Kamis, 05 Juli 2018

Kisah Nabi ISA 'Alaihissalam (2)


PENJELASAN BAHWA ALLAH TA’ALA TIDAK BERANAK DAN TIDAK DIPERANAKKAN

بسم الله الر حمان الر حسم

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Mahapemurah mengambil (mempunyai) anak,’ Sesungguhnya kalian telah mendatangkan suatu perkara yang sangat munkar.’”  (Maryam;  88-89)
Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Mahapemurah mempunyai anak.  Dan tidaklah layak bagi Tuhan Yang Mahapemurah mengambil (mempunyai) anak.  Tidak ada seorang pun, baik di langit maupun di bumi (melainkan) akan datang kepada Tuhan Yang Mahapemurah selaku seorang hamba.  Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.  Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada Hari Kiamat dengan sendiri-sendiri.”  (Maryam;  90-95)
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Pencipta, Pengatur, dan Penguasa segala sesuatu di Jagat Raya ini.  Dan seluruh penghuni Langit dan Bumi adalah hamba dan makhluknya, yang senantiasa membutuhkan dan bergantung pada-Nya.  Dan kelak mereka akan dimintai pertanggung-jawaban terhadap apa saja yang mereka ucapkan dan perbuat, bahkan apa saja yang terbetik di dalam hati mereka - meskipun sebesar dzarrah.  Dan sesungguhnya, Dia Mahamengetahui segala sesuatu, seperti  firman-Nya (artinya),
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian lahirkan dan rahasiakan), dan Dia Mahahalus lagi Mahamengetahui.”  (Al-Mulk;  14)
Apakah manusia itu tidak memikirkan, bahwa penciptaan langit dan bumi serta apa-apa yang terdapat di dalamnya, itu jauh lebih sulit daripada penciptaan manusia?  Sedangkan mereka (tujuh lapis langit, Bumi dan gunung-gunung) itu tunduk-patuh, dan takut kepada Rabb-nya.
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat semua penglihatan itu, dan Dialah Yang Mahahalus lagi Mahamengetahui.”  (Al-An’am;  100-103)
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits mutawatir yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari berbagai jalan, yang ditegaskan dalam kitab-kitab Shahih, maupun Musnad serta Sunan para ‘ulama Salaf, dari  Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu’anha,
“Barangsiapa beranggapan bahwa Muhammad melihat Tuhan-nya, berarti ia telah berdusta.”
Dan Jumhur para ‘ulama telah pula menjelaskan maksud dari perkataan Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Rabb-nya sebanyak dua kali, yang dimaksudkan adalah melihat dengan hati, bukan dengan mata-kepala Beliau.  Hal ini sesuai dengan jawaban Beliau ketika ditanya tentang hal tersebut,
“Cahaya, bagaimana mungkin aku bisa melihat-Nya,” dan hadits lain (artinya),
“Ketahuilah, sesungguhnya seorang di antara kalian tidak akan bisa melihat Rabb-nya hingga ia mati.”  (HR. Muslim)
Allah ‘Azza wa Jalla sebagai Pencipta langit dan bumi, maksudnya Yang menginovasikan dan menciptakan keduanya tanpa ada contoh sebelumnya.  Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mujahid dan Al-Sadi, dan dari sana pula diambil istilah Bid’ah, bagi sesuatu yang diada-adakan yang belum pernah ada sebelumnya (dalam Agama).
Bagaimana mungkin Dia mempunyai anak, sedangkan Dia tidak mempunyai isteri.  Karena anak itu akan lahir dari dua pasangan yang setara, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada satu pun makhluk yang menyerupai-Nya – apalagi menyamai-Nya (setara), karena Dia adalah Pencipta segala sesuatu.  Segala sesuatu adalah rendah dan hina dihadapan-Nya, sehingga tidak ada yang layak untuk menjadi isteri dan anak-Nya.
Firman-Nya (artinya),
“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah Yang Mahaesa.  Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.  Dan tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya.”  (Al-Ikhlash;  1-4)
Dengan demikian Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan, bahwa Dia itu Esa, yang tiada tandingan bagi-Nya, baik dalam Sifat, Dzat, maupun Perkataan atau Perbuatan-Nya.  “Tempat bergantung,” yakni, Dia merupakan Dzat Yang mempunyai kesempurnaan Ilmu, Hikmah, Rahmat serta keseluruhan Sifat-Sifat-Nya, semuanya Maha Sempurna.  “Tidak beranak,” artinya, tidak pernah lahir dari-Nya seorang anak pun.  “Dan tidak diperanakkan,” yakni, tidak ada sesuatupun dzat yang melahirkan-Nya.  “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya,” maksudnya, Dia adalah Dzat Yang tidak mempunyai tandingan dan lawan yang sebanding.  Sehingga dengan demikian, Dia tidak mungkin mempunyai anak, karena tidak mungkin seorang anak itu lahir kecuali ada yang melahirkannya, dan tidak ada yang melahirkan melainkan setelah terjadi percampuran antara dua unsur yang seimbang, setara, dan sebanding.  Dan Allah ‘Azza wa Jalla Mahatinggi, lagi Mahasuci dari semua tuduhan tersebut.
Dalam surat yang lain Allah berfirman (artinya),
“Wahai Ahlul Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam Agama[1], dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.  Sesungguhnya Al-Masih, Isa Putera Maryam itu adalah utusan Allah dan yang diciptakan dengan kalimat-Nya, yang Dia sampaikan kepada Maryam, dan dengan tiupan ruh dari-Nya, maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya, dan janganlah kalian mengatakan, ‘Tuhan itu Tiga.’  Berhentilah dari ucapan tersebut.  Yang demikian itu lebih baik bagi kalian.  Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Mahaesa,  Mahasuci Allah dari mempunyai anak. Segala yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya.  Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.”
Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba Allah, dan tidak pula enggan Malaikat-Malaikat yang terdekat kepada Allah[2].  Barangsiapa yang enggan menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.”
“Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian karunia-Nya.  Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka Pelindung dan Penolong selain Allah.”  (An-Nisaa’;  171-173)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang Ahlul Kitab berlaku secara berlebih-lebihan dan melampaui batas.  Dan hal ini banyak dilakukan oleh kaum Nasrani, karena mereka berlaku melampaui batas dalam masalah Isa ‘Alaihissalam, hingga mereka mengangkat Isa melebihi derajat yang semestinya, yang diberikan Allah.  Mereka meninggikan  Isa Putera Maryam ‘Alaihissalam melebihi derajat kenabian, kepada derajat tuhan selain Allah.  Mereka menyembahnya seperti menyembah Allah.  Bahkan mereka berlaku berlebih-lebihan dalam menghormati para pengikut Isa yang dianggap seAgama dengan mereka.  Mereka mengatakan, bahwa para pengikut Isa itu ma’shum (terpelihara dari perbuatan dosa dan kesalahan), sehingga semua perkataannya diikuti (ditelan mentah-mentah) , baik perkataan itu benar atau salah.  Sehubungan dengan hal tersebut Allah ‘Azza wa Jalla berfirman-Nya (artinya),
“Mereka menjadikan para Pendetanya dan para Rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.”
Sehubungan dengan hal itu juga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (artinya),
“Hai sekalian manusia, janganlah ucapan kalian dan jangan pula (sampai) syaithan menjerumuskan kalian.  Aku adalah Muhammad bin Abdullah, hamba Allah dan Rasul-Nya.  Demi Allah, aku tidak suka kalian meninggikanku melebihi kedudukanku yang telah ditetapkan Allah bagiku.”
Isa Putera Maryam itu tidak sombong dan tidak pula menolak “Untuk menjadi hamba Allah, tidak pula para Malaikat Muqarrabin.”  Disebutkannya para Malaikat Muqarrabin (yang didekatkan kepada Allah) disini, karena mereka juga menjadikan para Malaikat tersebut sebagai tuhan bersama Allah, seperti halnya mereka menjadikan Al-Masih sebagai tuhan.  Sebenarnya para Malaikat tersebut bukan anak Allah, melainkan hamba yang dimuliakan-Nya.  Oleh karena itu Allah berfirman, “Barangsiapa yang enggan menyembah Allah dan sombong, maka Dia akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya,” artinya, Dia akan mengumpulkan mereka kepada-Nya pada Hari Kiamat kelak, lalu memberikan keputusan di antara mereka dengan Hukum-Nya yang Adil, yang tidak menyimpang dan berat sebelah.
Firman-Nya selanjutnya (artinya), “Maka, berimanlah kepada Allah dan para Rasul-Nya.  Dan janganlah kalian mengatakan ‘Tiga’.”  Maksudnya, benarkanlah bahwa Allah itu Satu (Maha Esa) dan tunggal, tidak memiliki teman perempuan dan tidak memiliki anak, bahwa Isa merupakan hamba sekaligus Rasul-Nya.  Dan janganlah kalian menjadikan Isa dan Ibunya sebagai mitra dan sekutu selain Allah, Yang Mahatinggi dan Mahamulia (dari semua itu).
Di kalangan kaum Nasrani sendiri masih terdapat perbedaan pandangan terhadap Isa.  Ada di antara mereka yang meyakini Isa sebagai tuhan, ada juga yang meyakininya sebagai mitra Allah, dan ada pula yang meyakininya sebagai anak Allah.  Mereka terdiri atas beberapa kelompok, pandangan mereka pun berbeda-beda, dan pendapat mereka juga tidak padu.  Pendek kata, Jika sepuluh orang Nasrani sepakat, maka pendapat mereka akan berbeda dengan orang yang kesebelas.
Salah seorang ulama Nasrani yang terkenal Said bin Bathiq Peter di Iskandariyah menuturkan, bahwa mereka pernah mengadakan Kongres Besar pada zaman Raja Constantin.  Dalam kongres itu terjadi perselisihan yang tidak dapat dikendalikan.  Jumlah mereka lebih Dari 2000 uskup.  Mereka merupakan kelompok yang banyak;  50 orang mempertahankan satu pendapat, 20 orang mempertahankan pendapat yang lain, 100 orang mempertahankan suatu pendapat, dan 70 orang mempertahankan pendapat yang lain lagi.  Ketika Constantin melihat jumlah mereka berkembang menjadi 318 kelompok, dan mereka bersepakat atas satu pendapat, maka Raja menyetujui pendapat itu, mendukung dan mengukuhkannya serta menghapus pendapat-pendapat lainnya.  Kemudian Raja mendirikan sejumlah Gereja untuk mereka, menyusun Kitab dan Undang-Undang bagi mereka.  Pengikut mereka disebut Paham Mukaniyah.  Kemudian mereka mengadakan Kongres kedua dan terbentuklah Paham Nestoriah.  Masing-masing dari ketiga paham tersebut menegaskan ketiga pokok Al-Masih.  Namun mereka berselisih mengenai kaitan ketiga pokok itu, ihwal (asal-usul) ketuhanan, dan alam manusia sesuai dengan pandangannya masing-masing; Apakah ketiga pokok itu bersatu, atau tidak bersatu, atau bercampur baur, atau terpisah menjadi tiga pandangan.  Masing-masing pandangan yang dianut oleh suatu kelompok, dan mengkafirkan kelompok yang lain.
Dan kami (Orang Islam) mengkafirkan ketiganya.  Oleh karena itu Allah berfirman (artinya),
Maka berhentilah, yang demikian itu lebih baik bagi kalian.  Sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Satu, Mahasuci Dia dari keberadaan-Nya memiliki anak, kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi, dan cukuplah Allah sebagai wakil.” Dan,
“Dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah melainkan kebenaran,” maksudnya, janganlah kalian membuat kebohongan terhadap Allah, memberi Dia teman perempuan (isteri) dan anak.  Mahatinggi dan Mahaagung Allah dari yang demikian.  Mahasuci, Mahaqudus, dan Mahatunggal dalam Kemuliaan, Kebesaran dan Keagungan-Nya, tiada Tuhan melainkan Dia.
Isa ‘Alaihissalam diciptakan melalui sebuah kata “Kun” yang disampaikan oleh Jibril ‘Alaihissalam kepada Maryam, kemudian Jibril meniupkan sebagian Ruh ciptaan-Nya kepada Maryam dengan seidzin Allah, maka terjadinya Isa pun dengan seidzin-Nya pula.  Tiupan itulah yang dihembuskan Jibril ke bawah lengan baju Maryam, kemudian Ruh itu turun dan sampai ke Farji (kemaluannya) dan menetap di rahimnya.  Kejadian seperti ini mirip dengan seorang suami membuahi isterinya.  Semua itu diciptakan karena Allah ‘Azza wa Jalla.  Oleh karena itu, Isa ‘Alaihissalam dikatakan sebagai kalimat Allah dan Ruh dari-Nya, sebab ia tidak terlahir melalui pembuahan seorang bapak.  Dia bermula dari kalimat yang diucapkan-Nya, yaitu kalimat “Kun”, maka Isa pun tercipta.  Dan Ruh itu dibawa oleh Jibril kepada Maryam.
Penyandaran Ruh kepada Allah dimaksudkan sebagai pemuliaan dan penghormatan, dimana ia (Ruh) itu merupakan salah satu dari makhluk Allah Ta'ala juga, seperti penyandaran unta dan rumah kepada Allah dalam firman-Nya, “Naaqatallahi” dan “Waththahhir baitiya lithaa’ifiin.” (Unta Allah dan Rumah Allah).
Firman Allah Ta’ala (artinya),
“Mereka bertanya kepadamu tentang Ruh, katakanlah, ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan (tentangnya) melainkan sedikit.’”  (Al-Isra’;  85), dan
“Mereka, (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, ‘Allah mempunyai anak.’  Mahasuci Allah, Dialah Yang Mahakaya.  Kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.  Kalian tidak mempunyai hujjah tentang hal ini.  Pantaskah kalian mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?”
“Bagi mereka kesenangan sementara di dunia, kemudian kepada Kami mereka akan dikembalikan.  Kemudian Kami rasakan kepada mereka siksan yang berat akibat kekafiran mereka.”  (Yunus;  68-70)
Karena memang orang-orang Nasrani yang paling sering dan tersohor melontarkan hal itu, maka mereka pun sering dan banyak disebut di dalam Al-Qur’an guna menolak dan membantah pernyataan serta kebathilan yang mereka perbuat tersebut.  Ungkapan kekufuran mereka itu beraneka ragam, karena memang kebathilan itu mudah sekali mengembang dan menyebar, serta bercabang-cabang.
Sedangkan kebenaran itu sama sekali tidak beragam dan tidak pula berubah-ubah.  Allah Subahanhu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.[3](An-Nisaa’;  82)
Yang demikian itu menunjukkan, bahwa kebenaran itu satu dan padu, sedangkan kebathilan itu beragam, bercabang-cabang dan cenderung berubah-ubah.  Sekelompok orang dari mereka ada yang mengatakan, bahwa Isa Putera Maryam itu Allah.  Kelompok lainnya menyatakan, bahwa Ia adalah anak Allah.  Sedangkan kelompok yang satu lagi menyatakan, bahwa Ia termasuk dalam Trinitas.
Sedangkan dalam surat Al-Maidah, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya),
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih Putera Maryam.’  Katakanlah, ‘Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih Putera Maryam itu beserta ibunya, serta seluruh manusia yang berada di bumi semuanya?’  Hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya.  Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki.  Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
“Orang-orang Yahudi atau Nasrani mengatakan, ‘Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.’  Katakanlah, ‘Maka, kenapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?’ (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihnya).  Tetapi kalian adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang di ciptakan-Nya.  Dia memberikan ampunan kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya.  Dan hanya kepunyaan Allah-lah Kerajaan Langit dan Bumi, serta apa yang ada di antara keduanya.  Dan hanya kepada Allah (segala sesuatu) itu kembali.”  (Al-Maidah;  17-18)
Dia mampu dan berkuasa melakukan segala yang dikehendaki-Nya.  Dan Dia tidak akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang Dia kerjakan (perbuat) berdasarkan Kekuasaan, Keadilan, dan Keagungan-Nya.
Yang demikian itu merupakan bantahan terhadap orang-orang Nasrani, yang akan senantiasa dilaknat Allah ‘Azza wa Jalla sampai Hari Kiamat kelak.
Dan ingatlah ketika Allah berfirman, Hai Isa Putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua tuhan selain Allah?’  Isa menjawab, ‘Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).  Jika aku pernah mengatakannya, tentulah Engkau telah mengetahuinya.  Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu.  Sesungguhnya Engkau mengetahui perkara yang ghaib.  Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu, sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan kalian.  Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka.  Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah Yang Mengawasi mereka.  Dan Engkau adalah Mahamenyaksikan segala sesuatu.  Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.’”  (Al-Maidah;  116-118)
Firman Allah Ta’ala dalam surat yang lain (artinya),
“Katakanlah, ‘Jika benar Tuhan Yang Mahapemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang pertama kali memuliakan anak itu, Mahasuci Tuhan Pemilik Langit dan Bumi, Tuhan Yang mempunyai ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu.  Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui Hari yang dijanjikan kepada mereka.’”  (Az-Zukhruf;  81-82) dan,
“Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka masuk ke dalam siksaan yang keras.”  (Lukman;  24)
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),
“Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada orang-orang yang zhalim, hingga apabila (Dia) mengadzabnya, maka Dia tidak akan melepaskannya lagi...”
(Bersambung, In-syaa Allah)
oOo
[1]  Maksudnya, janganlah kalian mengatakan Nabi Isa ‘Allaihissalam itu Allah, sebagaimana yang dikatakan orang-orang Nasrani.
[2]  Yaitu Malaikat-Malaikat yang berada di sekitar ‘Arsy, seperti Jibril, Mikail, Israfil, serta Malaikat-Malaikat lainnya yang setingkat dengan mereka.
[3]  Maksudnya, tidak satu pun terdapat di dalam Al-Qur’an itu makna-makna yang berlawanan, serta tidak ada penyimpangan (dari kebenaran) di dalamnya.
(Disadur dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar