Selasa, 15 Oktober 2019

"Sekali lagi, TAUHID"


بسم الله الر حمن الر حيم


Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus seorang Nabi atau Rasul di muka bumi ini, melainkan untuk menegakkan Tauhidullah sebagai misi utamanya - yang merupakan bagian terpenting dalam Agama Islam, terutama Tauhid Uluhiyyah (meng-Esakan Allah 
Subhanahu wa Ta’ala dalam sesembahan / peribadatan).  Tanpa Tauhid Uluhiyyah yang benar, akan sia-sialah seluruh amal kebaikan manusia.
Langit dan bumi, serta apa yang ada di antara keduanya  diciptakan tidak lain agar manusia mendapatkan bukti-bukti yang nyata tentang Tauhidullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
"Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul (pun) sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada sesembahan yang benar (haq) melainkan Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku (saja)."  (Al-Anbiya';  25), dan dalam makna firman-Nya yang lain,
"Tidaklah Aku menciptakan Jin dan manusia, melainkan agar mereka menyembah-Ku."  (Adz-Dzariyat;  56).
Dari sekian banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang Tauhid Uluhiyyah, dapat kita simpulkan beberapa faidah, di antaranya;

1. Tauhid merupakan kewajiban yang pertama, dan paling utama di dalam agama Islam, untuk dipahami  (diilmui), diamalkan, dan didakwahkan.  Sekaligus merupakan tugas yang paling mulia dan paling berat.
Allah Ta’ala berfirman,
فاعلم انه لا اله  الا الله
"Fa'lam annahu laa Ilaaha illaa Allahu"
"Maka, berilmulah kamu tentang, Laa Ilaaha Illa Allahu."  (Muhammad;  19), dan makna firman-Nya,
"Dan sungguh, Kami telah mengutus pada setiap ummat seorang Rasul, agar mereka (memerintahkan), 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut'."  (An-Nahl;  36)

2. Seluruh Nabi memulai dakwah mereka dengan Tauhid, sehingga Tauhid merupakan pondasi dan tujuan dakwah mereka.  Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam selama 13 tahun di kota Makkah menyeru kaumnya kepada Tauhidullah, dan mendirikan Aqidah para Sahabat di atasnya.

3. Al-Qur'an menjelaskan, bahwa Tauhid adalah masalah yang paling besar, menerangkan perkara Tauhid di banyak tempat dalam Al-Qur'an, serta menjelaskan pula bahaya dari lawannya (kesyirikan).  
Sebab, kesyirikanlah dengan berbagai bentuk dan ragamnya yang menjadi "biang kerok" hancurnya kehidupan manusia di dunia dan Akhirat.

4. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mendidik dan mengarahkan para Sahabat, agar memulai dakwah mereka dengan menyeru manusia kepada TauhidullahSebagaimana yang Beliau perintahkan kepada Mu'az Radhiyallahu 'Anhu ketika mengutusnya ke negeri Yaman,
"Hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka, adalah mempersaksikan bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah."
Di dalam sebuah riwayat disebutkan,
"Sampai mereka mentauhidkan Allah."

5. Tidak diperbolehkan bagi siapa pun, dan jamaah mana pun menganggap enteng, atau meremehkan persoalan Tauhid.  Karena, sebanyak apapun amal kebaikan yang dilakukan manusia - tanpa dilandasi Tauhid yang benar - semuanya hanya bagaikan debu yang berterbangan, tidak bernilai dan tidak akan membawa manfaat sama sekali.

6. Barangsiapa yang menganggap enteng persoalan Tauhid, cepat atau lambat dia pasti akan terjatuh, mengalami kegagalan dan kehancuran.

7. Kerusakan pada Aqidah dan Tauhid akan bermuara pada berbagai macam bentuk kerusakan, maksiat dan kehancuran.  Sebagaimana sumber dari segala kebaikan dunia dan Akhirat adalah baiknya Aqidah dan Tauhid.

Buah (Pengaruh) Kalimat Tauhid dalam  Kehidupan Maunusia;
PertamaMemerdekakan manusia dari berbagai bentuk perbudakan / penjajahan, menuju penghambaan diri hanya kepada Rabb alam semesta.  Karena Tauhid adalah bentuk penghambaan sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan syirik adalah penghambaan kepada selain-Nya (makhluk).  Atau, menyembah Allah disertai dengan penyembahan terhadap selain-Nya.
Tauhid akan memerdekakan akal-pikiran, dan hati manusia dari segala bentuk penjajahan, yang akan mengangkat jiwa-jiwa mereka ke tempat yang tinggi dan mulia.  Sedangkan syirik akan merendahkan, membenamkan, serta menghinakan jiwa manusia ke tempat yang paling rendah dan kotor.
Tauhid Uluhiyyah inilah yang dihindari oleh kaum musyrikin Quraisy, hingga mereka memusuhi dan memerangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Kedua;  Menjadikan seluruh amal perbuatan hamba terfokus pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, termasuk gerak-gerik hatinya.  Semua aktifitas, mereka maksudkan hanya untuk meraih keridhaan-Nya.  Jiwa mereka tidak tercerai-berai (terbagi-bagi), pada penghambaan terhadap yang lain.
Berbeda dengan pelaku kesyirikan, jiwanya terbagi-bagi (tercabik-cabik), direnggut oleh para thaghut yang disembahnya, karena mengharapkan keridhaan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan keadaan ahli syirik dengan firman-Nya,
"Allah telah membuat perumpamaan tentang seorang budak yang dimiliki oleh banyak tuan yang berselisih,  dan seorang budak yang dimiliki oleh seorang tuan (saja), apakah kedua perumpamaan itu sama?"  (Az-Zumar;  29)
Perumpamaan pertama tentang seorang budak yang dimiliki oleh banyak tuan (yang menguasainya), merupakan perumpamaan terhadap seseorang yang mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan yang lain.  Dia diliputi oleh berbagai kebimbangan, karena mengejar keridhaan tuhan-tuhan yang disembahnya (seperti harta, tahta, wanita, dan berbagai tipu-daya dunia lainnya).  Perumpamaan kedua, adalah tentang orang yang bertauhid, yang terfokus hanya pada satu Ilaah yang diibadahinya.

KetigaMenciptakan rasa aman di dalam jiwa, serta kekuatan bathin,
"...Manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak untuk mendapatkan keamanan  (dari malapetaka) jika kalian mengetahui?  Orang-orang yang beriman, dan tidak mencampur-adukan keimanannya dengan kezaliman  (syirik), merekalah yang mendapatkan rasa aman dan petunjuk.(Al-An'am;  81-82)
Orang-orang yang beriman selalu akan bertawakal dan kembali  (Inaabah) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka mengetahui, bahwa Dia-lah Dzat Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.  Dan, dari keyakinan itulah tumbuh rasa aman, kepercayaan, dan memasrahkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga hatinya menjadi tenteram.  Sementara, dia melihat manusia lainnya sebagai makhluk yang tak mampu berbuat apapun, bahkan terhadap diri mereka sendiri.
Perhatikanlah apa yang diucapkan Nabi Nuh 'Alaihissalam berikut ini,
"Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal  (bersamaku), dan peringatanku  (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah,  maka kepada Allah-lah aku bertawakal.  Karena itu, bulatkanlah keputusan kalian, dan  (kumpulkanlah) sekutu-sekutu kalian  (untuk membinasakanku), kemudian janganlah keputusan kalian itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. (Yunus;  71), juga apa yang dikatakan Nabi Hud 'Alaihissalam kepada kaumnya,
"Laksanakanlah tipu-daya kalian semua terhadapku, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.  Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Rabb-ku dan Rabb-kalian.  Tidak ada satu binatang melata pun, melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.  Sesungguhnya Rabb-ku di atas jalan yang lurus."  (Hud;  55-56)
Dalam kedua ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan, bahwa jika jiwa telah sampai pada tingkat kepercayaan, ketenteraman, serta keamanan yang tinggi, akan sirnalah segala rasa khawatir dan takut, dia akan merasakan betapa besar Kekuasaan dan Keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala melebihi segala-sesuatu.  Dan merasakan betapa rendah kedudukan makhluk.  Mereka tidak memiliki sedikit pun kekuasaan dalam segala urusan, kecuali dengan pertolongan Allah 'Azza wa Jalla.

KeempatMengokohkan dasar-dasar persaudaraan dan kebersamaan (persatuan).
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi Tauhid, menjadikan seseorang tunduk-patuh hanya kepada Rabbul 'Alamin.  Tidak menjadikan sebagian dari makhluk menjadi tuhan bagi sebagian lainnya.  Manusia seluruhnya sama dalam derajat kemanusiaan.  Setiap orang yang bertauhid memiliki hak dan kewajiban yang sama, tidak ada kelebihan dari yang lain, kecuali dalam hal takwa dan amal shalih.  Mereka tidak berbeda karena perbedaan suku, bangsa, ras, atau lainnya, sebagaimana yang disebutkan Allah Ta’ala,
أن أكر مكم عند الله أتقاكم 
"Inna akramakum 'inda Allahi at-qaakum"
"Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, adalah orang yang paling bertakwa."  (Al-Hujurat;  13)
Jadi, kesyirikanlah yang menghancurkan dasar-dasar persaudaraan dan persatuan ummat manusia.

Kelima;  Memperoleh ketinggian dan kejayaan.  Dijelaskan dalam firman Allah  (artinya),
"Dengan ikhlas kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah.  Dan barangsiapa menyekutukan Allah, maka dia seakan-akan jatuh dari langit kemudian disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang sangat jauh."  (Al-Hajj;  31)
Ayat ini menunjukkan, bahwa Tauhid merupakan ketinggian dan kejayaan, sedangkan syirik adalah kerendahan dan kehinaan.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Allah menyerupakan Iman dan Tauhid dengan ketinggian, keluasan, dan kemuliaan di langit.  Langit itu merupakan tempat naik dan tempat  turun, darinya turun ke bumi, dan kepadanya naik.  Dan Allah menyamakan, bahwa meninggalkan keimanan dan ketauhidan, seperti sesuatu yang jatuh dari langit ke tempat yang paling rendah, dibarengi rasa sempit yang sangat, dan sakit yang bertumpuk-tumpuk, diikuti oleh sambaran burung pada setiap anggota badannya.  Lalu syaithan yang dikirim oleh Allah Ta'ala mencabik-cabik tubuhnya , dan menggiring / memindahkannya menuju negeri kebinasaan.  Kemudian Allah mengirim angin yang menghempaskannya ke tempat yang amat jauh.  Itulah jelmaan hawa nafsu, yang akan melemparkan dirinya ke tempat yang paling rendah dan jauh dari langit."  (I'lamul Muwaqi'in,  hal. 118)

KeenamMemelihara darah, harta, dan kehormatannya.
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (artinya),
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mempersaksikan, bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat.  Jika mereka telah melakukannya, maka mereka telah memelihara dariku darah-darah mereka, harta-harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka ada di tangan Allah."  (HR. Al-Bukhari)

Pemahaman yang Keliru dari Kalimat 
لا اله الا الله  , "Laa Ilaaha Illa Allahu";

Kalimat لا اله الا الله  disebut juga kalimat Tauhid, kalimat Ikhlas, kalimat Taqwa, kalimat Islam, atau kalimat Urwatul Wustqa (Tali yang kokoh dan tak akan pernah putus).
Makna yang benar dari kalimat ini ialah;   "TIDAK ADA SESEMBAHAN (Ilaah) YANG BENAR  (Haq), MELAINKAN ALLAH"
Adapun makna yang kurang tepat, yang sering diucapkan oleh kaum muslimin adalah, "TIDAK ADA TUHAN (Rabb) SELAIN ALLAH"
Makna yang terakhir ini ("Tidak ada Tuhan Selain Allah") dikatakan keliru, karena kata "Tuhan" dalam bahasa Arab disebut  "Rabb", adalah Dzat Yang; Menciptakan, Memiliki, Memelihara, Mengatur alam semesta, Memberi rezki, Menghidupkan dan Mematikan.  Dan Yang membangkitkan kembali manusia pada Hari Kiamat.
Sedangkan Sesuatu Yang disembah / Dzat Yang  diibadahi dalam istilah Islam disebut "Ilaah"
Dari Asma Ilaah inilah terhimpun seluruh Nama-Nama Allah yang jumlahnya tak terhingga, termasuk Asma Rabb, dan tidak berlaku  sebaliknya.
(Baca artikel, TAUHIDULLAH, dan DUA RUKUN SYAHADAT)
Oleh sebab itulah, orang-orang kafir Quraisy menolak makna yang pertama (makna yang benar), karena mereka memiliki sesembahan (Ilaah) yang lain, selain Allah,  Yang mereka yakini sebagai sesembahan yang akan mendekatkan mereka kepada Allah sedekat-dekatnya.  Mereka hanya menerima makna yang kedua.

Konsekwensi dari makna kalimat Tauhid yang benar (lurus), yang ditolak orang-orang kafir Quraisy, antara lain;
1. Harus melepaskan segala bentuk keterikatan (penyembahan, peribadatan) pada selain Allah, seperti berhala-berhala, patung-patung, tempat-tempat yang dikeramatkan, kuburan orang - orang shalih, dan lain-lain.
2. Harus meninggalkan segala bentuk penyembahan terhadap hawa nafsu, seperti berzina, mencuri, minuman keras, membunuh jiwa manusia tanpa haq, perbuatan zhalim dan sebagainya.
3. Melepaskan segala bentuk ketundukan, kecintaan terhadap dunia dan segala fasilitasnya bila bertentangan dengan aturan syariat (Al-Qur'an dan As- Sunnah), sebagaimana aturan yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

oOo

(Diringkas dan disadur dari tulisan, "Menyelewengkan Makna  لا اله الا الله Wujud Penyimpangan Aqidah", Ust. Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi,  Majalah Asy-Syariah, vol. Dan Thn. Penerbitan tidak diketahui)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar