بسم
الله الر حمان الر حيم
Rasul Ulul Azmi (Yang Paling Utama) pertama, yang
diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Nabi Nuh ‘Alaihissalam.
Nama lengkap Beliau adalah Nuh bin Lamik bin Matwasyalah
bin Khanukh (Idris) bin Yarad bin Mahlayil bin Qanin bin Anwasy bin Syits bin
Adam ‘Alaihissalam.
“Antara Nuh dan Adam (‘Alaihimussalam) ada 10
generasi. Mereka semua berada di atas
syariat yang benar (lurus). Kemudian
mereka saling berselisih. Lalu Allah
mengutus para Nabi, sebagai pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan.” (HR.
Ath-Thabari)
Setelah abad-abad kejayaan Islam itu, keadaan berubah
menjadi terbalik, dimana manusia berpindah kepada penyembahan berhala (perbuatan
syirik).
Kaum Nabi Nuh ‘Alaihissalam bernama Bani Rasib.
Para ‘ulama masih berbeda pendapat mengenai usia Nuh ketika
Beliau diangkat menjadi Rasul yang pertama. Ada yang mengatakan, Nuh diangkat menjadi
Rasul pada usia 50 tahun. Ada juga yang
menyatakan ketika Beliau berusia 350 tahun.
Dan ada juga yang menyatakan ketika Beliau berusia 480 tahun. Demikian diceritakan oleh Ibnu Jarir.
Bila kita diasumsikan, Beliau mulai
mendakwahi kaumnya pada usia 50 tahun, sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan
Alba’ bin Ahmar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; Manusia yang menyambut dakwah
Beliau (Ikut naik ke kapal Beliau) hanya berjumlah 80 orang. Berarti, dalam kurun waktu 900 tahun, rata-rata
setiap tahunnya manusia yang mau menyambut dakwah Beliau hanya 0,09
orang (Hampir seper-sepuluh badan manusia/tahun,
tidak sampai satu orang setiap tahunnya!). Padahal, Beliau telah menyeru mereka siang-malam,
baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, terus menerus tanpa
kenal lelah, dalam rentang waktu yang sangat panjang, 900 tahun! Hingga akhirnya Beliau mengadukan persoalan
tersebut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang tertera dalam
Al-Qur’an (artinya),
"Dia (Nuh) berkata, 'Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku
siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru
mereka lari (dari kebenaran)'" (Nuh (71); 5-6), dan
"Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan
diam-diam." (Nuh (71); 9)
“Dan tidaklah beriman orang-orang yang bersama Nuh itu kecuali sedikit.” (Hud; 40)
“Dan tidaklah beriman orang-orang yang bersama Nuh itu kecuali sedikit.” (Hud; 40)
Allah Subhanahu wa
Ta’ala menceritakan kisah Nuh dan kaumnya, serta adzab-Nya berupa taufan
yang diturunkan-Nya kepada mereka yang kafir, juga kisah penyelamatan yang Allah lakukan terhadap Beliau serta orang-orang yang berada di dalam bahtera. Di antara surat yang mengangkat kisah ini adalah,
surat Al-A’raf, Yunus, Hud, Al-Ambiya’, Al-Mukminun, Asy-Syu’ara, Al-Ankabut,
Ash-Shaffat, Al-Qamar, dan surat Nuh
sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya. Ia berkata, ‘Sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kalian, agar kalian tidak menyembah
selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir
kalian akan ditimpa adzab pada hari yang sangat menyedihkan.”
Maka, para pemimpin yang kafir dari kaumnya berkata, “Kami
tidak melihat kalian , melainkan sebagai seorang manusia biasa seperti kami, dan
kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu melainkan orang-orang yang
hina-dina di antara kami yang lekas percaya
saja, dan kami tidak melihatmu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami,
bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.”
Nuh berkata, “Hai kaumku, bagaimana pendapat kalian, jika
aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhan-ku, dan Dia berikan kepadaku rahmat
dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagi kalian. Apakah akan kami paksakan kalian menerimanya,
padahal kalian tidak menyukainya?”
Ia juga berkata, “Hai kaumku, aku tidak meminta harta
benda kepada kalian sebagai upah bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku
sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan
Tuhannya, akan tetapi aku memandang kalian suatu kaum yang tidak mengetahui.”
Adapun jawaban dari kaumnya, “Hai Nuh, sesungguhnya kamu
telah membantah kami, dan kamu memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka
datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar.”
Nuh menjawab, “Hanya Allah yang akan mendatangkan adzab itu
kepada kalian jika Dia menghendaki, dan kalian sekali-kali tidak dapat
melepaskan diri. Dan nasihatku tidak
bermanfaat bagi kalian jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian-sekiranya
Allah hendak menyesatkan kalian, Dia adalah Tuhan kalian dan kepada-Nya kalian
dikembalikan.”
Justru kaumnya berkata, “Ia hanya membuat-buat nasihatnya
saja.” Katakanlah, “Jika aku
membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang (akan) memikul dosaku, dan aku
berlepas diri dari dosa yang kalian perbuat.”
Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan
ada yang beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman saja,
karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan
(perbuatan syirik). Dan buatlah
bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu
bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zhalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
Nuh berdo’a, “Ya Tuhan-ku, tolonglah aku karena mereka
mendustakan aku.”
Lalu Kami wahyukan kepadanya, “Buatlah bahtera di bawah
penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan tannur[1]
telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari
tiap-tiap jenis (binatang) dan juga keluargamu, kecuali orang yang telah lebih
dahulu ditetapkan (akan ditimpa adzab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan-Ku
tentang orang-orang yang zhalim, karena sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan. Apabila kamu dan
orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah,
‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang
zhalim.’”
Maka mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan
melewati Nuh, mereka mengejeknya. Nuh
berkata, “Jika kalian mengejek kami, maka sesungguhnya kami pun mengejek kalian
sebagaimana kalian mengejek kami. Kelak
kalian akan mengetahui, siapa yang akan ditimpa oleh adzab yang menghinakan dan
yang akan ditimpa adzab yang kekal.”
Di dalam ayat yang lain Allah berfirman (artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang limapuluh
tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar,
dan mereka adalah orang-orang yang
zhalim. Maka kami selamatkan Nuh dan
para penumpang bahtera itu, dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua
ummat manusia.” (Al-Ankabut; 14-15)
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai
pelajaran. Maka, adakah orang yang mau
mengambil pelajaran? Maka, alangkah
dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka
adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al-Qamar; 9-17)
“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kalian
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan
Nasr[2].” (Nuh; 23)
“Nuh berkata, ‘Ya Tuhan-ku, janganlah Engkau biarkan
seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka
tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan
melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. Ya Tuhan-ku, ampunilah aku, Ibu-Bapakku,
orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, serta orang beriman laki-laki dan
perempuan. Dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.” (Nuh;
26-28)
“Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang
bersekutu setelah mereka telah mendustakan Rasul, dan tiap-tiap ummat telah
merencanakan makar terhadap Rasul mereka untuk menawannya dan mereka membantah
dengan alasan yang bathil, untuk melenyapkan kebenaran dengan kebathilan itu,
karena itu Aku adzab mereka. Maka,
betapa pedihnya adzab-Ku? Dan
demikianlah, telah pasti berlaku ketetapan adzab Tuhan-mu terhadap orang-orang
kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni Neraka.” (Al-Mukmin; 5-6)
Allah ‘Azza wa Jalla juga mengisahkan dengan
firman-Nya (artinya),
”Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam
gelombang laksana gunung.” (Hud; 42)
Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
(artinya),
“Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di
tempat yang jauh terpencil, ‘Hai anakku, naiklah ke kapal bersama kami, dan
janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”
Anaknya menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke
gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.”
Nuh berkata, “Tidak ada yang dapat melindungi hari ini dari adzab Allah
selain Allah saja Yang Mahapenyayang.”
Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.
(Hud; 42-43)
Nama anak Nabi Nuh tersebut adalah Yam, saudara Sam, Ham dan
Yafits.
Ada juga yang mengatakan nama anak itu adalah Kan’an. Ia adalah seorang yang kafir yang tidak
pernah berbuat amal shalih. Dimana ia
menentang ayahnya dalam hal Agama, sehingga ia pun binasa bersama orang-orang
yang binasa. Namun demikian, masih
banyak keluarga Nabi Nuh yang selamat, khususnya yang sepaham dan seAgama
dengannya.
“Allah menjadikan isteri Nuh dan isteri Luth sebagai
perumpamaan bagi orang-orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di
antara hamba-hamba Kami. Lalu kedua
orang isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya. Maka, kedua suaminya itu tiada dapat membantu
mereka sedikit pun dari siksa Allah. Dan
dikatakan kepada keduanya, ‘Masuklah ke Neraka bersama orang-orang yang masuk
Neraka.’” (At-Tahrim; 10)
Al-Imam Abu Ja’far bin Jarir menceritakan, kami pernah
diberitahu mengenai kapal Nuh ‘Alaihissalam. Panjang kapal tersebut 1200 (seribuduaratus)
hasta, dengan lebar 600 (enamratus) hasta, yang terdiri dari tiga lantai. Satu lantai untuk binatang ternak dan
binatang buas, lantai yang lainnya untuk manusia, dan lantai yang satu lagi
diperuntukkan bagi burung-burung.
Qatadah dan ‘ulama lainnya mengatakan, mereka menaiki kapal
pada hari ke-10 bulan Rajab, dan mengarungi air bah selama 150
(seratuslimapuluh) hari, dan akhirnya berlabuh di bukit Judi selama satu bulan. Dan mereka keluar dari kapal pada hari
Asyura’ bulan Al-Muharram. Dan Ibnu Jarir
telah meriwayatkan hadits yang sesuai dengan hal tersebut. Dan pada hari itu mereka mengerjakan puasa.
“Dan difirmankan, ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai
langit (hujan) berhentilah.’ Maka air
pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan.
Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan,
‘Binasalah orang-orang yang zhalim’” (Hud; 44)
Setelah berlabuh di atas bukit Judi, Nuh ‘Alaihissalam
mengutus burung gagak untuk mencaritahu keadaan di bumi. Maka burung itu pun terbang ke sana dan
hinggap di atas bangkai. Kemudian ia
(Nuh) mengutus burung merpati dan berhasil membawa daun zaitun dan melumuri
kakinya dengan tanah liat. Dari apa yang
dibawa burung tersebut, Nuh mengetahui bahwa air telah surut.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala selanjutnya (artinya),
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang
melanjutkan keturunan.” (Ash-Shaffat; 77)
Dengan demikian setiap manusia yang ada di muka bumi hari ini, adalah
dari jenis anak Adam yang dinisbatkan kepada ketiga anak Nuh, yaitu Sam, Ham
dan Yafits.
Nuh turun dari bukit Judi, lalu membangun sebuah negeri yang
ia beri nama Tsamanin (yang berarti delapanpuluh), hingga
akhirnya penduduknya mempunyai 80 bahasa, yang salah satunya adalah bahasa
Arab. Sebagian mereka tidak memahami
bahasa sebagian lainnya.
Diriwayatkan dari Ismail bin Iyasy, dari Yahya bin Sa’id,
dari Sa’id bin Musayyab, bahwasanya ia pernah berkata, “Anak Nuh itu ada tiga,
yaitu Sam, Yafits dan Ham. Dan
masing-masing dari ketiganya mempunyai tiga anak. Anak Sam adalah bangsa Arab, bangsa Persi,
dan bangsa Romawi. Anak Yafits adalah
bangsa Turki, Slaves, serta Ya’juj dan Ma’juj.
Sedangkan anak Ham adalah bangsa Qibthi, bangsa Sudan, dan bangsa
Barbar.
Seluruh pemeluk Agama telah sepakat mengakui adanya
peristiwa taufan tersebut, yang menimpa seluruh negeri yang ada di permukaan
bumi. Dan Allah Ta’ala tidak
menyisakan seorang kafir pun di muka bumi ini, sebagai jawaban dan pemenuhan
atas do'a Nabi-Nya dan sebagai implementasi dari ketetapan takdir-Nya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyematkan
Pujian yang tinggi terhadap Beliau selaku Rasul-Nya yang paling utama (Ulul Azmi),
“Yaitu anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa
bersama-sama Nuh. Sesungguhnya ia adalah
hamba yang banyak bersyukur.” (Al-Isra’; 3)
oOo
[1] Yang
dimaksud “tannur” adalah semacam alat pemasak roti yang diletakkan di dalam
tanah dan terbuat dari tanah liat, biasanya tidak ada air di dalamnya. Terpancarnya air dari dalam tannur itu
menjadi pertanda, bahwa banjir besar akan melanda negeri itu.
[2] "Wadd,
Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr" adalah nama-nama berhala yang terbesar pada
kabilah-kabilah kaum Nuh, mereka adalah orang-orang shalih dari kaum Nuh yang
telah meninggal dunia.
(Disadur bebas dari
kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar