Selasa, 03 Juli 2018

Kisah Nabi Isa 'Alaihissalam (1)



بسم الله الر حمان الر حيم

Rasul Ulul Azmi (Yang Paling Utama) ke-empat, setelah Musa 'alaihissalam, adalah Nabi dan Rasul Isa Putera Maryam 'alaihissalam, yang dipertuhankan oleh orang-orang Nasrani.
Dari 200 ayat Al-Qur’an yang terdapat dalam surat Ali-Imran, 83 ayat diantaranya merupakan bantahan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang Nasrani, yang menyatakan bahwa Allah Tabaaraka wa Ta’ala memiliki anak.
Maha suci Allah Rabbul ‘Alamin, dari apa yang mereka katakan.
Pada awal surat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan, bahwa Isa ‘alaihissalam hanyalah salah seorang dari hamba Allah, yang telah Dia ciptakan, dan dibentuk di dalam rahim ibunya (Maryam), sebagaimana Dia telah menciptakan hamba-hamba-Nya yang lain.  Bahkan, Adam ‘alaihissalam diciptakan-Nya sebagai manusia yang pertama tanpa perantara ibu dan bapak.  Dia (Allah) cukup mengatakan “Kun”, maka jadilah ia seperti apa yang diinginkan-Nya.  Dan ini merupakan dalil yang menunjukkan kesempurnaan Kekuasaan-Nya atas semua makhluk yang ada di Jagat Raya ini.
Ibunda Isa ‘alaihissalam, Maryam merupakan anak dari seorang hamba Allah yang shalih, Imran.
Tidak ada perbedaan pendapat para ‘ulama, bahwa Maryam yang merupakan anak perempuan dari Imran tersebut, berasal dari silsilah keluarga Nabi Daud ‘alaihissalam.  Sedangkan ibu dari Maryam (isteri Imran) bernama Hanah binti Faqud bin Qabil, merupakan seorang wanita yang ta’at beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan Nabi Zakaria ‘alaihissalam adalah suami dari saudara perempuan Maryam yang bernama Asya’ (menurut jumhur ‘ulama).
Muhammad bin Ishaq dan yang lainnya menceritakan, bahwa ibunda Maryam, Hanah adalah seorang perempuan yang belum pernah hamil, lalu pada suatu hari ia melihat seekor burung yang memberi makan anak-anaknya, sehingga ia benar-benar ingin memiliki anak, lalu ia bernadzar kepada Allah, jika ia hamil, ia akan menjadikan anak tersebut sebagai anak yang shalih, lagi mengabdikan diri di Baitul Maqdis (Pada saat itu banyak orang yang menginginkan anaknya mengabdikan diri di Baitul Maqdis).
Lebih lanjut mereka menceritakan, lalu Hanah pun langsung mendapatkan siklus haid, dan setelah masa suci, ia bercampur dengan suaminya, hingga akhirnya dia pun mengandung Maryam.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
“Tidak seorang (anak) pun yang dilahirkan, melainkan syaithan menjamahnya ketika ia dilahirkan, sehingga ia berteriak dengan keras karena jamahan tersebut, kecuali Maryam dan puteranya (Isa).”
Banyak dari kalangan Ahli Tafsir yang menyebutkan, bahwa setelah melahirkan Maryam, Hanah membungkus anaknya dengan kain, lalu ia berdiri dan berangkat ke Masjid, lalu ia menyerahkan anaknya itu kepada orang-orang yang bermukim di Masjid tersebut.
Anak itu (Maryam), adalah puteri dari Imam mereka, Imran.  Anak itu diserahkan ibunya kepada mereka setelah disusui dan dipelihara.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya),
“Dan Allah menjadikan Zakarya sebagai pemeliharanya.”  Yakni, setelah ia (Zakarya) memperoleh kemenangan dalam undian yang mereka laksanakan, sebagaimana yang difirmankan-Nya (artinya),
“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam.  Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.”  
(QS. Ali-Imran;  44)
Mereka bercerita, undian tersebut berlangsung tiga kali.  Pertama, masing-masing mereka melemparkan anak panah, kemudian menyuruh seorang anak yang belum akil balig untuk mengambil salah satu anak panah, ternyata anak panah yang diambil adalah milik Zakarya.  Kedua, masing-masing mereka melemparkan anak panahnya ke sungai, barangsiapa yang anak panahnya berjalan melawan arus sungai, maka dialah pemenangnya.  Ternyata anak panah Zakarya yang melawan arus sungai, sedangkan anak panah yang lainnya terbawa arus.  Ketiga, mereka menuntut diadakannya ketentuan anak panah yang terbawa arus  adalah pemenangnya.  Lalu, masing-masing meletakkan anak panahnya di atas sungai,  ternyata semua anak panah mereka berjalan melawan arus sungai, kecuali anak panah Zakarya yang terbawa arus.  Kemudian, anak itu pun diserahkan kepada Zakarya sebagai pemenang undian tersebut, karena ia adalah orang yang paling berhak secara syari’at, maupun takdir untuk memeliharanya.
Para Ahli Tafsir menyebutkan, Zakarya telah memberikan tempat yang mulia (Mihrab) bagi Maryam di dalam Masjid tersebut, dimana tempat itu tidak dimasuki oleh siapa pun, kecuali oleh dirinya saja.  Di tempat itu Maryam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh kekhusyu’an, serta menjalankan semua kewajiban yang diembankan kepadanya, baik pada waktu siang maupun malam hari, sehingga ia menjadi suri-tauladan dalam hal ibadah di tengah-tengah Bani Israil.  Ia juga terkenal dengan keadaannya yang terpuji dan sifat-sifat yang mulia, bahkan pada saat itu tidak ada yang menandinginya dalam hal beribadah.  Sampai-sampai setiap kali Nabi Zakarya ‘Alaihissalam masuk ke tempat ibadahnya itu untuk menemuinya, ia menemukan di sisi Maryam terdapat rezeki yang aneh yang tidak ada pada masanya.  Dimana Zakarya menemukan buah-buahan musim panas di musim dingin, dan begitu pula sebaliknya.  Lalu ia bertanya kepada Maryam, “Dari mana kamu mendapatkan semuanya ini?”  Maryam menjawab, “Dari sisi Allah.”  Maksudnya, rezeki tersebut telah diberikan Allah kepadaku, “Sesungguhnya Dia memberikan rezki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”
Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan,
Dan ingatlah, ketika Malaikat (Jibril) berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memberikan khabar gembira kepadamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat yang datang dari-Nya, namanya Al-Masih Isa Putera Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan akhirat, serta termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).  Dan ia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika dewasa, dan ia termasuk di antara orang-orang yang shalih.”
Maryam berkata, “Ya Tuhanku, mana mungkin aku mempunyai anak sedang aku belum pernah disentuh seorang laki-laki pun.”
Allah berfirman (melalui perkataan Jibril), “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.  Apabila Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka Allah hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah,’ maka jadilah ia.”
Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan, bahwa Malaikat Jibril telah menyampaikan berita gembira kepada Maryam, yaitu bahwa Dia telah memilihnya sebagai wanita pilihan di dunia.  Ia dipilih untuk mengandung seorang anak tanpa adanya seorang ayah.  Disampaikan kepadanya, bahwa anak itu akan menjadi seorang Nabi yang mulia, “Dan ia berbicara dengan orang-orang ketika ia masih dalam buaian.”  Yakni, ketika ia masih bayi, dimana ia menyeru kepada mereka supaya beribadah kepada Allah semata, Yang tiada sekutu bagi-Nya.  Demikian juga ketika ia sudah berusia dewasa, ia juga menyerukan hal yang sama.  Dan hal itu menunjukkan, bahwa pada usia tuanya ia juga tetap menyeru manusia agar hanya menyembah Allah ‘Azza wa Jalla. 
Yang demikian itu menunjukkan salah satu wujud kesempurnaan ucapan Isa Putera Maryam kepada mereka ketika ia masih berada dalam buaian.  Isa memberitahu mereka, bahwa Allah adalah Tuhan-nya dan Tuhan mereka, dan itulah jalan yang lurus.
Maryam diperintahkan supaya banyak beribadah, tunduk, sujud dan ruku’, agar ia bisa menyandang kemuliaan tersebut.  Selain itu, Maryam juga diperintahkan agar selalu mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya.  Ada yang mengatakan, bahwa Maryam mengerjakan shalat hingga kedua kakinya bengkak.  Semoga Allah Ta’ala mengasihi dirinya, ibu dan juga bapaknya sekalian.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Maka, Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian ruh (ciptaan) Kami" 
(QS. At-Tahrim;  12)
Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa tiupan itu masuk ke dalam rahimnya melalui kemaluannya dan bukan melalui mulutnya, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Sadi dengan sanadnya dari sebagian Sahabat.
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Pemuka kaum wanita penghuni Surga adalah Maryam binti Imran, lalu Fatimah binti Muhammad, lalu Khadijah binti Khuwailid, dan kemudian Asiyah isteri Fir’aun.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Malaikat Jibril kepada Maryam dalam wujud seorang manusia yang sempurna.  Menyaksikan hal tersebut Maryam berkata, “sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Mahapemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.”  (Abu Aliyah mengatakan, “Aku mengetahui bahwa ketakwaan itu memiliki rasionalitas...”)
Ia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.”
Maryam berkata, “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun yang menyentuhku, dan aku bukan pula seorang pezina.”
Jibril berkata, “Demikianlah, Tuhan-mu berfirman, ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan agar  Kami dapat menjadikannya sebagai suatu tanda bagi manusia, dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal tersebut adalah suatu perkara yang telah diputuskan.”
Maka, Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.  Yang demikian itu, karena pada saat hamil Maryam akan mengalami perubahan fisik, dimana perutnya akan semakin membesar, dan ia pun menyadari, bahwa akan banyak orang yang bertanya-tanya sekaligus membicarakan dirinya.
Banyak ‘ulama Salaf, diantaranya Wahab bin Munabbih menyebutkan, bahwa setelah terlihat pada diri Maryam tanda-tanda kehamilan, maka yang pertama kali mengetahuinya adalah seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil yang bernama Yusuf bin Ya’qub An-Najjar, yang tidak lain adalah pamannya sendiri.  Maka Yusuf pun benar-benar terkejut menyaksikan hal itu.  Keterkejutan dan keheranan Yusuf itu memang sangat beralasan, karena selama ini yang dia ketahui, Maryam adalah seorang yang sangat ta’at beribadah dan benar-benar menjaga kesuciannya, dan ternyata ia bisa hamil sedang ia belum pernah menikah.  Lalu, pada suatu hari ia mendatangi Maryam dan bertanya, “Wahai Maryam, adakah tanaman yang tumbuh tanpa adanya biji?”
Maryam menjawab, “Ya, ada.  Lalu, siapakah yang menciptakan tanaman pertama kali?”
Kemudian Yusuf berkata, “Lalu, adakah seorang anak itu bisa lahir tanpa adanya suami?”
“Ya, ada.  Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan Adam tanpa melalui proses pertemuan laki-laki dan perempuan,” papar Maryam.
Lebih lanjut Yusuf bin Ya’qub An-Najjar berkata, “Kalau begitu, beritahukanlah kepadaku berita yang sesungguhnya terjadi pada dirimu.”
Maka Maryam pun menjawab, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan khabar gembira kepadaku, ‘Dengan kalimat yang datang dari-Nya, namanya Al-Masih Isa Putera Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan akhirat, serta termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Alah).  Dan ia berbicara dengan manusia ketika dalam buaian dan saat telah dewasa, dan ia termasuk di antara orang-orang yang shalih.”  
(QS. Ali-Imran;  45-46)
Diriwayatkan dari Mujahid, ia bercerita; Maryam pernah berkata, ketika aku dalam keadaan sendiri, maka ia (Isa) berbicara kepadaku, dan jika aku sedang berada di tengah-tengah orang banyak, maka ia bertasbih di dalam perutku.
Yang jelas adalah, bahwa Maryam mengandung puteranya itu selama sembilan bulan.  
Maka, rasa sakit akan melahirkan anak memaksanya bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi  dilupakan.”  (Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bolehnya mengharapkan kematian pada saat menghadapi fitnah yang sangat berat).  Hal itu terjadi karena Maryam mengetahui bahwa orang-orang menuduhnya telah berbuat zina, dan mereka juga sudah tidak mempercayainya lagi, bahkan mereka mendustakannya, sehingga datang kepadanya seorang anak (Isa) melalui dirinya.  Padahal, sebelumnya Maryam dikenal sebagai seorang yang ta’at beribadah, khusyu’, dan aktif ke Masjid untuk melakukan i’tikaf, hingga akhirnya ia hamil karena hal itu, sehingga ia mengharap kematian, “Dan aku menjadi tidak berarti, lagi dilupakan.”  Artinya, tidak diciptakan.
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhan-mu telah menjadikan anak sungai di bawahmu,.  Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buahnya yang masak kepadamu.  Maka, makan – minum, dan bersenang hatilah kamu.  Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Mahapemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”
Maka, Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya (Ibnu Abbas mengemukakan; kedatangan Maryam kerpada kaumnya itu terjadi setelah ia selesai menjalani masa nifas selama 40 hari).
 Kaumnya berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.  Hai saudara perempuan Harun (Note; Bukan Nabi Harun. Beliau adalah seorang laki-laki Shalih yang senasab dengan Maryam, karena antara Maryam dengan Nabi Harun terpaut jarak yang sangat jauh; Demikian menurut Ibnu Katsir, pen blog), ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat, dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.”
Maka, Maryam menunjuk kepada anaknya (dengan bahasa isyarat).  Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam buaian?”
Isa berkata, Sesungguhnya aku ini hamba Allah.  Dia memberiku Al-Kitab (Injil), dan Dia menjadikanku seorang Nabi.  Dia juga menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup.  Serta berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka.  Dan kesejahteraan semoga senantiasa dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dunia, dan pada hari aku dibangkitkan kembali.”
Perkataan yang pertama kali keluar dari mulut Isa Putera Maryam 'Alaihissalam, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah,” menunjukkan pengakuan Isa terhadap Rabb-nya, sekaligus ‘ubudiyahnya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, Rabb Yang Mahatinggi .  Dan bahwasanya Allah adalah Tuhannya.  Dengan demikian, ia telah mensucikan Allah dari pernyataan orang-orang zhalim, bahwa Allah itu mempunyai anak.  Padahal yang benar adalah, bahwa Isa Putera Maryam itu hamba sekaligus Rasul Allah.  Dan pernyataan Isa tersebut, sekaligus juga membebaskan ibunya dari segala tuduhan orang-orang bodoh  (perbuatan zina).
Itulah Isa Putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia.  Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah,” maka jadilah ia.
Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhan kalian, maka sembahlah Dia oleh kalian.  Inilah jalan yang lurus.
Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) diantara mereka.  Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.”  (QS. Maryam; 16-37)
Dan firman-Nya (artinya),
“Dan ingatlah kisah Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam tubuhnya ruh dari Kami, dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi Semesta Alam.”  
(QS. Al-Ambiya’;  91)
Sebagai penutup bagian ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Demikianlah kisah Isa, Kami membacakannya kepada kalian sebagian dari bukti-bukti keRasulannya dan membacakan Al-Qur’an yang penuh hikmah.
Sesungguhnya perumpamaan penciptaan Isa dalam pandangan Allah adalah seperti penciptaan Adam,  Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah ia.
(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu.
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa setelah datang Ilmu yang meyakinkanmu, maka katakanlah kepadanya, ‘Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kalian, diri kami dan diri kalian.  Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta[1].  Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.  Dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.  Kemudian jika mereka berpaling dari kebenaran, maka sesungguhnya Allah Mahamengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.”  
(QS. Ali-Imran;  58-63)
Jadi, jika Dia berkuasa menciptakan Adam tanpa bapak dan ibu, maka Dia lebih berkuasa lagi untuk menciptakan Isa melalui ibu, tanpa bapak.  Jika keberadaan Isa sebagai anak Allah dibenarkan karena ia lahir tanpa bapak, maka keberadaan Adam sebagai anak Allah seharusnya lebih dibenarkan lagi.  Padahal, keberadaan Adam sebagai anak Allah dimaklumi kebathilannya, maka pandangan mereka Isa sebagai anak Allah tentu lebih fatal (bathil) lagi, dan lebih tidak benar (lebih jauh dari kebenaran).  Namun Tuhan Yang Maha Agung hendak memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, tatkala Dia menciptakan Adam bukan melalui seorang laki-laki dan perempuan, dan menciptakan Hawa dari makhluk laki-laki tanpa perempuan, menciptakan Isa dari seorang perempuan tanpa laki-laki, tidak sebagaimana lazimnya penciptaan makhluk melata ini melalui jantan dan betina.
(Bersambung, In-syaa Allah)

oOo
[1]  Mubahalah, adalah masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat berdo’a kepada Allah dengan sungguh-sungguh, agar Allah ‘Azza wa Jalla menimpakan laknat kepada pihak yang berdusta.  Nabi Muhammad mengajak utusan Nasrani Najjran bermubahalah, tetapi mereka tidak berani, dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar