Rabu, 08 Januari 2020

MAKNA DAN HAKIKAT ZUHUD


بسم الله الر حمان الر حيم

Zuhud terhadap sesuatu artinya, berpaling darinya - karena ia memandang rendah dan hinanya sesuatu tersebut, juga tidak memberikan perhatian padanya.
Sesuatu itu dikatakan "zahid", artinya sedikit dan hina.


Sedari dulu para Salafush Shalih (generasi terbaik Islam terdahulu) memperbincangkan tentang tafsir zuhud terhadap dunia, dan definisi mereka tentang zuhud bermacam-macam.
Yunus bin Maisarah rahimahullah mengatakan,
"Bukanlah zuhud terhadap dunia dengan mengharamkan yang halal, dan tidak juga dengan menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah;  Engkau lebih percaya pada apa yang ada di Tangan Allah 'Azza wa Jalla daripada sesuatu yang engkau miliki.  Dan keadaanmu, baik ketika (sedang) tertimpa musibah ataupun tidak tertimpa musibah adalah sama.  Dan, engkau bersikap sama terhadap orang yang memujimu ataupun yang mencelamu dalam kebenaran."
Jadi, beliau menafsirkan zuhud terhadap dunia dengan 3 (tiga) perkara, yang kesemuanya merupakan amalan-amalan hati - bukan merupakan amalan anggota badan (jawarih).
Oleh sebab itu pula Abu Sulaiman rahimahullah berkata,
"Janganlah engkau memberi persaksian terhadap seseorang, bahwa dia adalah zuhud - karena (sifat) zuhud itu berada di dalam hati manusia."
Tiga amalan hati tersebut adalah;

1.  Lebih percaya (yakin) pada apa-apa yang ada di Tangan Allah 'Azza wa Jalla daripada sesuatu yang dia miliki, (perasaan) ini tumbuh dari kebenaran dan kuatnya keyakinan seseorang, bahwa sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah menjamin rezeki hamba-hamba-Nya.  Sebagaimana makna firman-Nya,
"Dan, tidak ada suatu binatang melata pun di bumi - melainkan Allah-lah Yang memberi rezekinya."  (Hud;  6)
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
"Sesungguhnya termasuk tanda dari lemahnya keyakinanmu adalah, kamu merasa lebih percaya pada apa yang ada di tanganmu daripada apa yang ada di Tangan Allah 'Azza wa Jalla."
Seseorang bertanya pada Abi Hazim rahimahullah,
"Seberapa banyak hartamu? "  Kemudian dia menjawab, "Aku memiliki dua harta, yang dengan keduanya aku tak (akan) pernah merasa takut pada kemiskinan.  Keduanya itu adalah, percaya kepada Allah 'Azza wa Jalla - dan merasa tidak butuh pada apa yang dimiliki manusia."
Kemudian dikatakan pula padanya, "Apakah engkau tidak takut miskin?"  Maka dia menjawab, "Bagaimana aku akan takut miskin - sementara Wali (pelindung)ku adalah Dzat Yang memiliki seluruh apa yang ada di langit dan di bumi, maupun apa-apa yang ada di antara keduanya, juga memiliki apa yang ada di bawah tanah."
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata,
"Inti dari zuhud adalah merasa ridha terhadap Allah 'Azza wa Jalla."  Beliau juga pernah berkata, "Merasa cukup (qana'ah) adalah zuhud, dan itulah kekayaan."
Oleh karena itu orang yang merealisasikan keyakinan pada dirinya - mempercayakan kepada Allah seluruh perkaranya,  ridha terhadap pengaturan Allah 'Azza wa Jalla atas dirinya, memutuskan (segala bentuk) ketergantungan kepada manusia, baik dari sisi pengharapan maupun ketakutan, sehingga hal itu mencegahnya dari mencari dunia dengan cara-cara yang tidak disukai Allah 'Azza wa Jalla.  Maka, orang yang seperti itu adalah orang yang benar-benar zuhud terhadap dunia, dan dia termasuk orang yang paling kaya - meskipun tidak memiliki apapun di dunia.  Seperti perkataan Ammar rahimahullah, "Cukuplah kematian itu sebagai peringatan, keyakinan sebagai kekayaan, dan ibadah sebagai kesibukan."

2.  Seorang hamba bila tertimpa musibah di dunia, baik berupa kehilangan harta, meninggalnya anak atau yang lainnya - dia lebih menyukai untuk mendapatkan pahala dalam menerima musibah tersebut daripada benda duniawi itu tetap menjadi miliknya.  Dan, hal itu hanya bisa tumbuh dari kesempurnaan keyakinan seseorang.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa berdo'a,
اللهم اقسم لنا من خشيتك ماتحول به بيننا وبينا معا صيك و من طاعتك ما تبلغنا به جنتك  ومن اليقين ماتهون به علينا مصائب الدنيا   
"Allahumma aq'shimlanaa min khasy-yatika maa tahuulu bihi bayninaa wa bainaa ma'aashiyka wa min thaa'atika maa tuballighunaa bihi jannataka wa mina al-yaqiyni maa tuhawwinu bihi 'alaynaa mashaa-iba ad-dunyaa"
"Ya Allah, berikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu, yang akan menghalangi kami bermaksiat kepada-Mu, dan berikanlah rasa takut kepada-Mu yang akan menyampaikan kami kepada Surga-Mu, dan berikanlah rasa yakin yang akan meringankan musibah-musibah dunia (yang menimpa)."  (HR.  Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Ini merupakan tanda-tanda zuhud dan sedikitnya keinginan terhadap dunia, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ali radhiyallahu 'anhu,
"Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, maka terasa ringan (baginya) musibah-musibah (yang menimpa)."

3.  Bersikap Sama Terhadap Orang yang Memuji Ataupun mencelanya dalam kebenaran.
Ini merupakan tanda-tanda zuhud terhadap dunia, menganggapnya remeh - dan sedikitnya keinginan terhadap dunia.
Barangsiapa yang memandang bahwa dunia itu sesuatu yang agung - maka, dia akan menyukai pujian dan membenci celaan - terkadang sifat seperti itu membuatnya meninggalkan begitu banyak kebenaran - karena takut dicela, juga akan menggiringnya untuk melakukan begitu banyak kebathilan (kesalahan) - demi mengharapkan pujian manusia.
Oleh karena itu, barangsiapa merasa kedudukan antara orang yang memuji dan mencelanya dalam kebenaran adalah sama, maka hal itu menunjukkan jauhnya kedudukan manusia dari hatinya, juga menunjukkan bahwa hatinya dipenuhi oleh rasa cinta terhadap kebenaran dan segala sesuatu yang diridhai oleh Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu,
"Keyakinan adalah, engkau tidak mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah 'Azza wa Jalla."
Dan, sungguh Allah 'Azza wa Jalla telah memuji orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela.
Telah diriwayatkan dari para 'ulama Salaf beberapa definisi lain tentang makna zuhud terhadap dunia, namun semuanya kembali (mengacu) pada apa-apa yang telah diterangkan di atas, seperti perkataan Hasan Al-Bashri rahimahullah,
"Seorang yang zuhud adalah, bila memperhatikan seseorang ia berkata, 'Orang ini lebih utama (lebih baik) daripada diriku."  Dan, defenisi ini kembali pada pengertian, bahwa seseorang yang benar-benar zuhud adalah zuhud terhadap pujian dan pengagungan terhadap dirinyaOleh karena itu, orang yang zuhud terhadap jabatan (kekuasaan) lebih sulit daripada zuhud terhadap emas dan perak (harta).
Rabi'ah rahimahullah berkata,
"Inti dari zuhud adalah, mengumpulkan sesuatu dengan cara yang haq, dan meletakkannya pada tempat yang haq."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,
"Zuhud terhadap dunia adalah, pendek angan-angan (terhadap dunia, pent.), dan bukanlah zuhud terhadap dunia dengan memakan makanan yang kasar (murahan), atau memakai mantel yang terbuka di depannya."
Maksud dari perkataan Sufyan Ats-Tsauri "pendek angan-angan", bahwa pendek angan-angan akan menumbuhkan kecintaan untuk bertemu dengan Allah 'Azza wa Jalla dengan keluar dari dunia, sedangkan panjang angan-angan akan menyebabkan seseorang senang untuk tetap tinggal di dunia.  Maka, barangsiapa yang pendek angan-angannya, sungguh dia tidak suka (betah) tetap tinggal ("berlama-lama") di dunia.  Inilah tujuan akhir zuhud terhadap dunia, dan berpaling darinya.
Wabillahittaufiq.


oOo

(Disalin dengan editan dari kitab, "KHUSYU' DAN ZUHUD Sifat Mulia hamba Ar-Rahman, Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Baghdadi Al-Hambali)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar