Selasa, 30 Juni 2020

KEADAAN MANUSIA DI PADANG MAHSYAR TERBAGI MENJADI TIGA KELOMPOK


بسم الله الرحمان الرحيم

📄 Fadhilatusy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah berkata,

📄 "Adapun di Padang Mahsyar, maka manusia di Padang Mahsyar terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok:

1️⃣- Mukmin murni;  Secara zhahir maupun secara batin.

2️⃣- Kafir murni;  Secara zhahir dan secara batin.

3️⃣- Dan, mukmin secara zhahir, tetapi secara batin kafir.  Mereka adalah orang-orang Munafik.


➡️ Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka akan melihat Allah Jalla wa 'Ala di Padang Mahsyar, dan juga setelah mereka masuk ke dalam Al-Jannah (Surga).

➡️ Adapun orang-orang kafir, secara mutlak mereka tidak dapat melihat Allah Jalla wa 'Ala (di Padang Mahsyar, pen.).

Diriwayatkan dalam suatu riwayat, mereka melihat-Nya tetapi melihat yang disertai kemarahan dan ('iqab) adzab-Nya.

Akan tetapi zhahir dalil-dalil menunjukkan bahwasanya mereka tidak dapat melihat Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman (artinya),
"Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb-nya." (Al-Muthaffifin: 15)

➡️ Adapun orang-orang munafik, mereka melihat Allah 'Azza wa Jalla di Padang Mahsyar, kemudian Dia (Allah Jalla wa 'Ala) menutup tabir buat mereka, dan setelah itu mereka tidak lagi dapat melihat-Nya."
(Baca artikel, MUNAFIK)

oOo

📚 (Syarh Al-'Aqiidah Al-Waasithiyyah, hlm. 387)
___

Disalin dengan editan dari tulisan:
Al-Ustadz Abu Aufa (Abu 'Abdirrahman) Isma'il حفظه الله
@Riyadhus_Salafiyyin



UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (309)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Hal yang belum engkau pastikan kebenarannya (menurut timbangan syari'at, pen.) janganlah engkau ucapkan.  Dan, jika engkau telah memastikan kebenarannya - bersabarlah hingga engkau pastikan apakah ada mashlahatnya atau tidakJika tidak ada mashlahatnya janganlah berbicara.  Jagalah lisanmu dari hal-hal yang tidak bermanfaat."
(Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah)


oOo

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (308)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Semestinyalah seseorang bersikap lemah-lembut terhadap saudara-saudara dan sahabat-sahabatnya, menerapkan cara-cara yang dapat menumbuhkan kecintaan - yang melunakkan hati-hati mereka.
Terlebih, bila yang diajak berbicara adalah orang yang pantas diperlakukan demikian."
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah)


oOo

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (307)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Ketenteraman akan turun pada seseorang yang membaca Al-Qur'an - bila ia membacanya dengan perlahan dan tadabbur (berusaha memahami dan merenungi maknanya).
Sungguh!  Ketenteraman akan turun, hingga meresap ke dalam qalbu pembaca Al-Qur'an tersebut.  Allah pun menurunkan ketenteraman ke dalam qalbunya."
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah)


oOo

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (306)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Dan sebagaimana telah diketahui, bahwa tidak ada yang mau menerima kebenaran - kecuali orang-orang yang (memang) mencarinya."*
(Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah)

*  Di antara tanda fitrah manusia yang masih utuh adalah, selalu berupaya untuk mengenal dan mencari kebenaran, merasa tenteram dengannya, dan gelisah bila tidak menemukannya.
Apabila tanda-tanda tersebut tidak ada, sangat pantas untuk dicurigai jangan-jangan hati tersebut telah kehilangan cahayanya (mati).
(Baca artikel, APA ITU FITRAH?), (pen blog)


oOo

Senin, 29 Juni 2020

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (305)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Ilmu (itu) bukanlah banyaknya periwayatan dan banyaknya ucapan.
Akan tetapi, ilmu itu cahaya yang disusupkan (Allah Subhanahu wa Ta'ala) ke dalam hati seorang hamba - sehingga ia mampu membedakan antara kebenaran dengan kebathilan."

(Makna perkataan Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah)


oOo

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (304)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Pangkal (sebab) permusuhan, kejahatan, dan kedengkian yang terjadi di antara manusia - adalah akibat mengikuti hawa nafsu.
Maka, siapa yang menyelisihi hawa nafsunya - berarti dia telah mengistirahatkan hati, badan, dan anggota tubuh lainnya, sehingga dia dapat beristirahat,  serta tidak melelahkan (menyusahkan) orang lain."
(Makna perkataan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah)


oOo

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (303)


AKIBAT MENYEMBUNYIKAN ILMU AGAMA
بسم الله الرحمان الرحيم

"Dari Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya),
'Barangsiapa yang menyembunyikan Ilmu Agama, maka Allah pasti akan mengikatnya dengan tali kekang dari api Neraka pada Hari Kiamat.'"

oOo 

JAUHILAH TUJUH DOSA YANG MEMBINASAKAN


بسم الله الرحمان الرحيم

Tujuh dosa yang membinasakan manusia ini termasuk dosa-dosa yang sangat besar.
Menurut Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, jumlah dosa-dosa besar itu mendekati 700 (tujuh ratus) macam, pada kesempatan lain beliau menyebutkan lebih dekat pada 70 (tujuh puluh) macam.

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Al-Bukhari - Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
"Jauhilah tujuh hal yang membinasakan."
Para sahabat radhiyallahu 'anhuma bertanya, 'Apa saja itu, wahai Rasulullah?'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab;
1. Syirik.
2. Sihir.
3. Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, tanpa alasan yang dibenarkan (syari'at).
4. Memakan harta Riba (Misalnya bunga Bank, Rentenir, pen. blog)
5. Memakan harta anak yatim.
6. Lari ketika perang sedang berkecamuk.
7. Menuduh wanita mukminah yang menjaga kehormatannya dengan tuduhan keji (zina)."


oOo


Minggu, 28 Juni 2020

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (302)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Jika engkau mampu, maka jadilah orang yang berilmu.  Jika tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu.  Jika engkau tidak mampu, maka cintailah mereka (Orang yang berilmu).  Jika engkau tidak mampu mencintai mereka, maka janganlah membenci mereka."
(Aun bin Abdillah rahimahullah)

oOo

MEMPERBAIKI DIRI SENDIRI



Hal yang sangat disayangkan ketika kebanyakan kita melupakan aib yang melekat pada diri, serta menutup mata dari kekurangan yang ada.  Lebih parah lagi, ada yang bersikap sebaliknya, yaitu berbaik sangka dan menganggap diri telah bersih dan sempurna. 
Sementara itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” 
(QS. An-Najm: 32)
Ketika sebagian kita mendengar perihal akhlak yang mulia, ia beranggapan seolah-olah akhlak tersebut sudah ada pada dirinya dan dialah pemilik perangai mulia itu. Namun, tatkala disebutkan tentang perangai tercela, buru-buru dia menuduhkannya kepada orang lain. Seolah-olah dia jauh dari perangai tersebut.
Tidak dipungkiri bahwa ini adalah sikap yang bodoh dan sangat keliru. Dengan sikap tidak mau menyadari kadar diri sendiri dan kondisinya, seseorang tidak akan melangkah menuju tingkat kemuliaan. (Lihat Su’ul Khuluq, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, hlm. 68—69)

Cara Mengenal Aib Diri Sendiri

Kesempurnaan yang mutlak hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala, dan kemaksuman (terpelihara dari dosa) hanya dimiliki oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.  Adapun diri kita tidaklah lebih dari seorang manusia yang diliputi beragam kekurangan, baik dari sisi ilmu maupun amal.  Kelemahan dalam dua sisi ini atau salah satunya, menjadi faktor utama terjadinya ketergelinciran ketika menapaki kehidupan.
Namun, hendaklah tidak dipahami bahwa seseorang baru dikatakan baik jika dia tidak mempunyai kesalahan. Sebab, hal ini mustahil. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ
Setiap anak Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang (mau) bertobat.” (HR. At-Tirmidzi dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu anhu, dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, no. 2499, cet. al-Ma’arif)
Dosa dan kesalahan adalah sesuatu yang pasti dilakukan oleh manusia.  Akan tetapi, yang tercela adalah ketika seseorang menunda untuk memperbaiki diri atau bahkan tidak mau menyadari kekurangannya (terus berkutat pada kesalahan demi kesalahan).
Jangan sampai hilang dari ingatan kita, bahwa manusia diciptakan hanyalah untuk memberikan penghambaan semata-mata kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Firman-Nya,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” 
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Inilah hikmah penciptaan manusia. 
Oleh karena itu, barangsiapa belum mewujudkan beragam penghambaan yang harus diberikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, berarti pada dirinya terdapat aib yang harus segera diobati.  Sedikit - banyaknya aib seseorang terkait dengan apa dan seberapa kadar penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang belum terealisasikan.
Apabila kita ingin mengetahui kekurangan diri kita lebih jauh di hadapan syariat, hendaklah kita menelaah ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.  Dengan demikian, kita akan mengetahui seberapa banyak perintah Allah dan Rasul-Nya yang masih terabaikan dan seberapa banyak pula larangan-Nya yang masih sering dilanggar.
Memang, terkadang aib diri itu tidak diketahui oleh pemiliknya sehingga malah tidak dihiraukan.  Andaikan seseorang mengetahui aibnya, belum tentu juga dia mau mengobatinya karena obatnya yang pahit, yaitu bersiap menyelisihi hawa nafsunya
Seandainya dia mau bersabar dengan pahitnya obat, belum tentu juga dia menemukan dokter yang ahli (yang mengetahui penyakitnya).  Dokter yang ahli dalam hal ini adalah para 'ulama.
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
“Ketahuilah bahwa apabila seorang hamba dikehendaki kebaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia akan menjadikannya sebagai orang yang mengetahui kekurangannya.  Orang yang terbuka mata hatinya, niscaya tidak akan samar segala kekurangannya.  Jika dia mengetahui kekurangan dirinya, dia bisa mengobatinya."
Namun, sayang sekali, kebanyakan manusia tidak mengetahui kekurangannya. Bahkan, salah seorang dari mereka bisa melihat kotoran kecil yang melekat pada mata saudaranya, tetapi tidak bisa melihat batang pohon yang ada di hadapannya sendiri.
Ada empat cara bagi orang yang ingin mengetahui aib dirinya:
  1. Duduk di hadapan syaikh (guru/orang alim) yang pakar tentang aib-aib jiwa.

Orang alim itu akan memberi tahu aib-aib dirinya beserta terapi pengobatannya.  Akan tetapi, orang alim zaman sekarang sangatlah jarang.  Jika seseorang menemukannya, berarti dia telah mendapatkan seorang dokter yang mahir. Oleh karena itu, hendaklah dia tidak memisahkan diri darinya.
  1. Mencari teman yang jujur, yang terbuka mata hatinya, dan bagus agamanya.

Teman yang seperti ini bisa dijadikan sebagai pengawas bagi dirinya agar mengingatkannya dari perangai dan tingkah laku yang tidak baik.
Dahulu, Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab radhiallahu anhu berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati orang yang memberi tahu kami tentang kekurangan-kekurangan kami.”
Para salaf (pendahulu umat ini) amat mencintai orang yang mengingatkan kekurangan atau aibnya.  Namun, pada masa kita ini justru sebaliknya. Orang yang menunjukkan aib kita, pada umumnya dijadikan sebagai orang yang paling dibenci.  Ini menandakan lemahnya iman.
Sesungguhnya permisalan bagi perangai jelek itu layaknya kalajengking.  Seandainya ada seseorang memberi tahu salah seorang dari kita bahwa di bawah pakaiannya ada kalajengking, niscaya dia akan berterima kasih lalu segera berusaha membunuh kalajengking tersebut. Padahal, perangai yang jelek lebih berbahaya daripada kalajengking.
  1. Menggali kekurangan diri dari komentar (yang terucap) dari musuhnya.

Pandangan orang yang memiliki kebencian akan selalu berusaha mencari aib orang yang dibencinya.  Oleh sebab itu, hendaklah seseorang lebih banyak mengambil pelajaran dari musuhnya yang kerap menyebut aibnya dibandingkan temannya sendiri, yang seringnya berbasa-basi dan menyembunyikan kekurangannya.
  1. Berbaur dengan orang-orang yang baik - sehingga apa yang mereka pandang tercela, dia akan berupaya menjauhinya.

(Dinukil secara ringkas dari kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 203—205)

Menuju Kesucian Diri

Seorang muslim tentu yakin bahwa kebahagiaannya di dunia dan di Akhirat akhirat sangat bergantung pada sejauh mana upayanya untuk membimbing serta membersihkan diri dari kotoran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠
“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” 
(QS.Asy-Syams: 9—10)
Dia berusaha membersihkan dirinya dari keyakinan yang batil dan ibadah yang menyimpang, serta akhlak dan muamalah yang tercela. Di samping itu, dia juga berupaya menghiasi dirinya dengan iman yang cahayanya memancar ke seluruh anggota tubuhnya. Oleh sebab itu, ia akan lebih sibuk mengoreksi dirinya daripada memperhatikan aib orang lain.
Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata,
“Orang yang berakal tidak akan tersamarkan dari aibnya sendiri.  Sebab, orang yang tidak mengenal aibnya, tidak akan mengetahui / mengakui kebaikan orang lain.  Sesungguhnya, hukuman terberat yang dirasakan oleh seseorang adalah ketika ia tidak mengetahui aibnya sendiri, sehingga ia tidak bisa berhenti dari (kejelekan)nya.  Dia tidak akan mengetahui pula kebaikan orang lain terhadapnya.” (Raudhatul Uqala, hlm. 22)
Sungguh, sangat tercela orang yang menutup mata dari aibnya sendiri, tetapi sangat jeli melihat aib orang lain.
Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Salah seorang dari kalian melihat kotoran (kecil) yang menempel pada mata saudaranya. Namun, ia lupa dengan kayu yang ada di matanya sendiri.” (Shahih al-Adab al-Mufrad, no. 460)
Ini adalah permisalan bagi orang yang bisa melihat kekurangan orang lain yang sedikit - dan mencelanya karena aib tersebut, padahal dia sendiri memiliki aib yang jauh lebih besar.
Ketika kita selalu berusaha menuntun diri agar sibuk memperhatikan aib diri kita sendiri, hal itu tidak berarti kita menutup pintu amar makruf nahi mungkar. Yang dituntut dari seseorang adalah melihat kekurangan dirinya kemudian memperbaikinya, sebagaimana pula ia punya tanggung jawab untuk memperbaiki masyarakatnya. Demikianlah seharusnya agar kesucian diri bisa terwujud dan aib bisa tertambal.

Kiat Berbenah Diri

Beberapa kiat yang semestinya dilakukan untuk berbenah diri:
  1. Bertobat

Tobat diwujudkan dengan seseorang menjauhkan diri dari segala dosa dan maksiat, menyesali semua dosa yang pernah dilakukan, dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ تُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ تَوۡبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمۡ سَيِّ‍َٔاتِكُمۡ وَيُدۡخِلَكُمۡ جَنَّٰتٍ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” 
(QS. At-Tahrim: 8)
  1. Muraqabah, yaitu menanamkan di hatinya bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala setiap detik.

Apabila upaya itu terus dilakukan, keyakinannya terhadap pengawasan Allah subhanahu wa ta’ala akan semakin sempurna.  Dia juga akan meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui rahasia yang dia sembunyikan dalam dada dan apa yang dilakukannya secara lahir maupun batin.
  1. Muhasabah, yaitu seseorang menghitung dan mengoreksi amalannya.

Di kehidupan dunia ini, seorang muslim beramal, siang dan malam, untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan surga-Nya.  Ia menjadikan dunia sebagai lahan amal untuk meraih harapan tersebut.
Dia akan memandang hal yang diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala layaknya seorang pedagang yang memandang modalnya.  Ia juga melihat amalan-amalan sunnah seperti seorang pedagang yang melihat keuntungan dari modal dagangannya.  Tak lupa pula, ia memandang dosa dan kemaksiatan ibarat kerugian dalam dagangan.
Kemudian pada sore hari dia merenung sesaat untuk memeriksa amalannya. Apabila ia melihat ada kekurangan pada perkara wajib (modal pokok), ia akan mencela dirinya dan berusaha menambal kekurangannya.  Jika bisa diganti, ia akan menggantinya.  Jika tidak mungkin, ia akan menambalnya dengan memperbanyak amalan sunnah.  Apabila ternyata kekurangannya ada pada amalan sunnah, dia akan berusaha menggantinya dan menambalnya.
Seandainya ia melihat kerugian pada dirinya karena telah melakukan hal yang dilarang agama, ia akan meminta ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala, menyesali perbuatannya, kembali menuju jalur yang benar, dan melakukan kebaikan yang sekiranya bisa memperbaiki apa yang telah rusak.
  1. Mujahadah, yaitu berupaya mengekang hawa nafsu yang selalu mengajak pada keburukan-keburukan.

Hawa nafsu sangat menyukai sikap santai dan bermalas-malasan, serta membisikkan ke dalam hati agar terjerumus dalam kesenangan maksiat sesaat, padahal setelahnya adalah penderitaan yang berkepanjangan (kebinasaan).
Seorang muslim yang mengetahui hakikat hawa nafsu ini, niscaya dia akan mempersiapkan diri untuk melawannya. Apabila hawa nafsunya mendorongnya untuk bermalas-malasan, ia akan meletihkan dan melatih dirinya (dengan perkara yang positif). Apabila dirinya menginginkan syahwat (yang diharamkan), ia akan berusaha mengekangnya. Jika dirinya meremehkan amal ketaatan, ia akan menghukum dirinya dengan melakukan amalan yang telah diremehkan itu.
Intinya, ia mengejar apa yang tertinggal. Dengan menempuh upaya seperti ini, sehingga dirinya akan bersih. Allah subhanahu wa ta’alaberfirman,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” 
(QS. Al-Ankabut: 69)
Disamping berbagai upaya di atas, jangan lupa bermohon kepada Dzat Yang Mahakuasa agar Dia memperbaiki kondisi kita, serta menambal aib dan kekurangan kita.
Wallahu a’lam bish-shawab.

oOo
Disalin dengan editan dari tulisan, Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu’thi, Lc.

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (301)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Barangsiapa yang bersungguh-sungguh mempelajari (memahami) Sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam - niscaya akan tampak dengan jelas baginya berbagai kebid'ahan."
(Makna perkataan, Al-Imam As-Sijzi rahimahullah)


oOo

KESUCIAN HATI ADALAH PRIORITAS


بسم الله الرحمان الرحيم

🔹 Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin rahimahullah berkata:

"Bersemangatlah wahai saudaraku dalam membersihkan hatimu sebelum kebersihan anggota badanmu.  Berapa banyak manusia yang mengerjakan shalat, puasa, bershadaqah, berhaji namun hatinya rusak (kotor)."

👉🏼 Dan inilah mereka (kaum teroris) Khawarij yang telah dibicarakan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam

Mereka mengerjakan shalat,
● menunaikan puasa,
● bershadaqah,
● membaca Al-Qur’an,
● menegakkan shalat malam,
● menangis, bertahajud, bahkan seorang Shahabat akan menganggap remeh shalatnya dibandingkan dengan shalat mereka.


💥 Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (tentang kelompok sempalan Khawarij)

لا يجاوز إيمانهم حناجرهم

“Keimanan mereka tidaklah melewati pangkal kerongkongannya.”

Keimanan tidak masuk menembus ke dalam hatinya.  Padahal mereka orang-orang yang shalih secara lahiriyah, namun keshalihan itu tidak bermanfaat baginya.  Oleh karena itu, janganlah engkau tertipu dengan keshalihan anggota badanmu, lihatlah ke dalam hatimu sebelum (melakukan) segala sesuatu.  Aku memohon kepada Allah agar memperbaiki hatiku dan hatimu. Sesuatu yang paling penting adalah hati."

oOo

Disalin dengan editan dari;
📚 [Syarh Riyadhush Shalihin (2/327)]
🌐 http://forumsalafy.net/kesucian-hati/




Sabtu, 27 Juni 2020

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (300)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Telah datang kepadaku (usia) 130 tahun.  Tidak ada suatu (godaan) pun - melainkan aku mampu menolaknya, kecuali angan-anganku - ia senantiasa bertambah setiap hari."
(Abu Utsman An-Nahsyali rahimahullah)


oOo 

UNTAIAN MUTIARA PARA 'ULAMA SALAF (299)


بسم الله الرحمان الرحيم

"Lauk-pauk ku adalah rasa lapar."
(Rasulullah Isa 'alaihissalam)

"Juru masak yang paling baik adalah rasa lapar."
(Pepatah Arab)


oOo

Jumat, 26 Juni 2020

ANCAMAN RADIKALISME TERHADAP NKRI

بسم الله الرحمان الرحيم

Ancaman terorisme, radikalisme terus mengintai. Di Indonesia, terorisme radikalisme bisa saja muncul dilatarbelakangi pemahaman:


*1⃣ Khawarij*

Para teroris yang menganut pemahaman ini di antaranya ISIS, Al-Qaidah, Jamaah Islamiyah, dan yang sejenisnya.


*2⃣ Syiah Rafidhah* 

Keterlibatan kaum Syiah Rafidhah bisa ditelusuri dari dukungan Iran terhadap kaum pemberontak Hutsi di Yaman. Iran melakukan pelatihan terhadap para teroris di Bahrain bekerja sama dengan organisasi teroris Hizbullah, Lebanon.


*3⃣ Komunisme* 

Doktrin komunisme mengarahkan penganutnya untuk bersikap militan. Berani memberontak terhadap penguasa dan menghalalkan segala cara. Di antaranya, menggunakan aksi teror radikal dalam memperjuangkan merebut kekuasaan.


*4⃣ Separatisme* 

Di Indonesia separatisme seringkali melakukan aksi teror dan radikal kepada penduduk yang setia dengan NKRI. Separatisme dahulu muncul di Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Gerakan separatisme lainnya, seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, dan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku.


*5⃣ Liberalisme* 

Kaum liberal berkontribusi terhadap aksi terorisme radikalisme dengan membuka katup-katup kebebasan dan demokrasi. Ketika semua orang memiliki kebebasan dalam alam demokrasi, maka semua orang bebas menganut dan menyebarkan pemahaman yang diyakininya. Termasuk pemahaman terorisme radikalisme (seperti Khawarij dan Syiah Rafidhah) sekalipun. Liberalisme dan demokratisme merupakan media penyubur perkembangbiakan embrio radikalisme terorisme dari berbagai paham.

Di sisi lain, apabila dihembuskan ke tengah kaum muslimin, liberalisme akan merusak cara pandang terhadap Islam. Ketika cara pandang terhadap Islam ditaburi pola pikir liberal, maka bisa melemahkan kekuatan kaum muslimin. Kaum muslimin bisa terpecah-belah dan tidak menampakkan sikap yang satu.

Mencermati fenomena di atas, kewaspadaan harus terus ditingkatkan. Hanya dengan kembali kepada Islam dengan pemahaman yang benar, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan dijalankan oleh para sahabat radhiyallahu 'anhum, niscaya BANGSA ini akan tetap terjaga dengan izin Allah Ta'ala.

Berkata al-Imam Malik bin Anas rahimahullah:

لاَ يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأمَّةِ إِلا بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا

“Tidak akan menjadi baik akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik (umat) di awalnya dahulu.”

Wallahu a’lam.
(Baca juga artikel, KELOMPOK-KELOMPOK SEMPALAN PERTAMA)


oOo

Disalin dengan editan, tanpa merubah makna dari,
✍🏼 Majalah "Asy-Syari'ah" edisi khusus: AWAS! KOMUNISME BANGKIT KEMBALI hlm: 34 | PKI Organisasi Teroris | Al-Ustadz Abufaruq Ayip Syafruddin | @ManhajulAnbiya