Selasa, 02 Juni 2020

FENOMENA KETIDAK-RAMAHAN TERHADAP NABI shalallahu 'alaihi wa sallam (1)


بسم الله الرحمان الرحيم

Fenomena ketidak-ramahan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam.  Yakni, sikap berlebih-lebihan, atau mengurang-ngurangi terhadap pribadi, dan syari'at yang Beliau bawa dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Beberapa tanda / sikap orang yang berlebih-lebihan, atau mengurang-ngurangi itu ditunjukkan oleh;
1. Jauh dari Sunnah Secara Lahir Maupun Bathin
Ditandai dengan berubahnya hakikat Ibadah, dari yang seharusnya mengacu kepada tuntunan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam (Ittiba'), menjadi mencukupkan diri dengan apa yang diterima dari Orang tua (Nenek moyang), atau kebiasaan yang terjadi  di masyarakat (rutinitas), dan menjadikan As-Sunnah sebagai sampingan belaka, baik yang hukumnya Wajib maupun yang Sunnah Mu'aqqadah (anjuran).
Hati seseorang tidak akan menjadi lurus (baik), sebelum ia mengamalkan, memelihara, mengagungkan, dan mencintai As-Sunnah, baik berupa amal Jawarih (amal anggota badan) maupun Keyakinan ('Itiqad).
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
فمن رغب عن سنة فليس مني
"Faman raghiba 'an sunnati falaysa minniy"

"Barangsiapa yang membenci sunnah-ku, maka ia bukan golonganku."
Berkata Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu,
"Berpegang teguhlah pada Sunnah, sebab tidaklah seorang hamba berada di atas Sunnah dalam keadaan mengingat Allah - lalu kulitnya merinding karena rasa takut kepada Allah, melainkan dosa-dosanya akan berguguran sebagaimana daun kering yang berguguran dari pohon.
Dan, tidaklah seseorang hamba berada di atas Sunnah, sedang mengingat Allah dalam keadaan sendirian, lalu kedua matanya mengeluarkan air mata karena takut kepada Allah, melainkan api Neraka tidak akan menyentuhnya selamanya.
Mencukupkan diri dengan Sunnah itu lebih baik daripada berijtihad dalam sesuatu yang menyelisihi Sunnah.  Karena itu, berusahalah agar amal-amal kalian - baik yang ringan maupun yang berat berdasarkan Manhaj dan Sunnah para Nabi."

2. Menolak Hadits-Hadits Shahih
Umumnya alasan yang dikemukakan oleh manusia dalam menolak Hadits-Hadits shahih adalah, menyelisihi akal (pikiran), tidak sejalan dengan realita yang terjadi, atau tidak mungkin untuk diamalkan pada zaman sekarang.  Mereka menolak menerima keabsahan hadits tersebut, mentakwil nash-nash dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah untuk menguatkan pendapat mereka.
Ada juga yang menolak karena hadits tersebut hadits Ahad, atau mengklaim bahwa mereka beramal hanya dengan dalil-dalil yang terdapat di dalam Al-Qur'an saja.
"Na'uudzubillahi min dzaalika"
Renungkanlah makna hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini,
"Aku benar-benar mendapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas Sofanya, datang kepadanya (suatu) urusan agamaku yang aku perintahkan atau aku larang, maka dia mengatakan, 'Aku tidak tahu;  Apa yang kami dapatkan dari Kitabullah - maka kami mengikutinya.'"  (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
Dari kalimat, seseorang yang bertelekan di atas Sofanya, tersirat makna bahwa orang tersebut puas dengan keadaan dunianya yang telah didapatkan.
Jika mereka menyangka, bahwa yang wajib bagi ummat Islam hanya bersatu di atas Al-Qur'an semata, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan (mewajibkan) dalam banyak tempat di dalam Al-Qur'an, agar mengambil segala sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik secara global maupun terperinci dalam makna firman-Nya,
"Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.  Dan, bertakwalah kepada Allah."  
(QS. Al-Hasyr;  7)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada seluruh manusia untuk menta'ati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di 33 (tigapuluh tiga) tempat dalam Al-Qur'an.
Dan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الا اني أوتيت الكتب و مثله معه
"Alaa inniy uwtiytu al-kitaabu wa mitslahu ma'ahu."

"Ketahuilah, bahwa aku diberi Al-Qur'an dan yang semisalnya (sekaligus)."  (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Berkata Al-Humaidi,
"Kami berada di sisi Asy-Syaf'i rahimahullah, lalu seorang laki-laki datang kepadanya dan bertanya sesuatu permasalahan kepadanya.  Asy-Syaf'i menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memutuskan perkara tersebut, demikian dan demikian."
Orang itu lalu bertanya, "Apa pendapatmu?"
Asy-Syaf'i menjawab, "Subhanallah.  Apakah kamu melihatku berada di gereja, apakah kamu melihatku (sedang) dalam jual beli, apakah kamu melihat di tengah-tengah tubuhku terdapat ikat pinggang?! (Orang yang mencintai dunia, pen.)  Aku menyatakan kepadamu, 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memutuskan perkara tersebut.  Lantas kamu bertanya, 'Bagaimana pendapatku?'"  (Siyar A'lam An-Nubala, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Beliau berkata pula, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pemimpin setelah Beliau telah menyunahkan Sunnah-Sunnah;  Mengambilnya berarti membenarkan Kitabullah, menyempurnakan keta'atan kepada Allah, dan menguatkan agama Allah.  Barangsiapa yang mengamalkannya - maka ia akan mendapat petunjuk, barangsiapa membelanya maka ia akan ditolong.  Dan, barangsiapa yang menyelisihinya maka dia telah mengikuti jalan-jalan selain jalan orang-orang yang beriman, dan Allah pasti memalingkannya (dari jalan yang lurus).
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Di antara etika (adab) bersama Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) adalah, tidak mempertanyakan Sabda Beliau.  Komentar-komentar terhadap sabda Beliau itulah yang sebenarnya bermasalah.  Nash (hadits) tersebut tidak dipertentangkan dengan Qiyas - tetapi berbagai Qiyas itulah yang harus dilenyapkan bila telah terang nash-nashnya."  Ucapan Beliau itu tidak disimpangkan dari hakikatnya dengan imajinasi-imajinasi rusak yang dianggap oleh para pelakunya Rasional, padahal merupakan kebodohan dan sangat jauh dari kebenaran.  Sebab, kebenaran yang dibawa oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam itu tidak bergantung (tidak butuh) pada sesuai atau tidaknya dengan pendapat seseorang Karena itu semua merupakan bentuk ketidak sopanan (kekurang ajaran) seseorang terhadap Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, dan suatu kelancangan.
Tinggalkanlah setiap ucapan dari sisi (di luar) ucapan Muhammad
Tidaklah sama orang yang aman dalam agamanya dengan orang yang mencelakakan dirinya

3. Menyimpang dari Sirah dan Sunnah Beliau
Ketidak ramahan terhadap Sirah dan Sunnah Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ini telah mendera dunia secara keseluruhan, lalu mengarah kepada simbol-simbol lain yang berasal dari para Tokoh Timur maupun Barat, dalam bidang kepemimpinan dan politik, pemikiran, budaya, filsafat, termasuk bidang etika dan moral.
Yang paling kentara terlihat dalam hal itu adalah, bila kita bandingkan dan "mencocokkan" ucapan-ucapan mereka itu dengan Sabda-sabda, serta perbuatan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.  Itulah suatu bentuk musibah yang menggiring masyarakat awam untuk meninggalkan Sirah dan Sunnah Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.  Serta menebarkan keraguan pada Sabda, perbuatan tasyri' Beliau yang merupakan Wahyu yang sejati.
Sebagaimana difirmanakan Allah 'Azza wa Jalla di dalam Al-Qur'an,
و ما ينتق عني الحوا الا وحي يوحى
"Wa maa yanthiqu 'anniy al-hawaa  in huwa illaa wahyun yuwhaa"

"Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya.  Ucapan itu tiada lain hanyalah Wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."  
(QS. An -Najm; 3 - 4)
Akan tetapi, sebagian besar manusia hanya berpedoman kepada realita yang terjadi dan Trend Modern, sehingga mereka membangga-banggakan tokoh-tokoh asing tersebut, dan melupakan keagungan dan kemuliaan yang dimiliki Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.
Apakah kalian mencari mu'jizat dari manusia pilihan
Yang mencukupi bagi bangsa yang masih hidup
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyamakan kekafiran sebelum datangnya keimanan dengan kematian,
"Dan, apakah orang yang telah mati - kemudian dia Kami hidupkan, dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia."  
(QS. Al-An'am;  122)
Saudaramu Isa memanggil orang mati - maka ia berdiri memenuhi panggilannya
Sedangkan engkau menghidupkan generasi-geneeasi dari ketiadaan nya
Prestasi-prestasi Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam akan senantiasa dikenang selama-lamanya, yang berbicara tentang Pembesar, Kebesaran, dan Kehidupan yang tidak memerlukan bukti dan penjelasan (panjang lebar)
Tidak ada apapun yang benar dalam pikiran
Apabila siang hari masih membutuhkan penuntun

Termasuk dalam kategori ini ialah, mendahulukan ucapan manusia daripada sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, mendahulukan (mencontoh) perbuatan manusia daripada perbuatan Beliau, dan amalan mereka daripada amalan BeliauSangat disesalkan!  Siapakah yang menyeru untuk melakukan perbuatan-perbuatan seperti ini (menyimpang dari Sunnah Beliau)?  Mereka adalah orang-orang yang rusak dari kalangan wartawan, sebagian media informasi / sosial, dan pendidikan.

4. Tercabutnya Rasa Takut Ketika Berbicara Tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Di berbagai majelis dan forum, sering kita lihat ketidak ramahan Ruhani yang tampak dari hilangnya rasa takut seseorang ketika berbicara tentang Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, seolah-olah telah menjadi pembicaraan biasa.  Tidak beretika dalam berbicara.  Tidak ada penghormatan dan pengagungan terhadap hadits, tidak merasakan wibawa, keagungan Beliau, dan tidak merasakan adab nurani yang suci (luhur).  Tidak ada kepedulian, perhatian, pemuliaan, dan penghormatan.  Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan dalam Al-Qur'an (artinya),
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suara melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian lainnya."  
(QS. Al-Hujurat;  2)
Inilah wahai manusia, etika Rabbani, lalu dimana letak etika insani sebelum etika Islam?
Demikian pula, Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang kaum yang memanggil dengan sekedar menyebut nama Beliau ("Wahai Muhammad"), sebagaimana diterangkan oleh banyak Ahli Tafsir.  Sebab, hal itu berarti merampas Kemuliaan yang menjadi keistimewaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Pemimpin para Nabi dan Rasul.
Adalah Abdurrahman bin Al-Mahdi, apabila membaca hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia memerintahkan kepada para hadirin agar diam, tidak ada seorang pun yang berbicara, tidak ada pinsil yang diruncingkan, tidak ada seorang pun yang tersenyum, tidak ada seorang pun yang berdiri, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung, atau seakan-akan mereka dalam keadaan sedang shalat.  Jika ia melihat ada salah seseorang di antara mereka yang tertawa atau berbicara, maka ia memakai sendalnya dan keluar (dari majelis)."  (Siyar A'lam An-Nubala, 9/201).
Mungkin dengan bersikap seperti itu dia menafsirkan ketiga ayat yang terdapat di awal surat Al-Hujurat, sebagaimana halnya Hammad bin Zaid menafsirkan yang semakna dengan ini.
Malik rahimahullah, sangat mengagungkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.  Apabila ia duduk untuk mengajarkan Ilmu Fiqih, maka ia duduk Sebagaimana keadaannya.  Tetapi, bila ia duduk hendak membicarakan hadits, maka ia mandi dulu, memakai wangi-wangian, memakai pakaian yang baru, memakai serban, duduk di atas tempat duduknya dengan khusyu', bersahaja, serta tenang.  Dan mengharumkan majelis itu dari awal hingga selesai dengan mengagungkan hadits.  (Tadzkirah Al-Huffazh, Azd-Dzahabi, 1/196)
Karena itu, Amirul Mu'minin, Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sangat berkeinginan untuk mengajarkan kepada manusia agar mengagungkan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam - sepeninggal Beliau, sebagaimana pengagungan terhadap Beliau tatkala masih hidup, dan itu merupakan kesempurnaan kesetiaan seseorang terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Sa'ib bin Yazid, ia menuturkan, "Aku tidur di masjid, lalu seseorang mengusirku.  Ketika aku melihat, ternyata Umar bin Al-Khaththab, lalu ia berkata, 'Pergilah, dan panggilkan kedua orang itu.'
Akupun datang kepadanya dengan membawa keduanya.  Ia bertanya, 'Siapakah kalian berdua?'  Keduanya menjawab, 'Dari penduduk Thaif.'
Ia (Umar) berkata, 'Seandainya kalian berdua termasuk penduduk negeri ini, niscaya aku telah menghukum kalian berdua, (karena) telah mengeraskan suara di masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.'"

5. Menjauhi Ahlus Sunnah atau Menggunjingkan, Mengolok-olok dan Mentertawakan Mereka
Termasuk ketidak-ramahan, adalah ketidak-ramahan hati, dan perlakuan terhadap orang-orang yang berkhidmad terhadap Sunnah.
Hal ini dapat terlihat dari sikap seseorang yang menjauhi Ahlus Sunnah wal Atsar yang mengamalkannya, menggunjingkan mereka, mencela, mentertawakan, mengolok-olok, dan tidak menghargai kedudukan mereka, mengkritik dan mengejek mereka karena berpegang teguh dengan As-Sunnah, secara lahir maupun bathin.
Tiada cela pada diri mereka
Cuma pedang-pedang mereka retak
Karena hantaman prajurit-prajurit itu.
Dalam kondisi keterasingan, anda akan melihat para Ghuraba (orang-orang yang berpegang teguh terhadap Sunnah) sangat minoritas di zaman ini dari selain mereka.
Ibnu Qayyim rahimahullah, telah menggambarkan kepada kita, ketika mengatakan,
Adakah keasingan yang melebihi keasingan kita?
Sehingga para musuh dapat menguasai kita
Tetapi kita menjadi tawanan musuh
Apakah mungkin kita akan kembali ke tanah air kita dan selamat

Mengenai sifat Ahlus Sunnah wal Atsar Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan,
"Akan senantiasa ada segolongan ummatku yang berada di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menghinakan mereka dan menyelisihi mereka, hingga datang urusan Allah (Hari Kiamat) - mereka tetap seperti itu."  (HR. Al-Bukhari - Muslim)
Seorang salaf, Junaid bin Muhammad berkata, "(Semua) jalan menuju Allah tertutup bagi manusia, kecuali orang-orang yang mengikuti jejak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengikuti Sunnah, dan berpegang teguh pada jalan Beliau;  Sebab, semua jalan kebajikan terbuka bagi mereka semuanya.  Sebagaimana firman-Nya,
لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة  لمن كان يرجوا الله و اليوم الآخر وذكر الله كثيرا
"Laqad' kaa na lakum Fiy Rasulullillahi Uswatun hasanatun  Liman kaana yarjullaha wal yaumal aakhira wadzakarallaha katsiiran"

"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu Suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah."  
(QS. Al-Ahzab; 21)'"
Adapun orang yang tidak mengenal Sunnah dan mengamalkannya, Kemauannya hanya sekedar mengomentari dan mencela.
Orang-orang yang mencela As-Sunnah adalah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri.
Seperti kijang menanduk batu besar untuk dihancurkan
Ia tidak mampu menghancurkannya bahkan tanduknya patah
Mudah-mudahan hal ini dapat mendorong tersebarnya Sunnah di tengah-tengah manusia.
Jika Allah hendak menyebarkan keutamaan
Maka dikirimkan untuknya lisan penghasut

6. Meninggalkan Sunnah-Sunnah Makaniyah (Yang Berhubungan dengan Tempat)
Termasuk ketidak-ramahan serius yang dilakukan banyak orang tanpa disadari.
Bukti-bukti yang terdapat di sekitar kita cukup banyak.
Anda melihat banyak orang yang melakukan ibadah haji dan umrah setiap tahun, bahkan lebih dari sekali-dua kali.
Kendati demikian, ia tidak pernah tinggal di Madinah kecuali beberapa kali saja datang ke sana.
Sebagian mereka mencela perbuatan orang yang datang dari negeri jauh, yang tidak datang ke negeri yang suci tersebut kecuali sekali seumur hidup.
Mereka datang ke Madinah, lalu shalat di dalam Masjid Nabawi, dan memanfaatkan waktu-waktu mereka.
Anda melihat penduduk negeri yang jauh tersebut sangat antusias, nyaris tidak anda jumpai sebagiannya pada penduduk jazirah ini.  Bahkan, manusia patut bersedih bahwa di negeri ini kurang sekali memperhatikan ziarah.  Kadang kala menziarahi Madinah tetapi dengan tergesa-gesa, tidak memperhatikan Sunnah-Sunnah dan Syi'ar-syi'arnya, ini mungkin karena kelalaian, sibuk dengan selain Sunnah, dan tidak membaca Sirah Nabawiyah, sebab - Alhamdulillah - manusia mendapatkan rasa aman, kebahagiaan, dan ketenangan di Madinah Nabawiyah yang tidak didapatkan di tempat lain, kecuali di Makkah.
Wahai cinta, tambahkan kepadaku rasa cinta setiap malam
Wahai penghibur hari-hari janjimu adalah pertemuan
Aku menghubungimu sehingga dikatakan;  Tidak mengenal benci
Aku mengunjungimu sehingga dikatakan;  Ia tidak bersabar lagi
Sungguh aku berguncang karena mengingatmu
Seperti hujan menghilangkan kotoran burung
Cinta itu hanyalah bila sekiranya hatiku dekat pada bara api sejarak lembing
Maka bara api itu akan membakarnya
Tanah air yang dimakmurkan dengan Wahyu sering didatangi oleh para Malaikat Jibril dan Mikail, darinya para Malaikat beserta Jibril naik, halamannya sarat dengan taqdis dan tasbih, tanahnya pengubur jasad Penghulu manusia (Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), tersebar darinya berkah agama Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tempat pengajaran ayat-ayat Allah, masjid-masjid, shalat-shalat, dan berbagai kebajikan lainnya.
Di antara Sunnah di Madinah adalah shalat di Masjid Nabawi, yang pahalanya dilipatgandakan ribuan kali, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
"Shalat di masjidku ini lebih utama daripada 1000 (seribu) / shalat di masjid lainnya, kecuali di Masjidil Haram."  (HR.  Al-Bukhari - Muslim)
Di antara Sunnah Makaniyah lainnya, adalah shalat di masjid Quba. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
صلاة في مسجد قباء كعمرة
"Shalaatun fiy masjidi qubaa-a ka'umratin"

"Shalat di masjid Quba itu seperti melaksanakan umrah."  (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Dari A'isyah binti Sa'ad bin Abi Waqqash menuturkan, "Aku mendengar ayahku berkata, 'Aku shalat di masjid Quba' 2 (dua) raka'at - lebih aku cintai daripada aku mendatangi Baitul Maqdis dua kali.  Sekiranya mereka mengetahui apa yang diperoleh di Quba' - niscaya mereka bersegera menuju ke sana.'"  (Al-Hafizh berkata dalam, Al-Fath, "Sanadnya shahih")
Hal ini bisa dipahami, bahwasanya Sa'ad radhiyallahu 'anhu bermaksud memotivasi (kaum muslimin) untuk menziarahinya, bukan menunjukkan bolehnya memaksakan (diri) melakukan perjalanan ke sana.  Sebab, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda (artinya),
"Perjalanan tidak boleh dipaksakan kecuali kepada 3 (tiga) masjid;  Masjidku ini (masjid Nabawi), Masjidil Haram (di Makkah), dan Masjidil Aqsa (di Palestina)."  (HR. Al-Bukhari - Muslim)
Di antara Sunnah Makaniyah lain yang sering dilupakan adalah shalat di Ar-Raudhah Asy-Syarifah.  Ia merupakan taman Surga yang seyogyanya dinikmati dan diperhatikan, sebab ia merupakan tempat turunnya Rahmat dan diraihnya kebahagiaan berikut faktor-faktor penunjangnya.  Nabi shallallahu 'alaihi wa dallam telah menjelaskan itu lewat makna sabda Beliau,
"Apa yang terletak di antara rumahku dan mimbarku adalah Raudhah (Taman) di antara Taman-taman Surga, sedangkan mimbarku di atas Telagaku."  (HR. Al-Bukhari - Muslim)
Ibnu Hajar berkata, menyebutkan apa yang dimaksud dengan Raudhah, "Hadits ini diriwayatkan untuk semakin menambah Kemuliaan tempat tersebut atas selainnya."
Tetapi orang yang sengsara adalah orang yang terhalang untuk memperoleh kebajikan, dan berpaling dari jalan itu.
Wahai orang-orang yang pergi ke Baitul 'Atiq
Sungguh kalian berjalan dengan jasad
Sedangkan aku berjalan dengan ruh kami
Kami melakukan pada saat udzur dan mampu
Barangsiapa melakukan saat udzur
Maka ia telah melaksanakannya.
Termasuk menziarahi Madinah Nabawiyah adalah menziarahi makam Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, dan mengucapkan salam kepada Beliau dan kedua Sahabatnya.
Apakah mengucapkan salam ini dilakukan setiap masuk masjid?  Yakni bagi penduduk yang datang dari jauh?  Ini adalah masalah yang diperselisihkan, tetapi Kemuliaan berziarah, menyampaikan shalawat dan salam adalah perkara yang disepakati oleh ummat Islam.  Juga menziarahi pekuburan Baqi' dimana para Sahabat dimakamkan, pekuburan para Syuhada, dan kuburan Hamzah radhiyallahu 'anhu.  Karena Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengunjungi mereka dan mendoakan mereka, dan berdasarkan keumuman hadits-hadits tentang ziarah kubur, mendo'akan mereka dan merasakan keutamaan mereka, sifat-sifat mereka, dan jihad yang mereka lakukan - akan melunakkan hati dan mengingat Akhirat.  Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala membela agama-Nya melalui (dengan perantaraan) dirinya, serta mengumpulkannya dengan mereka kelak, bersama para Nabi, Shiddiqin, Syuhada, dan Shalihin - mereka itulah sebaik-baik teman.
Sunnah Makaniyah tidak terkhusus di Madinah saja, bahkan di selainnya, seperti kota Makkah - misalnya shalat di Hijr Ismail, karena ia bagian dari Ka'bah, atau di belakang Maqam Ibrahim, atau yang bertalian dengan bumi selain keduanya yang disyariatkan sebagai tempat ibadah.
"Wallahul Musta'an"
(Bersambung)

oOo

(Disadur bebas dari kitab, "Setetes Air Mata Cinta", Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, et. all)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar