Minggu, 01 Juli 2018

Kisah Nabi NUH 'Alaihissalam



بسم الله الر حمان الر حيم


Rasul Ulul Azmi (Yang Paling Utama) pertama, yang diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Nabi Nuh ‘Alaihissalam.
Nama lengkap Beliau adalah Nuh bin Lamik bin Matwasyalah bin Khanukh (Idris) bin Yarad bin Mahlayil bin Qanin bin Anwasy bin Syits bin Adam ‘Alaihissalam.
“Antara Nuh dan Adam (‘Alaihimussalam) ada 10 generasi.  Mereka semua berada di atas syariat yang benar (lurus).  Kemudian mereka saling berselisih.  Lalu Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan.”   (HR.  Ath-Thabari)
Setelah abad-abad kejayaan Islam itu, keadaan berubah menjadi terbalik, dimana manusia berpindah kepada penyembahan berhala (perbuatan syirik).
Kaum Nabi Nuh ‘Alaihissalam bernama Bani Rasib.
Para ‘ulama masih berbeda pendapat mengenai usia Nuh ketika Beliau diangkat menjadi Rasul yang pertama.  Ada yang mengatakan, Nuh diangkat menjadi Rasul pada usia 50 tahun.  Ada juga yang menyatakan ketika Beliau berusia 350 tahun.  Dan ada juga yang menyatakan ketika Beliau berusia 480 tahun.  Demikian diceritakan oleh Ibnu Jarir.
Bila kita diasumsikan, Beliau mulai mendakwahi kaumnya pada usia 50 tahun, sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan Alba’ bin Ahmar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; Manusia yang menyambut dakwah Beliau (Ikut naik ke kapal Beliau) hanya berjumlah 80 orang.  Berarti, dalam kurun waktu 900 tahun, rata-rata setiap tahunnya manusia yang mau menyambut dakwah Beliau hanya 0,09 orang (Hampir seper-sepuluh badan manusia/tahun,  tidak sampai satu orang setiap tahunnya!).  Padahal, Beliau telah menyeru mereka siang-malam, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, terus menerus tanpa kenal lelah, dalam rentang waktu yang sangat panjang, 900 tahun!  Hingga akhirnya Beliau mengadukan persoalan tersebut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang tertera dalam Al-Qur’an (artinya),
"Dia (Nuh) berkata, 'Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran)'"  (Nuh (71);  5-6), dan
"Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan diam-diam."  (Nuh (71);  9) 
“Dan tidaklah beriman orang-orang yang bersama Nuh itu kecuali sedikit.”  (Hud;  40)

 Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Nuh dan kaumnya, serta adzab-Nya berupa taufan yang diturunkan-Nya kepada mereka yang kafir, juga kisah penyelamatan yang Allah lakukan terhadap Beliau serta orang-orang yang berada di dalam bahtera.  Di antara surat yang mengangkat kisah ini adalah, surat Al-A’raf, Yunus, Hud, Al-Ambiya’, Al-Mukminun, Asy-Syu’ara, Al-Ankabut, Ash-Shaffat,  Al-Qamar, dan surat Nuh sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya.  Ia berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kalian, agar kalian tidak menyembah selain Allah.  Sesungguhnya aku khawatir kalian akan ditimpa adzab pada hari yang sangat menyedihkan.”
Maka, para pemimpin yang kafir dari kaumnya berkata, “Kami tidak melihat kalian , melainkan sebagai seorang manusia biasa seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu melainkan orang-orang yang hina-dina  di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihatmu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.”
Nuh berkata, “Hai kaumku, bagaimana pendapat kalian, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhan-ku, dan Dia berikan kepadaku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagi kalian.  Apakah akan kami paksakan kalian menerimanya, padahal kalian tidak menyukainya?
Ia juga berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kalian sebagai upah bagi seruanku.  Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman.  Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandang kalian suatu kaum yang tidak mengetahui.
Adapun jawaban dari kaumnya, “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah membantah kami, dan kamu memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.”
Nuh menjawab, “Hanya Allah yang akan mendatangkan adzab itu kepada kalian jika Dia menghendaki, dan kalian sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.  Dan nasihatku tidak bermanfaat bagi kalian jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian-sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian, Dia adalah Tuhan kalian dan kepada-Nya kalian dikembalikan.
Justru kaumnya berkata, “Ia hanya membuat-buat nasihatnya saja.”  Katakanlah, “Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang (akan) memikul dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa yang kalian perbuat.”
Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan ada yang beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman saja, karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan (perbuatan syirik).  Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zhalim itu.  Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
Nuh berdo’a, “Ya Tuhan-ku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.”
Lalu Kami wahyukan kepadanya, “Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan tannur[1] telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap jenis (binatang) dan juga keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa adzab) di antara mereka.  Dan janganlah kamu bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zhalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.  Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zhalim.’”  
Maka mulailah Nuh membuat bahtera.  Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya.  Nuh berkata, “Jika kalian mengejek kami, maka sesungguhnya kami pun mengejek kalian sebagaimana kalian mengejek kami.  Kelak kalian akan mengetahui, siapa yang akan ditimpa oleh adzab yang menghinakan dan yang akan ditimpa adzab yang kekal.”
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman (artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang limapuluh tahun.  Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang  yang zhalim.  Maka kami selamatkan Nuh dan para penumpang bahtera itu, dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua ummat manusia.”  (Al-Ankabut;  14-15)
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran.  Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?  Maka, alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.  Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”  (Al-Qamar;  9-17)
“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr[2].”   (Nuh;  23)
“Nuh berkata, ‘Ya Tuhan-ku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.  Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.  Ya Tuhan-ku, ampunilah aku, Ibu-Bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, serta orang beriman laki-laki dan perempuan.  Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.”  (Nuh;  26-28)
“Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu setelah mereka telah mendustakan Rasul, dan tiap-tiap ummat telah merencanakan makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah dengan alasan yang bathil, untuk melenyapkan kebenaran dengan kebathilan itu, karena itu Aku adzab mereka.  Maka, betapa pedihnya adzab-Ku?  Dan demikianlah, telah pasti berlaku ketetapan adzab Tuhan-mu terhadap orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni Neraka.”  (Al-Mukmin;  5-6)
Allah ‘Azza wa Jalla juga mengisahkan dengan firman-Nya (artinya),
”Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.”  (Hud;  42)
Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Hai anakku, naiklah ke kapal bersama kami, dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”
Anaknya menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.”  Nuh berkata, “Tidak ada yang dapat melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah saja Yang Mahapenyayang.”  Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.  (Hud;  42-43)
Nama anak Nabi Nuh tersebut adalah Yam, saudara Sam, Ham dan Yafits.
Ada juga yang mengatakan nama anak itu adalah Kan’an.  Ia adalah seorang yang kafir yang tidak pernah berbuat amal shalih.  Dimana ia menentang ayahnya dalam hal Agama, sehingga ia pun binasa bersama orang-orang yang binasa.  Namun demikian, masih banyak keluarga Nabi Nuh yang selamat, khususnya yang sepaham dan seAgama dengannya.
Allah menjadikan isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir.  Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami.  Lalu kedua orang isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya.  Maka, kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari siksa Allah.  Dan dikatakan kepada keduanya, ‘Masuklah ke Neraka bersama orang-orang yang masuk Neraka.’”  (At-Tahrim;  10)
Al-Imam Abu Ja’far bin Jarir menceritakan, kami pernah diberitahu mengenai kapal Nuh ‘Alaihissalam.  Panjang kapal tersebut 1200 (seribuduaratus) hasta, dengan lebar 600 (enamratus) hasta, yang terdiri dari tiga lantai.  Satu lantai untuk binatang ternak dan binatang buas, lantai yang lainnya untuk manusia, dan lantai yang satu lagi diperuntukkan bagi burung-burung.
Qatadah dan ‘ulama lainnya mengatakan, mereka menaiki kapal pada hari ke-10 bulan Rajab, dan mengarungi air bah selama 150 (seratuslimapuluh) hari, dan akhirnya berlabuh di bukit Judi selama satu bulan.  Dan mereka keluar dari kapal pada hari Asyura’ bulan Al-Muharram.  Dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan hadits yang sesuai dengan hal tersebut.  Dan pada hari itu mereka mengerjakan puasa.
“Dan difirmankan, ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah.’  Maka air pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan.  Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan, ‘Binasalah orang-orang yang zhalim’”  (Hud;  44)
Setelah berlabuh di atas bukit Judi, Nuh ‘Alaihissalam mengutus burung gagak untuk mencaritahu keadaan di bumi.  Maka burung itu pun terbang ke sana dan hinggap di atas bangkai.  Kemudian ia (Nuh) mengutus burung merpati dan berhasil membawa daun zaitun dan melumuri kakinya dengan tanah liat.  Dari apa yang dibawa burung tersebut, Nuh mengetahui bahwa air telah surut.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala selanjutnya (artinya),
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.”  (Ash-Shaffat;  77)
Dengan demikian setiap manusia yang ada di muka bumi hari ini, adalah dari jenis anak Adam yang dinisbatkan kepada ketiga anak Nuh, yaitu Sam, Ham dan Yafits.
Nuh turun dari bukit Judi, lalu membangun sebuah negeri yang ia beri nama Tsamanin (yang berarti delapanpuluh), hingga akhirnya penduduknya mempunyai 80 bahasa, yang salah satunya adalah bahasa Arab.  Sebagian mereka tidak memahami bahasa sebagian lainnya.
Diriwayatkan dari Ismail bin Iyasy, dari Yahya bin Sa’id, dari Sa’id bin Musayyab, bahwasanya ia pernah berkata, “Anak Nuh itu ada tiga, yaitu Sam, Yafits dan Ham.  Dan masing-masing dari ketiganya mempunyai tiga anak.  Anak Sam adalah bangsa Arab, bangsa Persi, dan bangsa Romawi.  Anak Yafits adalah bangsa Turki, Slaves, serta Ya’juj dan Ma’juj.  Sedangkan anak Ham adalah bangsa Qibthi, bangsa Sudan, dan bangsa Barbar.
Seluruh pemeluk Agama telah sepakat mengakui adanya peristiwa taufan tersebut, yang menimpa seluruh negeri yang ada di permukaan bumi.  Dan Allah Ta’ala tidak menyisakan seorang kafir pun di muka bumi ini, sebagai jawaban dan pemenuhan atas do'a Nabi-Nya dan sebagai implementasi dari ketetapan takdir-Nya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyematkan Pujian yang tinggi terhadap Beliau selaku Rasul-Nya yang paling utama (Ulul Azmi),
“Yaitu anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh.  Sesungguhnya ia adalah hamba yang banyak bersyukur.”  (Al-Isra’;  3)

oOo
[1]  Yang dimaksud “tannur” adalah semacam alat pemasak roti yang diletakkan di dalam tanah dan terbuat dari tanah liat, biasanya tidak ada air di dalamnya.  Terpancarnya air dari dalam tannur itu menjadi pertanda, bahwa banjir besar akan melanda negeri itu.
[2]  "Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr" adalah nama-nama berhala yang terbesar pada kabilah-kabilah kaum Nuh, mereka adalah orang-orang shalih dari kaum Nuh yang telah meninggal dunia.
(Disadur bebas  dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar