Jumat, 27 Juli 2018

KESAMAAN ANTARA MANUSIA DENGAN BINATANG


بسم الله الر حمان الر حيم


Hanya orang-orang Kafir, Zhalim, dan Fasiklah yang mengingkari (Tidak meyakini) kebenaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mau menerima hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya (Makna yang tercantum dalam surat Al-Maidah, ayat; 44, 45 dan 47).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman di dalam Al-Qur’an (yang artinya),
Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi ini, dan juga burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kalian.  Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab[1], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun.  Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah Tuli, Bisu, dan berada dalam gelap gulita.  Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya akan disesatkan-Nya[2].  Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk diberi petunjuk, niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.”  
(Al-An’am;  38-39)
Berkaitan dengan hal ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
“Kalau anjing-anjing itu bukan merupakan salah satu umat, niscaya aku telah perintahkan untuk membunuhnya.”[3]
Pada hadits di atas terkandung dua kemungkinan.  Pertama, dimaksudkan sebagai pemberitahuan mengenai suatu hal yang tidak mungkin dikerjakan.  Yaitu, bahwa anjing-anjing itu juga merupakan suatu komunitas umat juga, sehingga tidak mungkin dibinasakan begitu saja.  Kalau dimungkinkan pembinasaannya dari muka bumi ini, niscaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk membunuh mereka.  Kedua, hal itu dimaksudkan sama seperti firman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya),
“Apakah karena gigitan seekor semut, engkau akan membakar salah satu komunitas umat yang selalu bertasbih?”[4]
Dengan demikian, anjing-anjing tersebut juga termasuk suatu komunitas umat yang diciptakan dengan membawa hikmah dan kemaslahatan tersendiri, sehingga pembinasaannya akan bertentangan dengan tujuan penciptaannya.
Mengenai makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Melainkan umat-umat juga seperti kalian,” Ibnu Abbas dalam sebuah riwayat Atha’ mengatakan, “Allah mengemukakan, bahwa binatang-binatang itu semuanya memahami dan mengetahui (mengenal) diri-Ku, mengesakan, bersujud, dan memuji-Ku.”  Hal itu sama seperti firman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya),
“Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.”  
(QS. Al-Isra’;  44), juga seperti firman-Nya (artinya),
“Tidakkah kamu mengetahui, bahwa semua yang ada di langit maupun di bumi bertasbih kepada Allah, dan demikian pula burung-burung dengan mengembangkan sayapnya.  Masing-masing telah mengetahui cara shalat dan tasbihnya.  
(QS. An-Nur;  41)
Yang demikian itu juga didasarkan pada makna firman-Nya;
“Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa saja yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohonanan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar dari manusia?”  
(QS. Al-Hajj;  18)
Demikian pula makna firman-Nya,
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit, dan semua makhluk yang melata di bumi, dan juga para Malaikat.”  
(QS. An-Nahl;  49), dan
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami.   (Allah  berfirman), ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud.’”  
(QS. Saba’;  10)
Sufyan bin Uyainah berkata, Tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pada dirinya terdapat suatu kesamaan dengan hewan.  Ada di antara manusia yang suka menerkam seperti halnya singa.  Ada juga yang meloncat menyerupai loncatan serigala.  Ada juga yang menggonggong menyerupai anjing.  Ada juga yang menyerupai babi, yang jika diberi makanan yang baik-baik dia tidak mau memakannya dan lebih suka menjilati kotoran.  Oleh karena itu, jangan heran jika anda menemukan ada manusia yang jika mendengarkan hal-hal yang baik tidak akan hafal satupun, tetapi jika mendengar kesalahan (hal-hal yang buruk), maka ia akan segera (cepat) menghafalnya.”
Al-Khutabi mengatakan,  “Penafsiran Sufyan bin Uyainah terhadap ayat di atas sungguh-sungguh menakjubkan, dimana ia berhasil menyimpulkan hal-hal yang sangat bermanfaat tersebut.  Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah memberitahukan mengenai adanya persamaan antara manusia dengan burung dan binatang lainnya dalam hal Karakter dan Moral.  Jika demikian halnya, ketahuilah bahwa jika anda bergaul dan berhubungan dengan binatang buas, maka berhati-hatilah terhadapnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan sebagian binatang bekerja keras mencari rezekinya, tetapi sebagian yang lain hanya berserah diri kepada Allah, tanpa bekerja keras.  Sebagian hewan ada yang menyimpan makanan sebagai persediaan untuk waktu satu tahun, sedang yang lainnya tidak demikian.  Sebagian ada yang sangat perhatian terhadap anak-anaknya, tetapi sebagian yang lainnya sama sekali tidak mengenal anak-anaknya.  Sebagian hewan ada yang tahu berterimakasih dan bersyukur, tetapi ada juga yang sama sekali tidak mengenal hal itu.  Sebagian lainnya ada yang lebih mengutamakan kepentingan hewan lainnya, tetapi ada juga yang suka berbuat kerusakan.  Ada juga yang tidak beraktivitas dalam setahun kecuali sekali saja.  Sebagian ada yang menggoda dan bercumbu pada pasangannya saja dan tidak pada yang lain, tetapi sebagian lagi menggoda dan mencumbui pasangan lain dalam jumlah yang tidak terbatas.  Sebagian ada yang jinak kepada manusia dan sebagian lagi tidak pernah mau jinak.  Sebagian ada yang suka makan makanan yang baik-baik saja, tapi ada juga yang suka makanan yang buruk-buruk.  Sebagian ada yang tetap (tidak berubah-ubah) penampilannya, dan sebagian yang lain berubah-ubah sesuai keadaan lingkungannya.  Sebagian ada yang pintar meniru ucapan manusia, tanpa mengerti (paham) apa yang diucapkan. Sebagian ada yang bisa berpura-pura mati untuk mengelabui musuhnya.  Sebagian ada yang berburu secara sendiri-sendiri, tetapi yang lainnya tidak bisa berburu kecuali berkelompok.  Dan lain-lain sebagainya.
Semua hal di atas merupakan dalil paling kongkrit, yang menunjukkan Keseriusan, Ketekunan (Keaktifan) dalam Penciptaan, Kesungguh-sungguhan dalam memberikan Pemeliharaan, Kelembutan dan Hikmah-Nya.  Setiap orang yang berakal, tentu akan memahami bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak menciptakan semuanya itu dalam keadaan sia-sia belaka.  Tetapi Dia menciptakan semua itu disertai Hikmah yang Agung, dan tanda-tanda kekuasaan yang sangat nyata, disertai bukti-bukti konkrit, bahwa Dia-lah Tuhan dan Raja Yang Memelihara segala sesuatu, dan Dia-lah Yang Mahakuasa dan Mahamengetahui atas segala sesuatu.
Adakah manusia yang mau mengambil pelajaran?

oOo

(Disadur bebas dari kitab “Qadha’ dan Qadar”, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)

[1]  Sebagian Mufassir menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul Mahfuz, dalam arti setiap makhluk telah dituliskan (ditetapkan) takdirnya di Lauhul Mahfuz.  Ada juga yang menafsirkan dengan Al-Qur’an, dalam arti bahwa di dalam Al-Qur’an itu telah ada pokok-pokok Agama, norma-norma hukum, hikmah-hikmah, dan bimbingan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, serta makhluk lain secara umum.
[2]  Disesatkan Allah berarti, bahwa orang tersebut sesat karena keingkarannya, dan tidak mau memahami, dan tunduk-patuh pada petunjuk-petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
[3]  Diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad.  Syaikh Al-Albani mengatakan, bahwa hadits ini shahih.
[4]  Diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasa’i, dan Ahmad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar