بسم الله الر حمان الر حيم
Panutan adalah orang yang diikuti, dijadikan tauladan, atau acuan dalam berbagai perkara.
Dalam masalah Agama pun, setiap orang biasanya memiliki panutan. Bila orang yang dijadikan panutan itu berada di atas kebenaran - maka akan selamat (beruntung)lah orang yang mengikutinya, dan imbalannya, orang yang jadi panutan itu akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya, tanpa dikurangi sedikit pun. Tetapi, bila yang jadi panutan tersebut berada di atas kebathilan (kesesatan), maka akan tersesat pula orang-orang yang mengikutinya (sesat dan menyesatkan). Dan, orang yang dijadikan panutan tersebut akan dapat dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun. Demikianlah, hikmah dan keMaha Adilan Allah Rabbul 'Alamin.
Bahkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun sebagai Khalilullah, menjadikan Khalilullah Ibrahim 'alaihissalam sebagai panutan Beliau dalam beragama atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Baca dan dengan artikel / audio, PANDANGAN PARA 'ULAMA KIBAR (SENIOR) TERHADAP ASY-SYAIKH RABI' BIN HADI AL-MADKHALY)
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
"Barangsiapa memberikan contoh buruk di dalam Islam, ia berdosa karenanya - dan ditambah dengan dosa orang-orang yang mencontohnya tanpa mengurangi sedikit pun dosa orang-orang itu." (HR. Muslim, no. 1017, dari hadits Jarir bin Abdillah)
Ciri-ciri Orang yang Pantas Dijadikan Panutan dalam Agama;
1. Orang yang Menyeru kepada Tauhidullah.
Ini adalah ciri yang paling menonjol dari dakwah Nabiyullah Ibrahim 'alaihissalam, yaitu tegak di atas Tauhid, dan jauh dari perbuatan syirik.
Karena itu pula Allah Subahanahu wa Ta’ala menjelaskan, bahwa sikap Ibrahim 'alaihissalam dan orang-orang yang bersama Beliau, adalah sikap yang patut dijadikan teladan oleh kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian, dan apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran) kalian, dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.' Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, 'Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagimu, dan aku tidak kuasa menolak sesuatu pun darimu (siksaan) Allah.' (Ibrahim berkata), "Ya Rabb kami, hanya kepada Engkau-lah kami bertawakal, hanya kepada Engkau-lah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkau-lah kami kembali.'"
(QS. Al-Mumtahanah; 4)
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
"Barangsiapa memberikan contoh buruk di dalam Islam, ia berdosa karenanya - dan ditambah dengan dosa orang-orang yang mencontohnya tanpa mengurangi sedikit pun dosa orang-orang itu." (HR. Muslim, no. 1017, dari hadits Jarir bin Abdillah)
Ciri-ciri Orang yang Pantas Dijadikan Panutan dalam Agama;
1. Orang yang Menyeru kepada Tauhidullah.
Ini adalah ciri yang paling menonjol dari dakwah Nabiyullah Ibrahim 'alaihissalam, yaitu tegak di atas Tauhid, dan jauh dari perbuatan syirik.
Karena itu pula Allah Subahanahu wa Ta’ala menjelaskan, bahwa sikap Ibrahim 'alaihissalam dan orang-orang yang bersama Beliau, adalah sikap yang patut dijadikan teladan oleh kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian, dan apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran) kalian, dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.' Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, 'Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagimu, dan aku tidak kuasa menolak sesuatu pun darimu (siksaan) Allah.' (Ibrahim berkata), "Ya Rabb kami, hanya kepada Engkau-lah kami bertawakal, hanya kepada Engkau-lah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkau-lah kami kembali.'"
(QS. Al-Mumtahanah; 4)
Dari ayat di atas diperlihatkan beberapa sikap Ibrahim yang patut dijadikan suri tauladan bagi kaum muslimin;
* Inti dakwah Beliau terhadap manusia adalah urusan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memperingatkan manusia dari bahaya kesyirikan.
* Inti dakwah Beliau terhadap manusia adalah urusan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memperingatkan manusia dari bahaya kesyirikan.
Bukan orang yang menyeru kepada individu, atau kelompok tertentu.
* Sikap al-wala' wal-bara' (kesetiaan dan berlepas diri) yang dibangun di atas Tauhid dan Iman. Beliau 'alaihissalam secara terang-terangan menampakkan sikap benci dan berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah 'Azza wa Jalla, dan apa yang disembah oleh kaumnya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
* Senantiasa menyandarkan diri hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan selalu mengembalikan segala urusan kepada-Nya (Inabah).
* Sikap Inabah (selalu kembali pada ketaatan) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga hanya melakukan hal-hal yang mendatangkan keridhaan dan cinta-Nya.
* Mengakui diri sebagai hamba yang melakukan kekurangan dan kesalahan, serta meyakini bahwa ia memiliki Allah yang Maha Pengampun, atas segala dosa hamba-hamba-Nya - apabila hamba tersebut memohon ampunan kepada-Nya.
Maka dari itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk mengikuti millah Ibrahim 'alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),
"Maka, ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik."
* Sikap al-wala' wal-bara' (kesetiaan dan berlepas diri) yang dibangun di atas Tauhid dan Iman. Beliau 'alaihissalam secara terang-terangan menampakkan sikap benci dan berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah 'Azza wa Jalla, dan apa yang disembah oleh kaumnya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
* Senantiasa menyandarkan diri hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan selalu mengembalikan segala urusan kepada-Nya (Inabah).
* Sikap Inabah (selalu kembali pada ketaatan) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga hanya melakukan hal-hal yang mendatangkan keridhaan dan cinta-Nya.
* Mengakui diri sebagai hamba yang melakukan kekurangan dan kesalahan, serta meyakini bahwa ia memiliki Allah yang Maha Pengampun, atas segala dosa hamba-hamba-Nya - apabila hamba tersebut memohon ampunan kepada-Nya.
Maka dari itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk mengikuti millah Ibrahim 'alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),
"Maka, ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik."
(QS. Ali-Imran; 95), dan
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), 'Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. ' Dia tidaklah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah."
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), 'Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. ' Dia tidaklah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah."
(QS. An-Nahl; 123), dan
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabb-ku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar,' agama Ibrahim yang hanif, dan Ibrahim itu tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik."
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabb-ku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar,' agama Ibrahim yang hanif, dan Ibrahim itu tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik."
(QS. Al-An'am; 161)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, mencintai-Nya, dan mengagungkan-Nya, merupakan puncak kesempurnaan jiwa yang paling Agung, dan kebahagiaan terbesar. Kebahagiaan itu tidak mungkin bisa diraih hanya dengan pengetahuan yang kosong dari rasa cinta, pengabdian, dan penghambaan diri."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, mencintai-Nya, dan mengagungkan-Nya, merupakan puncak kesempurnaan jiwa yang paling Agung, dan kebahagiaan terbesar. Kebahagiaan itu tidak mungkin bisa diraih hanya dengan pengetahuan yang kosong dari rasa cinta, pengabdian, dan penghambaan diri."
(Ash-Shafadiyah, karya Ibnu Taimiyah hal. 234)
Inti dari kesuksesan kehidupan dunia dan Akhirat, adalah dengan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang merupakan inti dakwah seluruh para Nabi dan Rasul 'alaihimussalam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.'"
Inti dari kesuksesan kehidupan dunia dan Akhirat, adalah dengan mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang merupakan inti dakwah seluruh para Nabi dan Rasul 'alaihimussalam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.'"
(QS. An-Nahl; 36), dan
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tidak ada Ilah (yang haq untuk diibadahi) selain Aku, maka sembahlah Aku oleh kalian." (Al-Anbiya; 25)
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tidak ada Ilah (yang haq untuk diibadahi) selain Aku, maka sembahlah Aku oleh kalian." (Al-Anbiya; 25)
(Baca artikel, SYIRIK)
2. Ketundukan dan Kepatuhan kepada Allah (Inqiyad)
Di antara sifat yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat di atas adalah ketundukan dan kepatuhan Ibrahim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini merupakan sifat seorang hamba yang sentiasa diridhai dan dicintai-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan pujian terhadap hamba-hamba-Nya yang senantiasa tunduk-patuh dan berserah diri hanya kepada-Nya, seperti makna firman-Nya,
"Sesungguhnya, laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (Nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
2. Ketundukan dan Kepatuhan kepada Allah (Inqiyad)
Di antara sifat yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat di atas adalah ketundukan dan kepatuhan Ibrahim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini merupakan sifat seorang hamba yang sentiasa diridhai dan dicintai-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan pujian terhadap hamba-hamba-Nya yang senantiasa tunduk-patuh dan berserah diri hanya kepada-Nya, seperti makna firman-Nya,
"Sesungguhnya, laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (Nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
(QS. Al-Ahzab; 35)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, adalah hamba yang senantiasa tunduk - patuh, dan berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedudukan yang mulia dan ketinggian derajat Beliau di sisi Allah 'Azza wa Jalla tidak menghalangi Beliau untuk semakin giat beribadah kepada-Nya, hingga kaki Beliau bengkak, karena lamanya Beliau berdiri dalam mengerjakan ibadah shalat. Justru sebaliknya, kemuliaan tersebut menjadi motivasi (penggerak) semangat Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang dianugerahkan padanya.
3. Sabar dan Berserah diri (Istislam)
Sabar adalah salah satu kunci keberhasilan hidup di dunia dan Akhirat. Selain itu sifat sabar menjadi penyebab utama untuk meraih kepemimpinan dalam agama ini (Islam).
Apabila kita mengacu pada kisah perjalanan dakwah Nabiyullah Ibrahim 'alaihissalam, kita akan mengetahui, bahwa Beliau mengalami cobaan yang sangat berat di tengah-tengah kaumnya.
Lebih berat lagi ketika Beliau 'alaihissalam harus berhadapan dengan keluarganya sendiri - dalam hal ini ayahnya yang dikenal sebagai pembuat patung (berhala).
Akan tetapi, Ibrahim 'alaihissalam tetap mendakwahinya dengan lemah lembut. Allah Ta’ala menjelaskan ajakan Ibrahim kepada ayahnya tersebut (artinya),
"Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya, 'Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmudah sedikit pun?
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukan kepadamu jalan yang lurus.
Wahai bapakku, janganlah engkau menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu durhaka kepada Dzat Yang Maha Pemurah.
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan ditimpa adzab dari Dzat Yang Maha Pemurah, maka engkau menjadi teman bagi syaithan."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, adalah hamba yang senantiasa tunduk - patuh, dan berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedudukan yang mulia dan ketinggian derajat Beliau di sisi Allah 'Azza wa Jalla tidak menghalangi Beliau untuk semakin giat beribadah kepada-Nya, hingga kaki Beliau bengkak, karena lamanya Beliau berdiri dalam mengerjakan ibadah shalat. Justru sebaliknya, kemuliaan tersebut menjadi motivasi (penggerak) semangat Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang dianugerahkan padanya.
3. Sabar dan Berserah diri (Istislam)
Sabar adalah salah satu kunci keberhasilan hidup di dunia dan Akhirat. Selain itu sifat sabar menjadi penyebab utama untuk meraih kepemimpinan dalam agama ini (Islam).
Apabila kita mengacu pada kisah perjalanan dakwah Nabiyullah Ibrahim 'alaihissalam, kita akan mengetahui, bahwa Beliau mengalami cobaan yang sangat berat di tengah-tengah kaumnya.
Lebih berat lagi ketika Beliau 'alaihissalam harus berhadapan dengan keluarganya sendiri - dalam hal ini ayahnya yang dikenal sebagai pembuat patung (berhala).
Akan tetapi, Ibrahim 'alaihissalam tetap mendakwahinya dengan lemah lembut. Allah Ta’ala menjelaskan ajakan Ibrahim kepada ayahnya tersebut (artinya),
"Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya, 'Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmudah sedikit pun?
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukan kepadamu jalan yang lurus.
Wahai bapakku, janganlah engkau menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu durhaka kepada Dzat Yang Maha Pemurah.
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan ditimpa adzab dari Dzat Yang Maha Pemurah, maka engkau menjadi teman bagi syaithan."
(QS. Maryam; 42-45)
Di antara peristiwa yang menunjukkan kesabaran Beliau, adalah tatkala Allah 'Azza wa Jalla menguji Beliau dengan memperlihatkan dalam mimpi Beliau perintah untuk menyembelih anaknya.
Keadaan yang sulit ini pun dijalani oleh Ibrahim 'alaihissalam, dengan sabar dan berserah diri pada Allah Subhanahu wa Ta'ala, meskipun konsekwensinya kehilangan seorang anak yang shalih yang sangat Beliau cintai. Allah Yang Maha Perkasa kemudian menunjukkan Keperkasaan-Nya, dengan mengganti anak tersebut dengan seekor qibas dalam sekejap mata (tatkala Ibrahim 'alahissalam telah menggesekkan pisaunya yang sangat tajam ke leher Isma'il, demikian disebutkan oleh para 'ulama).
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan keadaannya dalam makna firman-Nya,
"Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim (telah) membaringkan anaknya di atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu.'
Sesungguhnya, demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."
Di antara peristiwa yang menunjukkan kesabaran Beliau, adalah tatkala Allah 'Azza wa Jalla menguji Beliau dengan memperlihatkan dalam mimpi Beliau perintah untuk menyembelih anaknya.
Keadaan yang sulit ini pun dijalani oleh Ibrahim 'alaihissalam, dengan sabar dan berserah diri pada Allah Subhanahu wa Ta'ala, meskipun konsekwensinya kehilangan seorang anak yang shalih yang sangat Beliau cintai. Allah Yang Maha Perkasa kemudian menunjukkan Keperkasaan-Nya, dengan mengganti anak tersebut dengan seekor qibas dalam sekejap mata (tatkala Ibrahim 'alahissalam telah menggesekkan pisaunya yang sangat tajam ke leher Isma'il, demikian disebutkan oleh para 'ulama).
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan keadaannya dalam makna firman-Nya,
"Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim (telah) membaringkan anaknya di atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu.'
Sesungguhnya, demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."
(QS. Ash-Shaffat; 103-107)
Tidak berhenti sampai di situ, Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan berbagai ujian kepada Beliau 'alaihissalam. Namun, semua itu Beliau hadapi dengan kesabaran, ketabahan, dan keikhlasan, sehingga akhirnya Beliau meraih kesuksesan hidup di dunia dan Akhirat.
Itulah sebabnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kesabaran kepada hamba-hamba yang beriman, layaknya kesabaran Rasul-Rasul Ulul Azmi (Yang paling utama), sebagaimana yang tertera dalam makna firman-Nya,
"Maka bersabarlah kalian seperti kesabaran para Rasul, orang-orang yang memiliki keteguhan hati dari Rasul-Rasul, janganlah kamu meminta disegerakannya (adzab) bagi mereka."
Tidak berhenti sampai di situ, Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan berbagai ujian kepada Beliau 'alaihissalam. Namun, semua itu Beliau hadapi dengan kesabaran, ketabahan, dan keikhlasan, sehingga akhirnya Beliau meraih kesuksesan hidup di dunia dan Akhirat.
Itulah sebabnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kesabaran kepada hamba-hamba yang beriman, layaknya kesabaran Rasul-Rasul Ulul Azmi (Yang paling utama), sebagaimana yang tertera dalam makna firman-Nya,
"Maka bersabarlah kalian seperti kesabaran para Rasul, orang-orang yang memiliki keteguhan hati dari Rasul-Rasul, janganlah kamu meminta disegerakannya (adzab) bagi mereka."
(QS. Al-Ahqaf; 35)
4. Yakin
Nabi Ibrahim 'alaihissalam menegakkan dakwah Tauhid dengan penuh keyakinan, bahwa jalan Tauhid adalah satu-satunya jalan keselamatan, sedangkan kesyirikan merupakan jalan kehancuran dan kebinasaan.
Beliau senantiasa Istiqamah di jalan ini hingga bertemu Allah 'Azza wa Jalla, dengan hati yang senantiasa berserah diri pada-Nya,
"Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh), ingatlah ketika ia datang kepada Rabb-nya dengan hati yang suci."
4. Yakin
Nabi Ibrahim 'alaihissalam menegakkan dakwah Tauhid dengan penuh keyakinan, bahwa jalan Tauhid adalah satu-satunya jalan keselamatan, sedangkan kesyirikan merupakan jalan kehancuran dan kebinasaan.
Beliau senantiasa Istiqamah di jalan ini hingga bertemu Allah 'Azza wa Jalla, dengan hati yang senantiasa berserah diri pada-Nya,
"Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh), ingatlah ketika ia datang kepada Rabb-nya dengan hati yang suci."
(QS. Ash-Shaffat; 83-84)
Dengan bersikap sabar dalam menghadapi setiap cobaan, disertai keyakinan terhadap kemuliaan dan kebahagiaan kekal yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti dapat diraih oleh orang-orang yang beriman. Dengannya, seseorang akan meraih kepemimpinan dan derajat yang tinggi di dunia dan Akhirat. Seperti disebutkan dalam makna firman-Nya,
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar. Dan, adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami."
Dengan bersikap sabar dalam menghadapi setiap cobaan, disertai keyakinan terhadap kemuliaan dan kebahagiaan kekal yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti dapat diraih oleh orang-orang yang beriman. Dengannya, seseorang akan meraih kepemimpinan dan derajat yang tinggi di dunia dan Akhirat. Seperti disebutkan dalam makna firman-Nya,
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar. Dan, adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami."
(QS. As-Sajadah; 24).
Wabillahittaufiq (Hanya Allah-lah Pemberi Taufiq).
Renungan
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ..."
Wabillahittaufiq (Hanya Allah-lah Pemberi Taufiq).
Renungan
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ..."
(QS. Al-Ahzab; 21)
Para 'ulama mengatakan, bahwa orang-orang yang menyeru manusia kepada selain Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah musuh bebuyutan Beliau.
Karena mereka telah memutus rantai pahala yang seharusnya tersambung pada diri Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Laa haula walaa quwwata illa billah.
.
(Disadur bebas dari tulisan, "Meneladani Pemimpin Umat", Ust. Abu Muawiyah Askari, majalah Asy-Syariah, no. 108/IX/1436 H/2015)
.
oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar