Minggu, 27 Oktober 2019

ABDULLAH BIN MAS'UD


بسم الله الر حمان الر حيم

"Barangsiapa yang ingin membaca Al-Qur’an sebagaimana diturunkan, maka bacalah dengan qira'ah-nya Ibnu Ummi 'Abd"  (Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam)

Saat itu ia belum mencapai baligh, mengembalakan ternak di jalan-jalan gunung, jauh dari manusia.  Mengembalakan kambing milik salah seorang pemuka Quraisy yang bernama 'Uqbah bin Mu'ith.

Dahulu orang-orang memanggilnya dengan sebutan Ibnu Ummi 'Abd.  Namanya adalah Abdullah.  Ayahnya bernama Mas’ud.
Berita tentang kedatangan seorang Nabi di tengah-tengah kaumnya sampai ke telinga Abdullah bin Mas’ud.  Walaupun usianya masih sangat muda, dan jauhnya jarak antara dirinya dengan masyarakat Makkah - karena ia harus membawa kambing-kambing tuannya pada subuh buta, dan baru kembali setelah malam menjelang - tak menghalanginya untuk menerima berita itu.

Pada suatu hari pemuda Maķkah ini - Abdullah bin Mas’ud melihat dua orang paruh baya, usianya antara 30 hingga 50 tahun.  Dari kejauhan kedua orang itu mendatangi Abdullah kecil dengan tenang.  Rasa capek dan letih dirasakan oleh keduanya.  Rasa haus menyerang, hingga kering kedua bibir dan kerongkongan mereka.
Sesampainya di hadapan sang pemuda, keduanya memberi salam penghormatan.
"Wahai anak muda, perahkanlah untuk kami susu dari kambing-kambing ini.  Kami sangat kehausan.  Berikanlah susunya kepada kami, agar kami bisa mengusir rasa haus ini, dan membasahi kerongkongan kami."
"Tidak, aku tidak bisa melakukannya, kambing-kambing ini bukan milikku.  Aku hanya sekedar mengembalakan saja," jawab sang pemuda.
Kedua orang itu tidak membantah.  Rasa menerima dan ridha terpancar dari wajah keduanya.
Kemudian salah satu-nya berkata, "Kalau begitu tunjukkan kepadaku kambing yang belum mengeluarkan susu."
Pemuda itu menunjuk seekor kambing kecil di dekatnya.  Laki-laki itu maju dan mendekat ke arah kambing.  Dia menahan kambing itu, lalu mengusap puting susu kambing itu dengan tangannya - sambil menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala.  Dengan tercengang pemuda itu hanya mengamati perbuatan orang itu.
"Bagaimana mungkin kambing kecil ini akan mengeluarkan susu," pikirnya dalam hati.
Tetapi, tiba-tiba puting susu hewan kecil itu terbuka.  Terpancarlah air susu yang banyak darinya.  Laki-laki yang satunya mengambil sebuah batu cekung dari tanah, guna menampung air susu itu.  Batu itu penuh dengan air susu.  Ia bersama temannya meminumnya.  Kemudian keduanya memberikan sisanya untukku.  Sungguh, hampir-hampir aku tidak percaya dengan kejadian yang tidak masuk akal ini.
Setelah kami puas dan kenyang, laki-laki yang diberkahi itu berkata kepada puting susu kambing, "Berhentilah!"  Maka, berhentilah susu itu mengalir, dan puting susu itu kembali menutup seperti sedia kala.
"Ajarilah aku kalimat yang baru saja anda ucapkan!" Pinta sang pemuda.
"Sesungguhnya engkau adalah pemuda yang bisa diajari," jawab laki-laki itu.

Inilah awal mula Ibnu Mas’ud mengenal Islam.
Laki-laki yang diberkahi itu, tidak lain adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.  Dan temannya itu, adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.  Hari itu keduanya telah keluar menuju jalan-jalan di gunung.  Keduanya berlari dan menghindar dari siksaan berat, dan gangguan yang dilancarkan oleh kaum Quraisy di kota Makkah.

Pemuda itu terpikat dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beserta temannya.  Hatinya sangat bergantung dan sayang pada keduanya.  Sebaliknya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan temannya sangat takjub atas amanah dan keteguhan (hati) sang pemuda.  Keduanya melihat tanda-tanda kebaikan pada dirinya.

Tak lama berselang, Abdullah bin Mas’ud masuk Islam.  Ia menawarkan dirinya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, untuk berkhidmat dan mengabdi kepada Beliau.  Beliau pun menerimanya.
Semenjak itu, pemuda itu beralih profesi, dari penggembala kambing menjadi pembantu sekaligus pelayan dari Pemimpin seluruh ummat dan makhluk.

Abdullah bin Mas’ud senantiasa bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai seorang sahabat.  Ia senantiasa menyertai Beliau, baik ketika mukim maupun safar, di dalam maupun di luar rumah.  Membangunkan ketika tertidur.  Menjadi tabir tatkala bersuci dan mandi.  Memakaikan sandal ketika hendak keluar dan melepaskannya ketika hendak masuk.  Membawakan tongkat dan siwak.  Masuk ke dalam kamar Beliau ketika hendak berbaring dan beristirahat.  Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengizinkannya masuk setiap saat.  Mengetahui rahasia-rahasia Beliau.  Sampai-sampai ia mendapat julukan "Pemegang rahasia Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam".
Abdullah bin Mas’ud dididik di rumah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, mengambil petunjuk dari Beliau, berhias dengan akhlak dan perangai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan meniru serta meneladani sifat-sifat Beliau.  Hingga akhirnya ia mendapat julukan "Orang yang akhlak dan perangainya paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam."

Abdullah bin Mas’ud belajar di Madrasah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.  Jadilah dirinya sahabat yang paling memahami dan mengerti dengan Al-Qur'an, paling mengerti tafsir dan maknanya.  Bahkan ia termasuk sahabat yang paling fakih terhadap syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal yang paling menunjukkan kondisi tersebut adalah, tatkala ada seorang lelaki menghadap Umar bin Khaththab yang sedang wuquf di Arafah.  Lelaki itu berkata kepada Umar,
"Aku datang dari Kufah, wahai Amirul Mukminin!  Meninggalkan seorang yang menulis Al-Qur’an dari dalam hatinya."
Marahlah Umar dengan kemarahan yang belum pernah terlihat.  Darahnya langsung naik, seakan akan memenuhi tubuh depan dan belakang.
"Celaka engkau, siapakah ia?"  Tanya Umar.
Lelaki itu menjawab, "Abdullah bin Mas’ud."
Setelah itu, meredalah kemarahan Umar, dan kembali ke keadaan semula.  Kemudian Umar berkata, "Celaka engkau, Demi Allah, aku tidak mengetahui masih ada orang yang tersisa di muka bumi ini yang pantas menyandang gelar itu selain dia.   Aku akan memberitahumu tentang hal itu."
Kata Umar melanjutkan;
"Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sedang berbincang-bincang dengan Abu Bakar.  Keduanya serius membicarakan berbagai urusan kaum muslimin.  Saat itu aku bersama mereka.  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lalu keluar.  Kami juga keluar menyertai Beliau.  Tiba-tiba kami melihat seorang yang tidak kami kenal sedang shalat di dalam masjid.  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berhenti, dan mendengar bacaan orang tersebut.  Lalu Beliau menoleh ke arah kami,
"Barangsiapa yang ingin membaca Al-Qur’an sebagaimana diturunkan, maka bacalah sesuai dengan qira'ah Ibnu Ummi 'Abd," kata Beliau.
Kemudian Abdullah Ibnu Mas’ud duduk dan berdo'a.  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata,
"Mintalah,  engkau pasti akan diberi... Mintalah, engkau pasti akan diberi..."
Umar melanjutkan;
"Aku berkata dalam hati, 'Sungguh, besok aku akan memberi khabar gembira kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengaminkan do'anya.
Keesokan harinya aku segera menemui dan memberitahu khabar gembira itu kepadanya.  Namun, ternyata Abu Bakar telah mendahuluiku.  Demi Allah, tidak pernah aku berlomba dengan Abu Bakar dalam sebuah kebaikan, melainkan pasti dia memenangkannya.

Keilmuan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu tentang Kitabullah sangatlah tinggi.  Bahkan, sampai-sampai ia berkata,
"Demi Allah, Dzat Yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya.  Tidak ada satu ayat pun yang turun, melainkan aku mengetahui dengan pasti dimana dan tentang apa ayat itu turun.  Kalau saja ada orang yang lebih mengetahuinya daripada diriku, pasti aku akan mendatanginya."
Ucapan Ibnu Mas’ud di atas tidaklah berlebihan.  Suatu ketika Umar Radhiyallahu 'Anhu bertemu dengan rombongan kafilah dalam sebuah safar.  Malam itu sangatlah gelap.  Pandangan para pengendara terhalang.  Di antara pengendara itu ada Abdullah bin Mas’ud.  Umar menyuruh seseorang untuk memanggil rombongan itu.
"Dari mana kalian," tanya Umar.
Abdullah bin Mas’ud menjawab, "Kami dari Fajjil Amiiq (lembah yang dalam)."
Umar bertanya lagi, "Lantas, kalian mau kemana?"
Abdullah bin Mas’ud menjawab, "Ke Baitul Atiq  (rumah tua)."
Kata Umar, "Sesungguhnya di antara rombongan ini ada seorang 'Alim (berilmu).  Ia (Umar) memerintahkan seseorang untuk kembali bertanya, "Ayat Al-Qur’an mana yang paling Agung?"
Maka Abdullah menjawab,
الله لا إله إلا هو الحي القيوم  لاتاءخزه سنة والنوم
"Allahu laa Ilaaha Illa huwa al-hayyu al-qayyuwmu  laa ta' khudzuhu sinatun wa laa nawmun"
"Allah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus  (makhluk-Nya);  Tidak mengantuk dan tidak tidur."  (Al-Baqarah;  255)
Umar kembali bertanya, "Tanyakan lagi, ayat apa yang paling bijak?"
Abdullah berkata,
ان الله ياءمر بالعدل والاءحسن واءيتاىء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم تذكرون
"Inna Allaha yakmuru bi al-'adil wa al-ihsaani wa iytaa-iy dziy al-qurbaa wa yanhaa 'ani al-fahsyaa-i wa al-munkari wa al-baghyi  ya'idhzukum la'allakum tadzakkaruuna"
"Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar engkau dapat mengambil pelajaran."  (An-Nahl;  90)
Umar berkata, "Tanyakan kembali ayat Al-Qur’an yang paling mengumpulkan?"
Maka, Abdullah berkata
 فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره  ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
"Fa man ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarahu   wa man ya'mal mitsqaala dzarratin syarran yarahu"
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat balasannya.  Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula."  (Al-Zalzalah;  7-8)
Umar kembali berkata, "Tanyakan lagi, ayat yang paling memberi rasa takut?"
Abdullah menjawab,
ليس بامانيكم ولا أماني أهل الكتآب  من يعمل سوءا يجزبه  ولا يجدله من دون الله وليا ولا نصيرا
"Laysa biamaaniyyikum wa laa amaaniyyi ahli al-kitaabi  man ya'mal suu an yujzabihi  wa laa yajid lahu minduwni Allahi waliyyan wa laa nashiira"
"(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong, dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab.  Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu, dan ia tidak mendapatkan pelindung dan tidak pula penolong baginya selain dari Allah."  (An-Nisa';  123)
Umar berkata lagi, "Tanyakan lagi, ayat Al-Qur’an yang paling memberi harapan?"
Abdullah kembali menjawab,
قل ياعبادى الذين أشرفوا على أنفسهم لاتقنطوا من رحمة ألله  أن الله يغفر الذنوب جميعا انه هو الغفور الرحيم
"Qul yaa'ibaadiya alladziina asrafuw 'alaa anfusihim laa taq'nathuu min rahmati Allahi, inna Allaha yaghfiru adzdzunuuba jamii'an, innahu huwa al-ghafuururrahiymu."
"Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.  Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa.  Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  (Az-Zumar;  53)
Umar lalu berkata, "Tanyakan lagi, apakah di antara kalian ada Abdullah bin Mas’ud?"
"Iya." Jawab mereka.

Abdullah bin Mas’ud tidak hanya seorang qari', alim, ahli ibadah, orang yang zuhud.  Namun, ia juga seorang yang kuat, teguh hati lagi seorang pejuang dan mujahid yang sangat bersungguh-sungguh.
Ia adalah orang pertama di muka bumi ini - setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam - yang berani membaca Al-Qur’an dengan keras.  Suatu hari para Sahabat sedang berkumpul di kota Makkah - kala itu mereka masih sedikit dan lemah.  Mereka berkata, "Demi Allah, orang-orang Quraisy belum pernah mendengar bacaan Al-Qur'an ini secara keras.  Siapakah yang berani mengeraskan bacaannya kepada mereka."
"Saya yang akan memperdengarkannya kepada mereka," jawab Abdullah bin Mas’ud dengan mantap.
Para Sahabat berkata, "Kami mengkhawatirkan keselamatan dirimu.  Kami ingin orang yang mempunyai keluarga besar, yang akan membela dan melindunginya jika mereka hendak berbuat kejelekan terhadapnya."
"Biarkanlah diriku.  Allah Yang akan membela dan melindungiku," kata Ibnu Mas’ud.
Ia kemudian berangkat ke Masjidil Haram.  Pada waktu dhuha,  dia sampai ke maqam Ibrahim, sementara itu orang-orang Quraisy sedang duduk-duduk di sekitar Ka'bah.  Ibnu Mas’ud berdiri di maqam Ibrahim dan membaca,
بسم الله الر حمان الر حيم 
الرحمان  علم القرءان  خلق الإنسان  علمه البيان 
"Arrahmaanu  'allama al-qur'aana  khalaqa al-insaana  'allamahu al-bayaana"
"Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.  Rabb Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al-Qur'an.  Dia menciptakan manusia.  Mengajarnya pandai berbicara"  (Ar-Rahman;  1-4)
Terus dan terus ia membacanya, perhatian Quraisy tertuju padanya.   Mereka berkata, "Apa yang diucapkan Ibnu Ummi 'Abd.  Celaka dan binasa ia.  Sungguh ia sedang membaca sebagian ajaran yang dibawa Muhammad."
Mereka bangkit dan bergegas menuju Ibnu Mas’ud.  Dengan serta merta siksaan dan pukulan mereka layangkan ke arah wajah Ibnu Mas’ud.  Namun, ia tetap membaca dan terus membaca sampai pada ayat yang Allah kehendaki.  Lalu Ibnu Mas’ud kembali kepada para Sahabat, sementara darah masih mengalir dari lukanya.
Inilah yang kami takutkan menimpamu," kata mereka.
Ibnu Mas’ud berkata, "  Demi Allah, aku tidaklah takut kepada musuh-musuh Allah itu.  Kalau kalian mau, besok aku akan mengulanginya."
"Jangan, engkau telah memperdengarkan sesuatu yang mereka benci," cegah mereka.

Ibnu Mas’ud hidup hingga masa kekhilafahan Utsman bin Affan.  Ketika ia menderita sakit yang mengantarkannya pada kematian.  Utsman menjenguknya.
"Apa yang engkau keluhkan," tanya Utsman.
"Dosa-dosaku," jawab Abdullah.
"Apa yang engkau harapkan," tanya Utsman lagi
"Rahmat dan kasih sayang Rabb-ku," jawab Abdullah.
"Maukah engkau menerima gaji yang engkau tolak selama beberapa tahun ini?"  Kata Utsman
"Aku tidak membutuhkannya," jawab Abdullah.
Utsman berkata, "Berikan pada puteri-puterimu nanti."
Abdullah menjawab, "Apakah engkau mengkhawatirkan kemiskinan akan menimpa puteri-puteriku?  Aku telah memerintahkan mereka agar membaca Surat Al-Waqi'ah setiap malam.  Sebab, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
من قراء الواقعة كل ليلة لم تصبه فاقة ابدا
"Barangsiapa yang membaca Surat Al-Waqi'ah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kemiskinan dan kemelaratan selama-lamanya." *)
Ketika malam menjelang, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, sementara lisannya senantiasa basah dengan dzikir, dan membaca ayat-ayat-Nya.

oOo
*)  HR. Al-Baihaqiy dari Ibnu Mas’ud.  Asy-Syaikh Al-Albaniy mendhoifkannya dalam Dhoiful Jami' (5773), Adh-Dha'ifah  (289), dan Al-Fawaid Al-Majmu'ah  (973).
(Disalin dengan sedikit perubahan dari kitab, Sirah Sahabat, Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar