بسم الله الر حمان الر حيم
Hanya
orang-orang Kafir, Zhalim, dan Fasiklah yang mengingkari (Tidak meyakini)
kebenaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mau menerima hukum-hukum
yang telah ditetapkan-Nya (Makna yang tercantum dalam surat Al-Maidah, ayat; 44, 45 dan 47).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman di dalam Al-Qur’an
(yang artinya),
“Dan
tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi ini, dan juga burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kalian. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam
Al-Kitab[1], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami adalah Tuli, Bisu, dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah
(kesesatannya), niscaya akan disesatkan-Nya[2]. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk
diberi petunjuk, niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang
lurus.”
(Al-An’am; 38-39)
Berkaitan dengan hal ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Kalau anjing-anjing itu bukan merupakan salah satu
umat, niscaya aku telah perintahkan untuk membunuhnya.”[3]
Pada hadits di atas terkandung dua kemungkinan. Pertama, dimaksudkan sebagai
pemberitahuan mengenai suatu hal yang tidak mungkin dikerjakan. Yaitu, bahwa anjing-anjing itu juga merupakan
suatu komunitas umat juga, sehingga tidak mungkin dibinasakan begitu
saja. Kalau dimungkinkan pembinasaannya
dari muka bumi ini, niscaya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk membunuh mereka. Kedua, hal itu dimaksudkan sama
seperti firman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya),
“Apakah karena gigitan seekor semut, engkau akan
membakar salah satu komunitas umat yang selalu bertasbih?”[4]
Dengan demikian, anjing-anjing tersebut juga termasuk suatu
komunitas umat yang diciptakan dengan membawa hikmah dan kemaslahatan tersendiri,
sehingga pembinasaannya akan bertentangan dengan tujuan penciptaannya.
Mengenai makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Melainkan
umat-umat juga seperti kalian,” Ibnu Abbas dalam sebuah riwayat Atha’
mengatakan, “Allah
mengemukakan, bahwa binatang-binatang itu semuanya memahami dan mengetahui (mengenal)
diri-Ku, mengesakan, bersujud, dan memuji-Ku.” Hal itu sama seperti firman Allah ‘Azza
wa Jalla (artinya),
“Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya.”
(QS. Al-Isra’; 44), juga seperti firman-Nya (artinya),
“Tidakkah kamu mengetahui, bahwa semua yang ada di
langit maupun di bumi bertasbih kepada Allah, dan demikian pula burung-burung
dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing
telah mengetahui cara shalat dan tasbihnya.”
(QS. An-Nur; 41)
Yang demikian itu juga didasarkan pada makna firman-Nya;
“Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa saja yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang,
gunung-gunung, pohon-pohonanan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian
besar dari manusia?”
(QS. Al-Hajj; 18)
Demikian pula makna firman-Nya,
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang
berada di langit, dan semua makhluk yang melata di bumi, dan juga para
Malaikat.”
(QS. An-Nahl; 49), dan
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud
karunia dari Kami. (Allah berfirman), ‘Hai gunung-gunung dan
burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud.’”
(QS. Saba’; 10)
Sufyan bin Uyainah berkata, “Tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pada
dirinya terdapat suatu kesamaan dengan hewan.
Ada di antara manusia yang suka menerkam seperti halnya singa. Ada juga yang meloncat menyerupai loncatan
serigala. Ada juga yang menggonggong
menyerupai anjing. Ada juga yang
menyerupai babi, yang jika diberi makanan yang baik-baik dia tidak mau
memakannya dan lebih suka menjilati kotoran.
Oleh karena itu, jangan heran jika anda menemukan ada manusia yang jika
mendengarkan hal-hal yang baik tidak akan hafal satupun, tetapi jika mendengar
kesalahan (hal-hal yang buruk), maka ia akan segera (cepat) menghafalnya.”
Al-Khutabi
mengatakan, “Penafsiran Sufyan bin
Uyainah terhadap ayat di atas sungguh-sungguh menakjubkan, dimana ia berhasil
menyimpulkan hal-hal yang sangat bermanfaat tersebut. Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah
memberitahukan mengenai adanya persamaan antara manusia dengan burung dan
binatang lainnya dalam hal Karakter dan Moral. Jika demikian halnya, ketahuilah bahwa jika anda
bergaul dan berhubungan dengan binatang buas, maka berhati-hatilah terhadapnya.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah menjadikan sebagian binatang bekerja keras mencari
rezekinya, tetapi sebagian yang lain hanya berserah diri kepada Allah, tanpa
bekerja keras. Sebagian hewan ada yang
menyimpan makanan sebagai persediaan untuk waktu satu tahun, sedang yang
lainnya tidak demikian. Sebagian ada
yang sangat perhatian terhadap anak-anaknya, tetapi sebagian yang lainnya sama
sekali tidak mengenal anak-anaknya. Sebagian
hewan ada yang tahu berterimakasih dan bersyukur, tetapi ada juga yang sama
sekali tidak mengenal hal itu. Sebagian
lainnya ada yang lebih mengutamakan kepentingan hewan lainnya, tetapi ada juga
yang suka berbuat kerusakan. Ada juga
yang tidak beraktivitas dalam setahun kecuali sekali saja. Sebagian ada yang menggoda dan bercumbu pada
pasangannya saja dan tidak pada yang lain, tetapi sebagian lagi menggoda dan mencumbui pasangan lain dalam jumlah yang tidak terbatas. Sebagian ada yang jinak kepada manusia dan sebagian lagi tidak pernah
mau jinak. Sebagian ada yang suka makan makanan
yang baik-baik saja, tapi ada juga yang suka makanan yang buruk-buruk. Sebagian ada yang tetap (tidak berubah-ubah)
penampilannya, dan sebagian yang lain berubah-ubah sesuai keadaan
lingkungannya. Sebagian ada yang pintar
meniru ucapan manusia, tanpa mengerti (paham) apa yang diucapkan. Sebagian ada
yang bisa berpura-pura mati untuk mengelabui musuhnya. Sebagian ada yang berburu secara
sendiri-sendiri, tetapi yang lainnya tidak bisa berburu kecuali berkelompok. Dan lain-lain sebagainya.
Semua hal
di atas merupakan dalil paling kongkrit, yang menunjukkan Keseriusan, Ketekunan
(Keaktifan) dalam Penciptaan, Kesungguh-sungguhan dalam memberikan Pemeliharaan,
Kelembutan dan Hikmah-Nya. Setiap orang
yang berakal, tentu akan memahami bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak
menciptakan semuanya itu dalam keadaan sia-sia belaka.
Tetapi Dia menciptakan semua itu disertai Hikmah yang Agung, dan
tanda-tanda kekuasaan yang sangat nyata, disertai bukti-bukti konkrit, bahwa
Dia-lah Tuhan dan Raja Yang Memelihara segala sesuatu, dan Dia-lah Yang
Mahakuasa dan Mahamengetahui atas segala sesuatu.
Adakah manusia yang mau mengambil pelajaran?
oOo
(Disadur bebas
dari kitab “Qadha’ dan Qadar”, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)
[1] Sebagian Mufassir menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul Mahfuz, dalam arti setiap makhluk telah dituliskan (ditetapkan) takdirnya di Lauhul Mahfuz. Ada juga yang menafsirkan dengan Al-Qur’an, dalam arti bahwa di dalam Al-Qur’an itu telah ada pokok-pokok Agama, norma-norma hukum, hikmah-hikmah, dan bimbingan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, serta makhluk lain secara umum.
[2] Disesatkan Allah berarti, bahwa orang
tersebut sesat karena keingkarannya, dan tidak mau memahami, dan tunduk-patuh pada petunjuk-petunjuk
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
[3] Diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah,
Ahmad. Syaikh Al-Albani
mengatakan, bahwa hadits ini shahih.
[4] Diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu
Daud, Ibnu Majah, Nasa’i, dan Ahmad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar