Senin, 21 Oktober 2019

"PERSIMPANGAN JALAN" (ANTARA SURGA DAN NERAKA)


بسم الله الر حمان الر حيم

Sebagaimana halnya Surga dan Neraka, maka antara  Petunjuk dan Kesesatan pun merupakan dua hal yang saling kontradiktif (bertolak belakang) satu sama lain, yang tak akan pernah saling bertemu, berpapasan, apalagi menyatu untuk selama-lamanya.

Jadi, sadar atau tidak setiap manusia yang masih memiliki kesempatan hidup di dunia ini, hakikatnya mereka tengah berada di "persimpangan jalan", menuju ke salah satu tempat, tujuan penciptaan dirinya dengan pasti (Surga atau Neraka), tidak ada pilihan ketiga.
Hal ini, berdasarkan potongan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
"... Barangsiapa yang oleh Allah 'Azza wa Jalla telah diciptakan baginya salah satu dari 2 (dua) tempat (Surga dan Neraka), Dia-pun (Allah) telah menyiapkan pula AMALAN untuk mendapatkan salah satu dari dua tempat tersebut."
(Baca artikel, ENAM ORBIT (LINTASAN) HATI MANUSIA)
Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang menurunkan petunjuk hidup yang lengkap dan sempurna kepada manusia (Al-Qur'an dan As-Sunnah), agar mereka mengetahui dan mengenal kebenaran dengan kedua jalan itu lebih dari cukup, layaknya keberadaan matahari di siang bolong.  Bahkan, malamnya seperti siangnya - terang benderang.
Akan tetapi, kenapa sedikit saja manusia yang mampu mengenali dan mengilmuinya?
Beberapa sebab yang tampak nyata, dan dapat diketahui dengan jelas, antara lain adalah;
1. Kebodohan tentang pengetahuan / Ilmu Agama yang mendominasi kaum muslimin.
2. Kelalaian manusia, sehingga lebih mengutamakan "urusan dunia" daripada "urusan Akhirat"nya.
3. Tidak memiliki niat, untuk mempelajari ilmu agama secara sungguh-sungguh (serius dan kritis).
4. Banyaknya bermunculan kelompok-kelompok sesat (sempalan Islam), dan para da'i yang menyeru ke Neraka Jahahannam.
5. Sedikitnya para da'i yang berada di atas jalan yang lurus (kebenaran), yang betul-betul mengajak ke Surga.
Dan sebab-sebab lainnya.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, "Meskipun manusia (sama-sama) mengakui bahwa Muhammad adalah Rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Al-Qur'an adalah kebenaran secara global, namun dia tidak mengetahui berbagai Ilmu tentang apa-apa yang bermanfaat dan memudharatkannya.  Dia tidak mengetahui segala perintah dan larangan, berikut cabang-cabangnya secara rinci Kalaupun, ada yang telah diketahuinya, tapi sangat jauh dari pemahaman (yang benar).  Jika ditakdirkan sampai kepadanya segala perintah dan larangan dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka Al-Qur’an dan As-Sunnah hanya menjelaskan hal-hal yang bersifat umum dan menyeluruh.  Tidak mungkin selainnya (lebih dari itu), tidak mungkin disebutkan segala sesuatu yang menjadi kekhususan  (kendala) setiap hamba.
Berdasarkan itu semua, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa memohon hidayah ke jalan-Nya yang lurus, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang segala sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta’ala secara rinci.  Termasuk pula mengilmui segala perintah-Nya secara menyeluruh.  Bahkan, mencakup juga Ilham untuk mengamalkan ilmu tersebut.  Karena, jika hanya mengilmui kebenaran tanpa mengamalkannya, maka itu bukanlah hidayah (yang sempurna).
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya setelah perdamaian Hudaibiyah  (artinya),
"Sesungguhnya Kami telah membukakan kemenangan yang nyata bagimu, agar Allah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang, serta agar Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memberimu hidayah kepada jalan yang lurus."  
(QS. Al-Fath;  1-2)
Allah berfirman tentang Nabi Musa dan Harun 'alaihimussalam,
"Dan Kami telah memberi keduanya kitab yang jelas, dan Kami menunjuki keduanya ke jalan yang lurus."  
(QS. Ash-Shaffat;  117-118)
Akan tetapi, kaum muslimin berselisih tentang berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, ilmu yang berkaitan dengan keyakinan dan amalan, padahal mereka telah  bersepakat, bahwa Muhammad adalah haq, dan Al-Qur'an adalah haq.  Jika masing-masing mereka mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus, niscaya mereka tidak akan berselisih.  Bahkan, kebanyakan dari orang mengetahui perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun mereka memaksiatinya.  Seandainya mereka mendapatkan hidayah kepada jalan yang lurus, niscaya mereka akan mengamalkan segala perintah tersebut dan meninggalkan segala larangan-Nya.  Orang-orang yang telah mendapatkan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala dari umat ini, merekalah wali-wali Allah yang bertakwa.  Termasuk salah satu sebab terbesar mereka mendapatkan hidayah itu adalah do'a mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap shalat.  Mereka juga mengetahui, bahwa mereka adalah orang-orang yang (sangat) membutuhkan hidayah kepada jalan yang lurus."  
(Demikian perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab, Amradhul Qulub, hal.  31-33)

Murid Beliau, Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Tunjukilah kami ke jalan yang lurus (Al-Faatihah;  5), adalah hidayah al-bayan dan hidayah ad-dilalah, kemudian diikuti hidayah taufik dan ilham.  Hidayah taufik dan ilham ini datang setelah hidayah bayan dan dilalah Tidak mungkin seseorang sampai kepada hidayah ad-dilalah dan bayan, kecuali melalui informasi dari para Rasul.  Apabila telah terwujud al-bayan dan ad-dilalah, lalu diilmui - maka akan terwujudlah hidayah taufik.  Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan iman di dalam hati, mencintainya, menghiasinya,  dan menjadikan hati hamba itu mengutamakan iman tersebut, ridha, dan berloyalitas padanya.   Semua ini merupakan wujud dari dua hidayah  (al-bayan wad-dilalah, dan taufik).  Keberhasilan tidak akan pernah terwujud melainkan dengan keduanya.
Kedua hidayah ini mengandung ilmu terhadap kebenaran yang telah diketahuinya, baik secara global maupun rinci, disertai ilham terhadap kebenaran, dan menjadikannya termasuk orang-orang yang mengikuti kebenaran, baik secara lahiriyah maupun bathiniyyah.  Kemudian  (Allah Subhanahu wa Ta’ala) memberikan kepadanya (kemampuan) untuk melaksanakan konsekwensi dari petunjuk tersebut, baik melalui keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun tekad yang kuat.  Hal ini terjadi secara berkesinambungan dan kokoh hingga hamba tersebut meninggal dunia. 
(Baca artikel, EMPAT TAHAPAN / TINGKATAN HIDAYAH, dan BAGAIMANA MEMAHAMI KESEMPURNAAN QADHA' DAN QADAR ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA)
Berdasarkan hal ini, dapat diketahui, bahwa seorang hamba itu sangat membutuhkan hidayah melalui do'a di atas ("Tunjukilah kami ke jalan yang lurus")
Dari sini pula diketahui kekeliruan orang-orang yang berkata, "Bila kita telah mendapatkan hidayah, untuk apa lagi kita memintanya (terus-menerus)?"
Sungguh, kebenaran yang belum kita ketahui jauh lebih banyak daripada yang telah kita ketahui.   Yang bisa diibaratkan dengan patukan seekor burung di atas samudera yang membentang luas.
Apa yang kita inginkan, namun tidak mampu melakukannya juga demikian.  Begitu pula apa yang belum kita ketahui secara global, dan tidak mendapatkan hidayah secara rinci tidak terhitung jumlahnya.
(Baca artikel, MANUSIA DAN HIDAYAH)
Oleh karena itu, kita membutuhkan hidayah yang sempurna.  Barangsiapa yang telah mendapatkan kesempurnaan dalam masalah ini, maka permohonan hidayahnya adalah untuk mengokohkan, dan  senantiasa berada di atasnya (hingga akhir hayat)"  (Lihat Tafsir Al-Qayyim, karya Ibnu Qayyim, hal. 9)

oOo

(Dikutip dan disadur dari tulisan, "Menjemput Hidayah", Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman, Majalah Asy-Syariah, vol. 64/6 /1431 H/2010 M)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar