itu telah merusak Persatuan Kaum Muslimin dan menyelisihi hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika pemberontak itu mati, maka matinya adalah Mati Jahiliyah.”  (Syarhul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah lil Laalikaai, 1/168)
7.      7. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
Para Pembesar Kaum Muslimin melarang dari pemberontakan dan peperangan dalam masa fitnah, sebagaimana Abdullah bin Umar, Said bin Al-Musayyib, Ali bin Al-Hasan dan selainnya melarang kaum muslimin dari pemberontakan terhadap Yazid dimasa Al-Harah.  Sebagaimana juga Al-Hasan Al-Basri, Mujahid dan selainnya melarang dari pemberontakan pada fitnah Ibnul Asy’ats.  Oleh karena itu telah tetap pendapat Ahlus Sunnah, bahwa tidak boleh berperang dimasa fitnah berdasarkan hadits-hadits shohih yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.  Dan Para ‘Ulama terus menyebutkan hal ini di dalam kitab-kitab Aqidah mereka, dan Para ‘Ulama memerintahkan ummat untuk bersabar menghadapi kezhaliman Penguasa dan tidak memerangi mereka, meskipun pernah banyak Ahli Ilmu dan Ahli Ibadah terlibat dalam peperangan dimasa fitnah (tetap saja hal itu salah).  (Minhajus Sunnah, 4/315-316)
8.      8. Berkata Asy-Syaikh Al-‘Allamah Prof. DR. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah,
“Orang yang mengatakan ada perbedaan pendapat ‘ulama dalam masalah pemberontakan terhadap Pemerintah adalah “Pencari Fitnah” bukanlah penuntut Ilmu.” (Rekaman Fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan).
Dan banyak lagi Dalil-dalil lain dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu di dalam artikel ini {Baca juga artikel, TA'ATLAH KEPADA PEMIMPIN, JANGAN DEMO!, dan PERILAKU DAN AKHLAK JAHILIYAH (Masalah ke-3)}.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada Rakyat dan Bangsa Indonesia, agar tidak terjatuh kembali pada kesalahan yang sama.
Meskipun pada awal mulanya mungkin punya niat "baik",
tapi karena pelaksaannya tidak sesuai dengan Aturan dan Tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah, akibatnya kerugian (mudharat) yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada perbaikan (manfaat) yang diinginkan, bahkan tidak jarang terjadi pertumpahan darah serta korban nyawa sia-sia.
"Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki Akal"   


oOo

Senin, 27 November 2017

DUNIA = PENJARA ORANG MUKMIN = SURGA ORANG KAFIR


بسم الله الر حمان الر حيم

“Dunia ini adalah Penjara bagi orang Mukmin dan Surga bagi orang Kafir”  (HR.  Muslim)

Ketika ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ketika itu Beliau tengah berada di atas alas tidur Beliau yang dijahit dari beberapa lembaran daun kurma, tiba-tiba dia (Umar) telah berada di sampingnya, lalu dia menangis.  Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
Dia menjawab, “Wahai Rasulullah, bangsa Persi dan Romawi telah bersenang-senang dengan kenikmatan dunia yang mereka peroleh, sedang Engkau sendiri dalam keadaan seperti ini?"  Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Wahai ‘Umar, sesungguhnya orang-orang itu adalah kaum yang kebaikan mereka disegerakan di kehidupan dunia.”  (HR.  Al-Bukhari)
(Baca juga Puisi, Inilah DUNIA)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menerangkan dalam kitab “Tafsiir Al-Qur’anil Kariim”
"Bahwa orang-orang kafir itu telah dihukumi dengan kenikmatan yang mengelilingi mereka (sebagai pengikat / belenggu hati mereka, agar bertambah-tambah dosa mereka, pen.).  Dan jika mereka meninggal dunia dan langsung mendapatkan adzab, maka yang demikian itu akan lebih parah dan lebih pedih (lebih menyakitkan akibatnya, pen.) bagi mereka.  Sebab, sewaktu mereka meninggalkan dunia ini hati mereka masih terpaut erat padanya dan masih ingin bersenang-senang dengannya, pada saat itulah ditimpakan adzab (dengan tiba-tiba, pen.) pada mereka.  Kita berlindung kepada Allah 'Azza wa Jalla dari keadaan yang benar-benar merugikan dan mengerikan ini.
Dan disebutkan dari Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah, yang merupakan salah seorang Hakim di Mesir.  Pada suatu hari dia berpapasan dengan seorang Yahudi Penjual Minyak.  Dan dia telah menjual minyaknya, pakaiannya pun telah kotor.  Hakim Mesir itu berada di atas gerobak yang ditarik dengan kuda, sedangkan orang-orang berjejer di sekitarnya, baik di sebelah kanan maupun di sebelah kirinya.  Lalu orang Yahudi itu menghentikannya seraya berkata, “Wahai Hakim, bagaimana Engkau bisa hidup dengan keadaan seperti itu, sedangkan aku dalam keadaan seperti ini, sementara Rasul kalian mengatakan, ‘Dunia ini penjara bagi orang Mukmin dan Surga bagi orang Kafir.’”
Maka Ibnu Hajar Asqalani rahimahullah mengatakan kepadanya, Nikmat yang aku rasakan di dunia adalah penjara jika dibandingkan dengan kenikmatan orang Mukmin di Akhirat kelak.  Dan kelelahan serta cobaan yang engkau rasakan (di Dunia) laksana Surga jika dibandingkan dengan adzab Akhirat.  Oleh karena itu engkau sekarang tengah berada di Surga, karena engkau akan berpindah kepada adzab yang tidak pernah engkau bayangkan sebelumnya.”
Mendengar Ibnu Hajar mengatakan hal tersebut, orang Yahudi itu berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.”  Maka dia pun memeluk Agama Islam.
Dengan demikian, orang-orang yang bersenang-senang dengan kenikmatan mereka di dunia pada hakikatnya adalah kesengsaraan dan adzab, sekalipun tubuh-tubuh mereka menikmatinya.  Tetapi kebanyakan dari ummat manusia lalai (tidak mengetahui) akan hal itu.  Sayangnya, penyakit ini telah pula merembet ke kalangan kaum Muslimin, sehingga kebanyakan Kaum Muslimin sekarang ini tidak mengejar kecuali kenikmatan ini, yakni kenikmatan dunia serta dalam keadaan lalai terhadap kenikmatan Akhirat.  Oleh karena itu, Engkau  akan mendapati mereka senantiasa berbicara tentang Kemewahan, Kenikmatan, Senda-gurau dan semacamnya, seakan-akan mereka tidak diciptakan kecuali hanya untuk itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),
"Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.  Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir."  (At-Taubah (9);  55)
(Baca juga artikel tentang, NIKMAT).
Dan ini merupakan penghalang yang paling besar yang menghalangi seseorang dari Agamanya, dimana hatinya bergantung pada dunia dan tidak melihat, kecuali bersenang-senang dengan kenikmatan dunia.  Dan kita tidak mengingkari bahwa seseorang mendapatkan kenikmatan dunia yang dia pergunakan untuk kepentingan akhirat, bahkan jika dunia dijadikan sebagai perantara untuk mendapatkan kenikmatan Akhirat, maka yang demikian itu adalah yang sebenarnya dan dibenarkan dalam Agama.  Akan tetapi yang kita ingkari adalah jika manusia menjadikan dunia itu sebagai keinginan terbesarnya, seakan-akan dia diciptakan hanya untuk dunia saja.  Dan ini merupakan bagian dari kekurang-pahamannya terhadap Agama, juga kekurangan akalnya.  Bagaimana Anda akan menjadikan diri dan kehidupan Anda yang sangat berharga ini hanya untuk mengurus urusan yang tidak berarti (remeh) dan tidak kekal?  Allah Ta’ala berfirman seraya mengingkari Kaum Hud ‘alaihissalam (artinya), “Dan kalian membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kalian kekal (di dunia).”  (Asy-Syu’araa;  129).
Dengan demikian, Engkau tidak akan pernah kekal,  lalu bagaimana Engkau akan menjadikan lintasan yang menjadi tempat Engkau hidup ini sebagai harapan terbesar bagi dirimu?  Padahal Engkau tidak mengetahui kapan Engkau akan meninggalkannya.  Setiap orang yang bermewah-mewahan itu tidak menyadari kapan ia akan mati, sementara dia mengetahui bahwa ia akan kekal di Akhirat- jika memang ia beriman kepadanya.  Meski demikian, dia berbuat untuk dunia (memakmurkannya), padahal dia diciptakan bukan untuk tujuan itu, dan meninggalkan Akhirat yang dia diciptakan untuknya."
Demikian pembahasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah


oOo

Jumat, 24 November 2017

ZAMAN FITNAH & CARA MENYIKAPINYA


بسم الله الر حمان الر حيم


APA ITU FITNAH?
Fitnah dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti; “Perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).  Merupakan perbuatan yang tidak terpuji”  (KBBI)

Menurut Bahasa Arab
Para Ahli Bahasa Arab menjelaskan, bahwa dalam kata FITNAH terkandung makna UJIAN dan Upaya untuk menyingkap sesuatu.  Oleh karena itu kata Fitnah pada asalnya digunakan untuk pengujian kadar keaslian emas atau untuk membedakan emas yang asli atau palsu dengan cara dimasukkan kedalam api yang panas.

Beberapa Makna Fitnah yang Tertera dalam Al-qur’an dan As-Sunnah;
1.       1. Perbuatan Syirik dan Kekufuran (Baca Artikel, SYIRIK).
2.       2. Ujian dan Cobaan dalam Kehidupan Manusia dan Jin.
3.       3. Dosa-dosa yang diperbuat oleh Manusia dan Jin.
4.       4. Pembunuhan, Peperangan.
5.       5. Berpaling dari Jalan yang Lurus (Baca juga artikel, JALAN YANG LURUS).
6.       6. Musibah, Penyakit menular, Kekacauan, Adzab.  
7.       7. Dan lain-lain sebagainya (tergantung konteks kalimat dan petunjuk-petunjuk / qarinah yang ada).

TANDA-TANDA ZAMAN FITNAH
Diantaranya;
1.       1. Manusia Mengangkat Para Pemimpin Mereka dari Kalangan Orang-Orang yang Bodoh (tentang Agama Mereka). 
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Sesungguhnya Allah tidak mengambil Ilmu dengan mencabutnya begitu saja dari hamba-hamba-Nya.  Akan tetapi Dia mengangkat Ilmu dengan cara mematikan Para ‘Ulama.  Sehingga apabila tidak ada seorang pun yang ‘Alim, niscaya manusia akan mengangkat Pemimpin-pemimpin yang bodoh.  Ketika ditanya, mereka akan berfatwa tanpa Ilmu, akibatnya mereka jadi sesat dan menyesatkan.”  (HSR.  Al-Bukhari dan Muslim)
2.       2. Kaum Muslimin Mengikuti / Meniru-niru Gaya Hidup Orang-Orang Yahudi dan Nasrani
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Sesungguhnya kalian akan mengikuti cara hidup orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga jika mereka masuk ke lubang dhab (sejenis kadal), pasti kalian akan mengikutinya.  Kami bertanya, ’Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud Yahudi dan Nasrani?’  Beliau menjawab, ‘Maka siapa lagi kalau bukan mereka’”  (HSR.  Al-Bukhari dan Muslim)
3.       3. Datangnya Zaman yang Penuh Tipu Daya
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Akan datang suatu masa yang menipu, dimana para Pendusta dibenarkan, orang-orang yang Jujur di dustakan, Para Penghianat diberi Amanat dan orang-orang yang Amanat dianggap Penghianat.  Dan dimasa itu Ruwaibidhah berbicara.  Lalu dikatakan, ‘Siapakah Ruwaibidhah itu?’  Beliau menjawab, Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan umum (umat)”  (HR. Ibnu Majah)
4.       4. Manusia Tidak Peduli Lagi Tentang Halal dan Haram
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Sesungguhnya akan datang kepada manusia suatu zaman, dimana seseorang sudah tidak memperdulikan lagi tentang harta yang ia dapatkan, apakah dari hasil yang Halal atau dari yang Haram.”  (HSR.  Al-Bukhari)
Dan lain-lain sebagainya.

CARA MENYIKAPI / SOLUSINYA
Berpegang teguh kepada Al-qur’an dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman para Sahabat radhiyallahu anhuma, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Telah aku tinggalkan bersama kalian, jika kalian berpegang teguh padanya, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya sepeninggalku, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.”  (Hadits Hasan Riwayat Imam Malik, dan Imam Hakim)

KEUNTUNGAN BERPEGANG TEGUH KEPADA  AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH
1.       Digolongkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada “Ahlul Hidayah Sejati”
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar."  
(QS. Al-Hujurat;  15), dan
“...Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummiy (buta huruf) yang beriman kepada Allah dan kepada Kalimat-Kalimat-Nya (Kitab-Kitab-Nya) dan ikutilah Dia (Muhammad), agar kamu mendapat Petunjuk.  
(QS. Al-A’raaf (7);  158).  Dan banyak lagi Dalil yang lainnya.
2.       Akan Mendapatkan Ganjaran Pahala yang Besar
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya dibelakang kamu ada hari-hari yang penuh dengan kesabaran.  Pada saat itu orang-orang yang berpegang dengan apa yang kalian pegangi akan mendapatkan ganjaran pahala sebanyak 50 (limapuluh) orang dari kalian.  Mereka bertanya, ‘Wahai Nabiyullah, ataukah mendapat pahala limapuluh orang dari mereka?’  Beliau menjawab, ‘Bahkan pahala limapuluh orang dari kalian!’”  (Silsilah Hadits Shahih Syaikh Al-Albani No. 494)
3.       Terhindar dari Kehinaan dan Kehancuran
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah ia dan apa saja yang aku perintahkan kerjakanlah ia semampu kalianSesungguhnya hancurnya kaum sebelum kalian adalah disebabkan mereka banyak bertanya dan menyelesihi Nabinya.”  (HSR.  Al-Bukhari dan Muslim),
“...Dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang yang menyelisihi perintahku.  Barangsiapa yang mencontoh suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum itu.”  (HR.  Ahmad, Shahihul Jaami’  Syaikh Al-Albani no. 2831)
4.       Terjaga dari Pengaruh Kelompok-Kelompok Sesat
“...Maka barangsiapa diantara kalian yang hidup serpeninggalku nanti niscaya akan melihat perselisihan yang banyak.  Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khalifah sepeninggalku, peganglah sunnah itu dan gigitlah ia dengan gerahammu dan hati-hatilah dengan urusan yang diada-adakan dalam Agama ini, karena sesungguhnya setiap yang diada-adakan itu adalah Bid’ah dan setiap Bid’ah itu adalah kesesatan.”  (HSR.  Abu Daud)
5.       Digolongkan kepada Umat Rasulullah yang Beruntung
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Islam itu pada mulanya adalah Asing dan ia akan kembali lagi menjadi Asing sebagaimana awal kedatangannya.  Maka beruntunglah bagi mereka yang asing itu.’”  (HSR. Muslim)


oOo

Senin, 20 November 2017

INGIN SELAMAT? IKUTI PETUNJUK!


بسم الله الر حمان الر حيم

Rahmat, Karunia, dan Nikmat terbesar yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke muka bumi ini adalah diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seluruh umat manusia dengan membawa Petunjuk Hidup yang Lengkap dan Sempurna dari-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi Rahmat bagi Semesta Alam.”  (Al-Ambiya (21);  107)
“...Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti Petunjuk.”  (Thoha(20);  47)
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa Petunjuk dan Agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua Agama, meskipun orang-orang musyrik membencinya.”  (At-Taubah (9);  33)

CIRI-CIRI MANUSIA YANG MENGIKUTI PETUNJUK;
1.       1. Lapang Dadanya untuk Memeluk Islam
Firman Allah ‘Azza wa Jalla (yang artinya),
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan Petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk memeluk Islam.  Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.  Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”  (Al-An’am (6);  125)
2.       2. Tidak  Menyekutukan Allah dengan Sesuatu apapun dalam Beribadah kepada-Nya
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barang siapa yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.”  (An-Nisaa’ (4);  116)
(Baca artikel, SYIRIK)
3.       3. Tidak Melakukan Suatu Perbuatan yang Membatalkan ke-Islamannya
(Baca Artikel, SEPULUH PEMBATAL KEISLAMAN)
Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya),
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman, (padahal) mereka telah mengakui bahwa Rasul (Muhammad) itu benar-benar Rasul, dan keterangan-keterangan (pun) telah datang kepada mereka?  Allah tidak menunjuki orang-orang yang zhalim.”  (Ali-Imran (3);  86)
4.       4. Tidak Munafik, yaitu Orang-Orang yang Menampakkan Ke-Islamannya secara Lahiriyah, tetapi Menyimpan Sesuatu yang Mengganjal (kekufuran) di Dalam Hatinya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Maka mengapa kamu terpecah menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang Munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan usaha mereka sendiri?  Apakah kamu bermaksud memberikan petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan AllahBarang siapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan jalan untuk memberikan petunjuk.”  (An-Nisaa’ (4);  88)
5.       5. Tidak Menentang Rasul dan Para Sahabat Beliau dalam Menjalankan Syariat Islam
“Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang Mukmin, Kami biarkan dia bergelimang dalam kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”  (An-Nisaa’ (4);  115)
(Baca artikel, MENJADIKAN RASUL SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN MERUPAKAN SYARAT WAJIB IMAN, serta artikel EMPAT SYARAT SYAHADAT MUHAMMAD RASULULLAH)
6.       6. Tidak Sombong (Menolak Kebenaran dan Merendahkan Manusia)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.  Jika mereka melihat tiap-tiap Ayat-Ku mereka tidak beriman kepada-Nya.  Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk mereka tidak mau menempuhnya.  Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan Ayat-Ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya.”  (Al-A’raaf (7);  146)
7.       7. Lebih Mengutamakan Islam dan Sunnah Rasul-Nya daripada yang Lainnya (Adat-istiadat, Budaya, Warisan Nenek Moyang, Akal, perasaan manusia, Politik, Organisasi dan lain-lain)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Apabila dikatakan kepada mereka, ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’.  Mereka menjawab, ‘Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati Bapak-Bapak (Nenek Moyang) kami melakukannya.’  Dan apakah mereka itu akan mengikuti juga Nenek Moyang mereka itu walaupun tidak mengetahui apa-apa dan tidak mendapat Petunjuk?”  (Al-Maidah(5);  104)
(Baca juga artikel tentang "Ce-i... Ci+eN, Te-a... Ta, Cinta").
8.       8. Tidak Memperturutkan Hawa-Nafsunya dalam Beragama
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan diantara manusia dengan adil dan Janganlah kamu mengikuti Hawa Nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.  Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan.”  (Shaad (38);  26)
(Baca artikel, CELAAN TERHADAP NAFSU)

Kesimpulan
Barangsiapa yang menerima dan mengamalkan syari'at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya secara Lahir maupun Bathin, maka ia termasuk manusia yang dikehendaki Petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.  Dan, barangsiapa yang berat untuk menerimanya bahkan menolak, berarti Allah ‘Azza wa Jalla hendak menyesatkannya, dan telah menyediakan adzab yang besar. 

Renungan
"Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu ibarat Perahu Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya maka ia selamat, dan barangsiapa yang enggan, maka ia akan binasa."  ('Ulama) 

oOo

Kamis, 16 November 2017

MANHAJ


بسم الله الر حمان الر حيم

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala;
لكل جعلنا منكم شرعة و منهاجا
"Likullin ja'alnaa minkum syir'atan wa minhaa Jan"
"Dan, Kami jadikan untuk masing-masing kalian Syari'at dan Minhaj."  
(QS. Al-Maidah;  48)

Manhaj atau Minhaj (jamak), adalah metode atau cara yang digunakan seseorang untuk Memahami dan Mengamalkan  Syari’at Islam.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu menerangkan, bahwa maknanya adalah Sunnah itu sendiri, merupakan jalan yang ditempuh dan sangat terang (jelas).
Penjelasan yang sama dijelaskan oleh Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya.
Manhaj yang benar (lurus) adalah manhaj / pemahaman yang mengacu kepada Tiga Generasi Terbaik Islam Sepanjang Zaman {Generasi Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (radhiyallahu 'anhuma), Generasi Taabi’in dan Generasi Tabi’ut Taabi’in (rahimahumullah)}.  Yang telah diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala,
"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah..." 
(QS. Ali-Imran; 110).
Karena itulah satu-satunya Manhaj (Metode) yang benar, dapat diterima dan dipahami Fitrah awal penciptaan umat manusia yang masih murni, terbebas dari segala bentuk penyimpangan (kesesatan).
Kajian tentang Manhaj yang lurus (benar) dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ini terasa begitu penting dan sangat mendesak, karena terpecahnya pemahaman umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Agama Islam menjadi 73 Golongan / Hadits Iftiraqul UmmahSementara yang "direkomendasikan" (diridhai) oleh Allah ‘Azza wa Jalla hanya 1 (satu) golongan saja.
Sebagaimana Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
"Yahudi telah terpecah menjadi 71 (tujuhpuluh satu) golongan - semuanya masuk Neraka, kecuali satu.  Nashara telah terpecah menjadi 72 (tujuhpuluh dua) golongan - semuanya masuk Neraka, kecuali satu.  Dan, umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuhpuluh tiga) golongan - semuanya masuk Neraka, kecuali satu.
Maka, ada Sahabat yang bertanya, 'Siapa golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?'
Maka, Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Golongan yang mengamalkan apa yang aku amalkan, dan para sahabatku pada hari ini.'
Dalam riwayat lain, 'Golongan yang selamat itu adalah Al-Jama'ah.'"
(HR.  Tirmidzi, no. 2641), dan hadits;
"Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuhpuluhdua) golongan dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuhpuluhtiga) golongan.  Yang 72 (tujuhpuluhdua) golongan akan masuk Neraka, dan satu golongan akan masuk Surga, yaitu Al-Jama'ah." 
(HR. Abu Daud), dan hadits;
“Sebaik-baik (generasi umat) manusia adalah kurun-ku (generasi Sahabat), kemudian yang setelahnya (generasi Tabi’in), kemudian yang setelahnya (generasi Tabi’ut Tabi’in)”  (HSR. Al-Bukhari-Muslim).
Tuntutan akan pemahaman Manhaj yang benar dan lurus tersebut semakin terasa karena ngambangnya informasi yang beredar di tengah-tengah kaum Muslimin di berbagai belahan dunia, akibat pendapat-pendapat pribadi orang-orang (tokoh masyarakat, Ormas) / para Da'i yang dianggap orang awam memahami ajaran Agama, yang mereka sandarkan kepada Islam secara gegabah, tanpa dalil yang shahih (benar) dan rajih (kuat) dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah, atau Ijma' (kesepakatan) Salafus Shalih, padahal sejatinya mereka adalah ‘Ulama Suu’ (‘Ulama yang buruk pemahamannya tentang Syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dengan ilmunya mereka menginginkan kenikmatan dunia serta kedudukan yang terpandang di masyarakat).
{Baca juga artikel, JAUHILAH DUA TIPE MANUSIA}.
Kengambangan informasi yang telah beredar luas di tengah-tengah masyarakat Muslim itu diperparah lagi dengan berbagai kepentingan pribadi, kelompok, politik, atau golongan tertentu, yang lebih didahulukan daripada membela (menegakkan) kebenaran (al-haq).  Lengkaplah sudah persoalan Agama umat Islam.    

CAKUPAN MANHAJ  YANG BENAR (LURUS);
Para ‘Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah telah bersepakat, bahwa kebenaran itu hanya satu dan padu, baik yang menyangkut urusan dunia maupun Akhirat mereka, yaitu apa-apa yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi-Nya, serta Ijma' (kesepakatan) Salafus Shalih ('Ulama Ahlussunnah) yang meliputi persoalan Aqidah, Tauhid, Iman, Manhaj,  Metode Da’wah, dan berbagai;  "Persoalan Pokok (Ushul); Yang meliputi Ilmu tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah, Ijma' 'Ulama, Perkataan Para Sahabat, maupun Cabang (Furu’); Apa-apa yang dipahami dari Ilmu Dasar (Pokok), yang memberikan bimbingan kepada akal, sehingga mampu memahami apa yang seharusnya dipahami." (Ibnu Qudamah rahimahullah) Yang telah ditetapkan secara Tauqifiyah (baku / berdasarkan Wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik yang bersumber dari Al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
(Baca juga artikel, JALAN YANG LURUS)  
Tidak diperkenankan adanya perselisihan (perbedaan pendapat) pada masalah-masalah yang telah ditetapkan secara Tauqifiyah ini, hanya karena tidak mencocoki kondisi zaman (Fiqhul waqi' / Kondisi kekinian), akal dan perasaan manusia, karena hal-hal yang telah ditetapkan secara Tauqifiyah ini juga jadi Standar Acuan para ‘Ulama Jarh wa Ta’dil (Kritikan dan Pujian) utamanya, dan disiplin ilmu lainnya (Ahlul Hadits) guna mengembalikan ajaran Syari’at Islam pada kemurniannya.  Sehingga, setiap persoalan yang muncul di tengah kaum Muslimin dapat didudukkan secara Adil dan Proporsional, tidak menimbulkan bias yang mengakibatkan pecahnya pemahaman umat Islam terhadap Agama mereka.
(Baca artikel, Biografi Syaikh DR. Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, sebagai Pemegang Bendera Jarh wa Ta'dil)
Sebab, bila tidak demikian dengan "bebasnya" setiap orang akan mengaku Ahlussunnah wal Jama'ah, tanpa merujukkan Aqidah dan Amal Ibadah mereka kepada Nara Sumber ('Ulama) yang lebih jernih Ilmu, Aqidah dan Dakwah mereka.
Di sini terlihat betapa pentingnya peran 'ulama Jarh wa Ta'dil, sebagaimana perkataan Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany rahimahullah,
"Seandainya bukan karena keberadaan ('ulama Jarh wa Ta'dil) semacam ini, niscaya para manusia pendusta akan (leluasa) mempermain-mainkan As-Sunnah.  Yang ma'ruf akan bercampur aduk dengan yang mungkar, dan tidak jelas lagi mana kebenaran, dan mana kebathilan (kesalahan)."
(Daf'ur Ribah, hal. 53)

Apalagi dalam Agama Islam yang menjadi dasar penilaian utama terhadap segala sesuatu adalah hakikatnya (hujjah), bukan nama.  Sebagai contoh sederhana, nama boleh saja "Pekerja Seks Komersial", "Wanita Tuna Susila", "Kupu-kupu Malam" atau "Cabe-cabean", tetapi hakikatnya tetap saja "Pelacur", dan banyak lagi contoh-contoh lain.
Meskipun bukan merupakan 'aib - bahkan kewajiban bagi setiap individu Muslim menisbatkan dirinya kepada Manhaj Ahlussunnah, karena itulah Hakikat Kebenaran yang sebenarnya.  Akan tetapi, merujukkan Aqidah (keyakinan), Manhaj, Metode Dakwah dan Amal-Ibadah seseorang kepada sumber yang "jernih" (para 'ulama yang ahli, lebih mengetahui duduk persoalannya) lebih utama daripada sekedar pengakuan.  Dan, ke sanalah al-wala' (loyalitas) suharusnya ditujukan, sekaligus berlepas diri (al-bara') dari berbagai bentuk penyimpangan dan kesesatan.  Sebab, ketundukan hati terhadap semua perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya (kebenaran), itu jauh lebih berharga di sisi Allah 'Azza wa Jallla daripada sekedar "ketundukan anggota Jawarih" (Ibadah Fisik), dan membela "Bendera Kelompok" (Hizbiyyah).  Sebagaimana yang difirmankan Allah 'Azza wa Jalla di dalam Al-Qur'an (artinya),
"Yang menjadikan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.  Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."  
(QS. Al-Mulk (67);  2), dan
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, ialah ucapan 'kami mendengar dan kami patuh.'  Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."  
(QS. An-Nuur (24);  51), dan
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin, dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.  Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata."  
(QS. Al-Ahzaab (33);  36)       
Dengan jelas dan tegas Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan pada ayat-ayat di atas, bahwa Dia Subhanahu lebih mendahulukan aspek kualitas / kepatuhan / ketundukan (menjaga kemurnian Agama, Iman, dan Amal) daripada kuantitas (banyaknya jumlah / pengikut)?  
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an maupun Hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbicara tentang kualitas Iman. 
Jadi, bila setiap individu maupun kelompok yang bernaung di bawah bendera Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) mau mengacu pada para 'ulama (nara sumber) yang "Lebih Jernih", "Lebih berkompeten (lebih dekat pada kebenaran)", baik Ilmu, Aqidah, Manhaj dan Dakwah mereka, dengan mengenyampingkan semua kepentingan pribadi dan kelompok, diharapkan dapat memperkecil bias (perpecahan) tersebut, kendati telah menjadi Sunnatullah Rabbul 'Izzati akan terjadi perpecahan umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Wallahul muwaffiq".    


Renungan
"Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan (lebih mengetahui), jika kalian tidak mengetahui."  
(QS. An-Nahl;  43)

"Murnikanlah Agama-mu, niscaya cukup bagimu dengan amalan yang sedikit."  
(Makna Al-Hadits) 

oOo

Sabtu, 11 November 2017

S Y I R I K


بسم الله الر حمان الر حيم

A.       DEFINISI
Syirik adalah menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam salah satu hak dari hak-hak Allah yang menjadi kekhususan bagi-Nya. 
Atau beribadah kepada makhluk sebagaimana (disamping) beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. 
Atau mengagungkan sesuatu sebagaimana mengagungkan Allah.  Dan memberikan salah satu hak-hak Uluhiyyah (Penyembahan / Peribadatan) dan Sifat Rubbubiyyah (Menciptakan, Memiliki, Mengatur, Menentukan Hukum dll., pen.) Allah kepada makhluk.

B.       PEMBAGIAN SYIRIK
I. Syirik Besar
II.  Syirik Kecil
·         Syirik Besar, yaitu menjadikan tandingan-tandingan selain Allah, menyamakannya dengan Rabb Alam Semesta
·         Syirik Kecil, yaitu segala sesuatu yang dinyatakan dalam Nash bahwa perbuatan tersebut Syirik, tetapi tidak sampai pada tingkatan Syirik Besar, atau sarana-sarana yang bisa mengantarkan seseorang kepada Syirik Besar.



C.       CONTOH-CONTOH PERBUATAN SYIRIK
            
            SYIRIK BESAR
1.       Menyembelih qurban untuk selain Allah.
2.       Nadzar (meniatkan suatu amalan, pen.) untuk selain Allah.
3.       Thawaf di kuburan dan berdo’a (memohon) kepada ahli kubur (penghuni kubur, pen.)
4.       Berdoa kepada orang-orang yang telah mati dan kepada sesuatu yang ghaib (mis. Jin, Malaikat, dll, pen.) sebagaimana berdoa kepada Allah.
5.       Mencintai selain Allah seperti mencintai Allah.
6.       Takut kepada selain Allah seperti takutnya kepada Allah.
7.       Berlindung dan memohon pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang hanya mampu dilakuklan oleh Allah (mis. Memohon / meminta pertolongan Dukun / Paranormal / Supra Naturalist, Jin untuk mendapatkan (mempertahankan) Jabatan, Rezeki, Jodoh, Hujan, Keamanan dll, pen.)  
8.       Menjadikan hamba-hamba Allah sebagai perantara antara dia dengan Allah, ia berdoa dan bertawakal (menggantungkan diri) kepadanya.
(Baca juga artikel tentang SEPULUH PEMBATAL KEISLAMAN)

SYIRIK KECIL
1.       Bersumpah dengan selain Allah (termasuk bersumpah Atas Nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ed.)
2.       Mengangungkan makhluk yang tidak sampai pada tingkataan ibadah
3.       Mengalungkan jimat dengan anggapan bahwa ia dapat menjadi sarana untuk menolak a’in (Penyakit kena mata) dan hal-hal buruk lainnya.

D.       PERBEDAAN ANTARA SYIRIK BESAR DENGAN SYIRIK KECIL
1.       Berbeda dalam Defenisinya.
2.       Orang yang melakukan Syirik Besar dihukumi telah keluar dari Agama Islam dan kekal di dalam Neraka, sedangkan Syirik kecil tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.
3.       Syirik Besar menghapus seluruh amal kebaikan (pahala) seseorang, sedangkan Syirik Kecil hanya menghapuskan pahala amalan tertentu saja (yang berkaitan dengannya, pen.).
4.       Dosa Syirik Besar tidak diampunkan oleh Allah kecuali dengan taubat yang sungguh-sungguh.  Adapun Syirik Kecil terdapat perbedaan  (pendapat ‘Ulama, pen.), namun yang benar bahwa ia dibawah kehendak Allah, apakah akan diadzab atau diampuni-Nya - wallahu a’lam.

Kaidah-Kaidah yang Menetapkan  Syirik Kecil
1.       Dijelaskan dengan Nash seperti Hadits;  “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah Syirik Kecil”
2.       Datang dengan lafaz Nakirah (umum), seperti; “Sesungguhnya ruqyah(1), tamimah(2), dan tilawah(3) adalah syirik”.
3.       Sesuatu yang dipahami oleh Para Sahabat bahwa ia adalah Syirik Kecil.  Karena merekalah Generasi yang paling paham tentang makna Nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.

E.        SEBAB-SEBAB TERJADINYA KESYIRIKAN
1.       Kebodohan (terhadap Ilmu Agama, pen.).
2.       Ujub (Bangga pada diri sendiri, pen.) dan pengagungan terhadap sesuatu.
3.       Cenderung kepada perkara-perkara yang bersifat Material.
4.       Hawa Nafsu dan Syahwat (yang diperturutkan, pen.)
5.       Taklid Buta pada Nenek Moyang.
6.       ‘Ulama Suu’  (‘Ulama yang buruk) dan kebodohan Ahli Ibadah (tentang Ilmu Syar’i)
7.       Mengikuti Taghut, hal-hal yang akan merusak kemurnian Ibadah kepada Allah (Tauhidullah)
8.       Cinta Harta, Pujian, dan Wibawa / Kebesaran, Kekuasaan.
9.       Kesombongan (Terutama mendustakan Kebenaran dan merendahkan orang lain, pen.)
10.   Tidak adanya perhatian yang besar dalam berdakwah kepada Allah (Memurnikan Tauhid, pen.) dan Amar Ma’ruf - Nahi Munkar (Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, pen.)

F.        BAHAYA SYIRIK
Syirik merupakan bahaya yang sangat besar, diantaranya;
1.       Merupakan penyebab utama masuknya seseorang ke dalam Neraka dan kekal di dalamnya.
2.       Sebab terbesar diharamkannya Surga bagi pelakunya.
3.       Sebab terbesar gugurnya amalan seseorang (tidak diterima, pen.).
4.       Syirik dapat memadamkan Cahaya Fitrah Manusia.
(Baca artikel, APA ITU FITRAH?)
5.       Penyebab kesengsaraan (penderitaan) di dunia (Khususnya hati, pen.)
6.       Syirik menghancurkan Harga Diri dan Akhlak yang Mulia.
7.       Penyebab perpecahan dan permusuhan.
8.       Penyebab kemunduran dalam berbagai medan (mis. Jihad, Dakwah, Kemunduran kualitas ummat Islam dll., pen.).
9.       Penyebab kekalahan dan mudah di kuasai oleh musuh.
---

(1)             Ruqyah (jampi-jampi, doa) diizinkan selama penggunaannya terbebas dari hal-hal yang mengandung kesyirikan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan keringanan dalam hal ruqyah ini.
(2)             Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal (menolak) pengaruh Jin / Syaithan.
(3)             Tiwalah adalah sesuatu yang digunakan untuk menjadikan seorang isteri mencintai suaminya atau sebaliknya (pelet).

oOo


(Dari Kitab “Ringkasan Tema-Tema Islam Sehari-Hari”, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, dengan sedikit tambahan.)

Selasa, 07 November 2017

Inilah DUNIA


بسم الله الر حمان الر حيم

Siapa yang belum kenal dunia?
Inilah dunia, jangan salah lagi...

Buka matamu lebar-lebar 
Perhatikan jalan mana saja yang pernah ditempuh para pengunjung dunia  
Adakah mereka mengambil sesuatu yang dapat mereka bawa ke dalam kuburnya?  Atau, hanya sekedar singgah - lalu berlalu tanpa membawa dan meninggalkan kesan apa-apa?  Ataukah, mereka mengambil banyak-banyak dari sesuatu yang akan mereka buang dan tinggalkan?

Bukalah matamu lebar-lebar... perhatikan manakah arah Timur dan Barat yang sebenarnya, mana arah Utara dan mana pula arah ke Selatan
Jangan-jangan matamu hanya mengikuti timbul dan tenggelamnya matahari saja sejak dirimu diciptakan... 
Padahal setiap hari dia tersungkur di bawah ‘Arsy Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon idzin untuk kembali lagi esok hari  
Ataukah, memang kedua matamu selalu kalah dari bayang-bayang yang senantiasa memata-mataimu?

Bukalah matamu lebar-lebar 
lebih lebar lagi dari mata yang ada di hatimu dan yang ada di kakimu  
Perhatikan lagi dengan seksama... kenapa kebanyakan manusia hanya meniti jalan yang pernah ditempuh oleh Nenek-moyang mereka? 
tanpa bersuluh cahaya di atas cahaya yang tak akan pernah padam sekalipun telah tertimbun tanah...

Bukalah matamu lebar-lebar... 
Lebih lebar lagi dari mata yang ada di hatimu dan kepalamu 
Pernahkah engkau menyaksikan perlombaan yang tak akan pernah diikuti oleh orang-orang yang berakal sepanjang hidupnya?  Padahal engkau tidak perlu repot membeli karcisnya... 
Giring saja kedua bola di matamu - lalu paculah pikiranmu 

Bukalah pikiranmu lebar-lebar... lebih lebar lagi dari samudera yang membentang luas menutupi permukaan bumi ini 
Pernahkah engkau memikirkan kenapa manusia enggan mendulang hikmah dan merajut fitrah mereka disaat-saat sepi? 
Kenapa mereka enggan mendaki-menggapai puncak - lalu melihat lautan manusia yang ada di bawah kakinya?

Selamilah jiwamu dalam-dalam 
Ya, dalam sekali...  lebih dalam lagi dari lautan yang paling dalam...  Medali manakah yang engkau incar dari 100 yang disediakan?  Ataukah, engkau sibuk mengumpulkan kayu bakar yang akan membinasakan dirimu sendiri?

Bukalah matamu lebar-lebar... lebih lebar lagi dari ufuk yang selalu berkedap-kedip setiap pagi dan petang itu  
Pernahkah engkau menyaksikan orang-orang yang selalu teler sepanjang hidupnya? 
Sejak ia berhenti netek dari ibunya dan melek dunia - hingga buku catatannya ditutup?

Lalu.., bukalah telingamu lebar-lebar 
lebih lebar lagi dari telinga yang ada di hatimu dan kepalamu...  
Adakah manusia beroleh jawaban dari pertanyaan yang belum pernah tuntas sejak manusia diciptakan?  
Dan kenapa pula mereka tak pernah bertanya-tanya lagi...

Pernahkah terlintas di hatimu betapa mudah musuh-musuh Allah itu menyimpangkan manusia dari Kompas Kehidupan yang seharusnya lebih terang dari cahaya matahari yang paling terik sekalipun?

Pernahkah engkau bertanya pada hatimu 
Dimanakah engkau dan mereka pada waktu adzan dikumandangkan?  
Apakah pendengaranmu senantiasa teralingi suara gelak dan tawa yang pecah diantara mereka.., atau matamu terlalu terpukau dengan fatamorgana yang selalu dikejar-kejar oleh orang-orang gila dan orang buta itu?  Ataukah, urusanmu jauh lebih penting daripada memenuhi seruan itu

Tunggu...
Pernahkah kau bedah dadamu 
dan lihat masih adakah hati di dalamnya? 
Jangan-jangan telah ditukar oleh iblis dengan usus dua belas jari atau jantung-buatan syaithan dan manusia!

Pernahkah terlintas di benak dan perasaanmu 
Bahwa mereka yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu adalah manusia yang sesungguhnya  
Yang paling asing dari semua orang asing dalam urusan dunia dan akhiratnya? 
Tidak ada satupun yang mau membantu dan menolong mereka -padahal mereka adalah orang-orang yang ‘alim di tengah manusia bodoh, dan orang-orang yang menjadikan hawa nafsu dan akal mereka sebagai Imam dan kiblatnya?

Jalan setapak yang dulu ditempuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itulah yang mereka tempuh... 
Siapapun yang mencoba untuk menempuhnya tentu akan dibuli dan dicaci-maki orang-orang bodoh 
Sebagaimana caci-maki yang pernah diterima Pemimpin umat manusia sepanjang zaman

Kemanakah dirimu saat seruan Golongan yang Selamat itu berteriak-teriak memanggil-manggil manusia? 
Apakah engkau sengaja bersembunyi dari kilauan cahaya mata dan ucapan mereka?  Ataukah, memang kedua mata dan telingamu yang telah buta dan tuli, tak lagi mampu merasakan hangatnya cahaya?

Tak perlu banyak berdalih...
katakan saja bahwa dirimu memang tak punya nyali tuk menampung segala cemoohan dan makian orang-orang bodoh itu, atau... engkau memang tak memiliki seberkas cahayapun guna menelusuri relung-relung yang ada di dalam hatimu!

Dengarkan...
Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya!  
Tidaklah satu golongan pun yang tegak menyelisihi ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, melainkan akan tumbuh dengan subur dan berkembang di permukaan bumi ini, tak perlu dipupuk dan disirami, karena syaithan dan iblis yang menjaga serta rajin merawatnya
Engkau cukup jadi “member” dan mengisi daftar hadir...

Itulah dunia, jangan salah lagi...



oOo

Renungan
"Dunia ini adalah Penjaranya orang Mukmin, dan Surganya orang Kafir"  
(HR. Muslim)

"Surga dan Dunia itu bagaikan Timur dan Barat, semakin engkau menuju ke Timur maka engkau akan semakin jauh dari Barat"  
(Perkataan 'Ulama)


(Baca artikel, DUNIA = PENJARA ORANG MUKMIN = SURGA ORANG KAFIR)

Minggu, 05 November 2017

BERHATI-HATI DALAM MEMILIH TEMAN


بسم الله الر حمان الر حيم

Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi.  (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau akan membeli darinya, dan bisa jadi engkau akan kebagian aromanya yang wangi.  Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi akan membuat pakaianmu terbakar, dan bisa jadi engkau akan kebagian bau yang tidak sedap darinya.”  (HR.  Al-Bukhari-Muslim)

“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya (sahabatnya), maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia bersahabat.”  (HR.  Abu Daud dan At-Tirmidzi)

Dampak Buruk dari Salah Memilih Teman;
1.      1.  Menyebabkan seseorang ragu akan kebenaran yang telah diyakininya sebelumnya, bahkan dapat  memalingkannya dari Aqidah yang benar.
2.       2. Teman yang buruk akan menyeret orang-orang yang bergaul dengannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti Firman Allah Ta’ala (artinya),
“Mereka menginginkan andai kalian kafir sebagaimana mereka kafir sehingga kalian sama (dengan mereka).  (An-Nisaa'; 89).
3.       3. Tabiat manusia yang mudah terpengaruh akan menyebabkan seseorang berperilaku sebagaimana perilaku / kebiasaan dan akhlak buruk dari teman dekatnya.
4.       4. Mengingatkan seseorang akan kebiasaan buruk teman dekatnya, sehingga ada kecenderungan untuk melakukan hal yang sama  (meskipun sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk berbuat begitu).
5.       5. Teman yang buruk akan memperluas pergaulanmu dengan teman-teman buruknya yang lain.
6.       6. Teman yang buruk biasanya akan menganggap kecil berbagai maksiat yang mereka lakukan, sehingga akan mewariskan sifat yang sama ke dalam hatimu.
7.       7. Teman yang buruk akan menjadi penghalang bagimu untuk memperluas pergaulanmu dengan teman-teman yang baik, sebagaimana jauhnya mereka dari teman-teman yang baik.
8.       8. Bermajelis dengan teman yang buruk membuatmu terbiasa (menganggap biasa) melakukan maksiat dan perbuatan yang haram, seperti; Ghibah (bergunjing), Namimah (mengadu-domba), Dusta, Demo, Melaknat dan sebagainya.  Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (yang artinya),
“Tidaklah suatu kaum bangkit dari suatu majelis yang tidak ada dzikir di dalamnya kepada Allah Ta’ala, melainkan seperti bangkitnya mereka dari bangkai keledai, dan majelis tersebut akan menjadi penyesalan bagi mereka.”  (HR. Abu Daud)
Hadits ini bermakna, sama dengan bangkai keledai dalam hal busuk dan kotornya.  
Jadi, bila kita ingin menyelamatkan Agama (Iman) kita, maka seleksilah siapa yang akan menjadi teman dekat kita.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari teman-teman yang buruk. Amiin, Yaa Mujibassaailiin.

Renungan
"Dan (Ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit kedua tangannya, seraya berkata, 'Aduh, seandainya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.  Kecelakaan yang besarlah bagiku; Seandainya aku (dahulu) tidak menjadikan si Fulan teman akrab (ku).  Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an setelah Al-Qur'an itu datang padaku.  Dan adalah syaithan itu tidak menolong manusia."  (Al-Furqan; 27-29) 


oOo