Sabtu, 06 Juni 2020

FENOMENA KETIDAK-RAMAHAN TERHADAP NABI shallallahu 'alaihi wa sallam (2)


بسم الله الرحمان الرحيم

(Lanjutan)

7. Tidak Mengetahui Keistimewaan Nabi dan Mukjizat-Mukjizat Beliau.
Termasuk ketidak-ramahan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah, tidak mengetahui keistimewaan-keistimewaan dan Mukjizat-Mukjizat yang diperuntukkan bagi Beliau.  Masalah ini yang seyogyanya harus dimengerti oleh para pelajar sebelum yang lainnya, dan seyogyanya pula dicermati perbedaan antara keumuman dan Keistimewaan, mukjizat, dan karomah.  Karomah adalah sesuatu yang diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala pada asalnya, misalnya menjadikan makanan menjadi banyak dan minta hujan, atau apa-apa yang diciptakan Allah berupa kejadian-kejadian luar biasa yang tidak mampu dilakukan oleh manusia dan jin, lalu Allah memberikannya kepada para hamba-Nya tanpa kaidah sebelumnya (Majmu Fatawa, 11/311)
Karomah-karomah itu hanya diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada orang-orang yang istiqamah, secara lahir maupun bathin di atas jalan yang lurus.  Ada kalanya itu terjadi pada selain para Nabi, tetapi tidak terus-menerus.
Adapun Khasha'is (Keistimewaan khusus), adalah hukum-hukum yang dikhususkan Allah pada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, misalnya boleh menikahi lebih dari 4 (empat) wanita, dan berperang di Al-Haram Al-Makki.
Sedangkan Syama'il adalah akhlak mulia yang menjadi poros kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti memaafkan, lapang dada, kasih sayang, dan lemah-lembut.


8. Perbuatan Bid'ah dalam Agama.
Ketidak-ramahan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini semakin parah ketika seseorang melakukan praktek Bid'ah yang menjauhkan nya dari syari'at Islam yang lurus, serupa dengan orang-orang yang mencampur-adukkan antara kebenaran dengan kebathilan, akibat mengagungkan para masyaikh yang menyelisihi syari'at Islam yang lurus, tokoh-tokoh masyarakat, para da'i - mengangkat mereka menyamai derajat kenabian, karena mereka memiliki Ahwal Syaithaniyah (amalan-amalan syaithan) yang mereka anggap sebagai hal yang luar biasa.
Atau, bisa juga karena sikap yang berlebih-lebihan terhadap orang-orang yang dianggap sebagai wali, memuji mereka secara berlebihan, dan menganggap mereka suci (ma'shum), bertawakal kepada mereka, bernadzar untuk mereka, menyembelih qurban dengan menyebut nama mereka, melakukan Thawaf di sekeliling kuburan mereka, atau membangun sesuatu bangunan di atasnya.  Ini semua, merupakan Syirik, Dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk menghancurkannya, serta mendirikan bangunan Tauhid sebagai gantinya di seluruh permukaan bumi, dan di hati-hati manusia.  Dengan itu akan tegaklah agama Allah (Islam).  Dan, dengan itu pula (Tauhidullah) -Allah Subhanahu wa Ta'ala menolong hamba-Nya yang beriman, tentara-Nya.  Dan dengannya pula (Tauhidullah), Allah mengokohkan hati-hati mereka, dan menghilangkan berbagai bentuk kesyirikan, serta berhala-berhala Jahiliyah.
Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghancurkan berhala-berhala tersebut dengan tangan maupun lisan Beliau yang mulia, maka Allah berfirman (artinya),
"Dan katakanlah, 'Yang benar telah datang, dan yang bathil telah lenyap.  Sesungguhnya, yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti (akan) lenyap."  (QS. Al-Isra';  81), dan
"Katakanlah, "Kebenaran telah datang - dan yang bathil itu tidak akan memulai, dan tidak (pula) akan mengulangi',"  
(QS. Saba';  49), dan
"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya;  Dan, yang demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."  
(QS. 162 - 163)
Bukan rahasia lagi bagi orang-orang yang berakal, yang akalnya dibimbing cahaya syari'at, bahwa Thawaf di kuburan, ber'itiqaf di sisinya, memohon kepada orang yang telah mati untuk mengabulkan hajatnya, menyembuhkan orang yang sakit, meminta rezeki, jodoh.  Atau, memohon kepada Allah melalui (perantara) mereka, kedudukan mereka di sisi Allah - merupakan  Syirik Akbar (Syirik Besar), dan perkara yang diada-adakan dalam agama Islam.  Sebagaimana makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu mudharat kepadamu, dan tidak (pula) suatu manfaat.'  Katakanlah, 'Sesungguhnya aku sekali-kali tidak seorangpun yang dapat melindungiku dari adzab Allah, dan sekali-kali tidak akan beroleh tempat berlindung selain daripada-Nya.  Akan tetapi, (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan Risalah-Nya."  
(QS. Al-Jin; 21 - 23)
Demikianlah keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu bagaimanakah dengan orang-orang selain Beliau?
Inilah yang membedakan Ahli Iman dengan Ahli Kesesatan.
Siapa saja yang memberikan pengagungan kepada makhluk, berarti dia telah mengurangi ke-Agungan Rabbul 'Alamiin.  Setiap yang merendahkan diri kepada makhluk, menunjukkan kelemahan dan kebodohan - itulah kehinaan yang nyata.

9. Berlebih-lebihan Kepada Nabi.

Di antara ketidak-ramahan yang menyakiti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menyelisihi Petunjuk Dakwah Beliau, bahkan menyelisihi Prinsip yang karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Beliau, yaitu Tauhidullah.
Sikap  Ghuluw (berebih-lebihan) terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mengangkat Beliau melebihi kedudukan yang semestinya, meyakini bahwa Beliau mengetahui ilmu ghaib, atau memohon kepada Beliau selain memohon kepada Allah, bersumpah atas nama Beliau seperti orang yang mengucapkan, "Demi Allah, demi Rasulullah!"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan terjadinya hal ini beberapa saat sebelum Beliau wafat, melalui sabda Beliau (artinya),
"Janganlah kalian memujiku secara berlebih-lebihan, sebagaimana kaum Nasrani memuji secara berlebihan terhadap Putera Maryam.  Tetapi, ucapkanlah, '(Engkau) hamba Allah dan utusan-Nya.'"  (HR. Al-Bukhari)
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa ummat Nasrani menyembah Isa bin Maryam disamping menyembah Allah menurut cara yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Isa 'alaihissalam.  Mahatinggi Allah Subhanahu wa Ta'ala dari apa yang mereka katakan.
Berdo'a kepada Nabi selain kepada Allah berarti menyembah Beliau, karena ibadah itu hanya boleh ditujukan khusus untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.  Demikian pula, agar ummat ini tidak menjadikan kuburan Beliau sebagai tempat perayaan atau tempat berkunjung, Beliau bersabda (artinya),
"Janganlah menjadikan kuburanku sebagai perayaan, tetapi bershalawatlah kepadaku, karena shalawat kalian sampai kepadaku dimanapun kalian berada."  (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
Bahkan, untuk menjauhkan manusia dari sikap berlebih-lebihan terhadap Beliau, sampai-sampai Beliau melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan para Nabi sebagai tempat ibadah,
"Semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat-tempat Ibadah."  (HR.  Al-Bukhari - Muslim)
Beliau mengingatkan kita agar waspada terhadap apa yang mereka perbuat.
Ketika segolongan manusia suka bersikap berlebih-lebihan terhadap Beliau dengan mengatakan, "Engkau tuan kami, dan putera tuan kami, Engkau sebaik-baik kami dan putera sebaik-baik kami."  Maka, Beliau bersabda kepada mereka
"Berkatalah dengan ucapan kalian atau sebagian ucapan kalian (artinya, berkatalah dengan wajar), dan jangan sampai Syaithan memperdayaimu."  (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam, Ghayah Al-Maram)
Termasuk Ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap Nabi ialah, bersumpah atas nama Beliau, sebab sumpah merupakan pengagungan yang hanya boleh diperuntukkan bagi Allah semata.  Sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam,
من كان حالفا  فليحلف بالله أو ليصمت
"Man kaana haalifan falyahlif billahi aw liyashmut."

"Barangsiapa bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau diam."  (HR. Al-Bukhari - Muslim)

10. Tidak Bershalawat kepada Beliau.
Bershalawat kepada Beliau bisa dilakukan dengan lisan maupun tulisan ketika nama Beliau disebut.  Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan di dalam Al-Qur'an, bahwa Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi, dan memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar bershalawat kepada Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Adakah kebathilan yang lebih parah daripada orang-orang yang tidak mau bershalawat kepada Beliau?
Melalui kebakhilan inilah manusia terjerumus ke dalam berbagai keburukan dunia maupun Akhirat. Seperti,
a. Do'a keburukan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
رغم انفو رجل ذكرت عنده فلم يصل علي
"Raghima anfu rajulin dzukirtu 'indahu falam yushalliy 'alayya"

"Semoga muka seseorang tersungkur, ketika namaku disebut di sisinya - tetapi dia tidak bershalawat kepadaku."  (HR. Tirmidzi, Ahmad, dishahihkan Syaikh Al-Albani)
b. Meraih Sifat Bakhil.
Yang disebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalui sabda Beliau,
البخيل من ذكرت عنده فلم يصل علي
"Al-Bakhiylu man dzukkirtu 'indahu falam yushalliy 'alayya"

"Orang yang Bakhil itu adalah, orang yang ketika namaku disebut di sisinya ia tidak bershalawat kepadaku."  (HR. Tirmidzi, Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)
c. Kehilangan Rahmat yang Berlipat-lipat Ganda dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuknya.
Seperti sabda Beliau,
من صلى علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا
"Man shallaa 'alayya shalaatan Shallallahu 'alaihi biha 'asyran"

"Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah memberi rahmat kepadanya 10 (sepuluh) kali dengannya."  (HR. Muslim)

d. Termasuk Orang-Orang yang Kehilangan Shalawat dari Allah dan para Malaikat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),
"Dialah yang memberi rahmat kepadamu, dan para Malaikat-Nya (memohon ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang)."  (Al-Ahzab;  43)
Shalawat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan para Malaikat-Nya ini merupakan penyebab dikeluarkannya mereka dari kegelapan kepada cahaya, maka kebaikan seperti apakah yang tidak akan bisa mereka raih?  Dan, keburukan seperti apakah yang tidak dapat tertolak dari mereka?  Duhai, betapa meruginya orang-orang yang lalai terhadap Rabb-nya.
Meninggalkan shalawat juga menyebabkan hati menjadi ketakutan dan senantiasa khawatir - karena jauh dari dzikir.  Sebaliknya, orang yang memperbanyak dzikir - maka hatinya akan semakin tenang, sebagaimana makna firman-Nya,
"(Yaitu) orang-orang yang beriman, dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.  Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram."  (Ar-Ra'ad;  28)

e. Kehilangan Dampak Positif Shalawat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam Terhadap Orang-Orang yang Tidak Mau Bershalawat.
Contoh dari sekian banyak dampak positif itu adalah, dihilangkannya duka-cita (kesedihan), dan diampuninya dosa-dosa oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bagaimana pendapatmu bila nama Orang yang seharusnya lebih kamu cintai daripada semua manusia (isterimu, anak-anakmu, bahkan kedua orang tuamu) - namanya disebut?  Tidakkah tergerak hatimu untuk bershalawat kepada Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam?
Bayanganmu dalam pikiranku
Kenanganmu di mulutku
Tempatmu di hatiku
Lalu di manakah kamu akan pergi?
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati Asy-Syafi'i ketika beliau berkata, "Dimakruhkan bagi seseorang mengatakan, 'Rasulullah bersabda', tetapi hendaklah ia mengatakan, 'Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda'.  Untuk mengagungkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam." (Diriwayatkan oleh Al-Harawi dalam, Dzamm Al-Kalam, hal. 255)

11. Tidak Mengetahui Kedudukan, Kemuliaan Para Shahabat (Radhiyallahu 'Anhuma)
Bentuk ketidak-ramahan itu berbeda-beda tergantung dari kadarnya.  Namun, intinya berkaitan langsung dengan ketidak tahuan tentang kedudukan, kemuliaan dan keutamaan para Shahabat.  Bahwa, mereka adalah generasi terbaik dari keseluruhan generasi ummat manusia, generasi yang menjadi bagian dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan Beliau pun menjadi bagian pula dari mereka.  Mereka memiliki Kemuliaan yang tinggi sebagai Shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Sebagaimana mereka memiliki pemikiran yang bercahaya.  Oleh karena itu, kitab-kitab Sunnah banyak sekali menghimpun hadits-hadits tentang keutamaan dan keadilan para Shahabat, baik secara individu maupun keseluruhannya, bagi kaum Muhajirin maupun kaum Anshar.  Hendaklah masing-masing kita selaku ummat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membanggakan generasi yang mulia tersebut, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala Sendiri menyanjung dan memuliakan mereka,
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam), di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah Ridha kepada mereka dan mereka pun Ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;  Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.  Itulah kemenangan yang besar."  
(QS. At-Taubah;  100), dan
"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, Orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan."  
(QS. At-Taubah;  117), dan
"Bahwasanya, Orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad) - Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah.  Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa melanggar janjinya - niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar."  
(QS. Al-Fath;  10)
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengisyaratkan pada orang-orang yang menyelisihi mereka, menyimpang dari mereka, dan meninggalkan apa yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Dan, barangsiapa menentang Rasul setelah jelas Kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (beriman), Kami biarkan ia bergelimang dalam kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itulah seburuk-buruk tempat kembali."  
(QS. An-Nisa;  115)
Adapun perselisihan yang terjadi di antara mereka, maka itu karena mereka adalah manusia biasa - bukan orang-orang yang ma'shum (terbebas dari kesalahan).  Siapakah kita, sehingga berani menempatkan diri kita sebagai hakim yang mengadili mereka.  Karena itu, lisan kita harus selamat sebagaimana hati kita, dan ini merupakan pendapat yang paling selamat dan paling tepat.  Karena, keburukan yang diingkari dari perbuatan mereka hanya sedikit sekali dibandingkan keutamaan dan kebaikan mereka - berupa keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah, berhijrah, nushrah (membela agama Allah), ilmu yang bermanfaat serta amal-amal shalih mereka.  Barangsiapa yang memperhatikan Biografi para Shahabat, dengan Ilmu dan bashirah (bukti nyata), serta apa yang dianugerahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada mereka (radhiyallahu 'Anhuma) - berupa keutamaan-keutamaan, maka ia akan mengetahui secara yakin, bahwa mereka adalah sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan Rasul ('alaihimussalam).  Tidak ada, dan tidak akan pernah ada lagi orang-orang seperti mereka, dan bahwasanya mereka adalah manusia-manusia pilihan di antara generasi (kurun) ummat manusia, yang merupakan sebaik-baik ummat, dan termulia di sisi-Nya.  (Aqidah Al-Washitiyah, Ibnu Taimiyah).
Penting pula untuk diketahui, bahwa mayoritas Shahabat, dan Tokoh-tokoh utama mereka tidaklah terlibat dalam fitnah (perang saudara).  Telah sah, dengan sanad yang telah dikomentari Ibnu Taimiyah, "Sebagai sanad yang paling shahih di muka bumi ini" dari Ibnu Sirin, ia menuturkan, "Fitnah berkecamuk, sedangkan para Shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berjumlah 10.000 (sepuluh ribu) orang, dan yang menghadirinya (terlibat) dari kalangan mereka tidak lebih dari 100 (seratus) orang, bahkan tidak mencapai 30 (tigapuluh) orang. (Minhaj As-Sunnah, 6/236).  Yang pasti, satu kebajikan seorang saja di antara mereka - setara dengan ribuan kebajikan dari selain mereka, sebagaimana keterangan Nash;
Orang yang berakal dan berpandangan, serta hanya menginginkan Kebenaran - demi kebenaran semata - hendaklah mengetahui, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan memilih Orang-orang yang menemani dan menyertai Nabi-Nya dari Orang-orang yang justru merusak agama-Nya dan membenci Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kaum Nasrani pernah ditanya, "Siapakah pengikut agama kalian yang paling utama?"  Mereka menjawab, "Para Shahabat Isa."
Sementara, suatu golongan yang menisbatkan diri mereka kepada Islam (seperti golongan Syi'ah yang sesat) ditanya, "Siapakah pengikut agama kalian yang paling buruk?"  Maka, mereka akan menjawab, "Para Shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam".   Jadi, ada 2 (dua) golongan manusia yang mencela 2 (dua) wanita terbaik.  Pertama, orang-orang Yahudi yang mencela Maryam sebagai pezina, dan orang-orang Syi'ah yang mencela A'isyah radhiyallahu 'anha, (Ummul Mukminin, isteri Rasulullah) sebagai pezina.
Renungkanlah hal ini, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatimu, dimana hawa nafsu dan kejahatan telah merasuki kedua golongan tersebut.  Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,
لا تسبوا اصحابي فان أحدكم لو أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نضيفه
"Laa tasubbuw ash-habiy fa Inna ahadakum law anfaqa mitsla uhudin dzahaban maa balagha mudda ahadihim wa laa nashiyfahu"

"Janganlah mencaci-maki para Shahabatku;  Sebab, salah seorang kalian seandainya menginfakkan emas sebesar gunung Uhud - maka, itu tidak mencapai satu Mud (yang diinfakkan) salah seorang dari mereka, dan tidak pula mencapai separuhnya."  (HR. Al-Bukhari - Muslim)
Lihatlah penolakan dari para Shahabat, ketika Aidz bin Amr menemui Ubaidillah bin Ziyad - sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, seraya berkata, "Sesungguhnya, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Seburuk-buruk pemimpin adalah yang kejam,' maka janganlah anda termasuk bagian dari mereka.'  Ia (Ibnu Ziyat) berkata, 'Duduklah, anda hanya orang rendahan pada Shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.'  Ia (Aidz bin Amr) menampik, 'Apakah mereka memiliki orang rendahan?  Rendahan itu hanyalah pada generasi setelah mereka, atau selain mereka.'"  (HR. Muslim, no. 1830)
Aku mendapati celaan karena mencintaimu terasa manis
Cinta karena mengingatmu
Maka silahkan para pencela mencelaku

12. Ungkapan yang Berlebihan Terhadap Segala yang Berkaitan dengan Pengagungan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.
Dan, pada puncaknya - faktor ketidak-ramahan adalah ungkapan yang berlebih-lebihan dari sebagian kalangan yang menisbatkan diri kepada Ahlussunah wal Jama'ah, seperti merayakan berbagai peringatan (upacara), atau perhelatan cucu Beliau Hasan - Husen.
Pengagungan yang benar, adalah yang sesuai dengan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan amalan para Shahabat, mengenali dengan baik siapa pecinta yang jujur siapa yang berlebih-lebihan atau mengurang-ngurangi.  Siapa yang bila disebutkan kepadanya petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam - maka ia bersegera mengikutinya, mengerjakannya, dan menjauhi segala yang diada-adakan dalam agama (Bid'ah), dan siapa pula yang apabila disebutkan padanya As-Sunnah - maka ia meninggalkannya serta mengikuti hawa nafsunya, mengikuti pendapat gurunya (meski menyelisihi As-Sunnah dan kesepakatan para Sahabat Beliau).
Sebagian mereka terkadang mengatakan, "Orang yang tidak ramah anda lihat mereka memiliki agama yang tipis, dan keyakinan yang lemah, berbeda dengan pecinta yang jujur.  Ia memiliki agama yang tipis - tetapi memiliki keyakinan yang kuat."
Adakah yang membahayakan manusia jika ia mencontoh Sunnah yang suci?  Apakah seorang pecinta (boleh) dicela karena mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?  Adakah Kemuliaan yang menyamai Kemuliaan ini?
Jika aku menyatakan cinta terhadap mereka, maka aku memiliki teladan pada orang-orang Shalih terdahulu,
Seorang pecinta harus merenungkan
Antara kedurhakaan dan Cinta
Di sisinya ia mengangkat telapak kakinya
Mungkin ke belakang, mungkin ke depan
Melalui tema yang indah ini, para Pembaca yang budiman dapat mewujudkan kehidupan pecinta yang sejati.
Mengagumkan bahwa aku merindukan mereka
Dan meminta keriduan dari mereka
Padahal mereka bersamaku
Mataku mencari mereka padahal mereka di korneaku
Hatiku mengeluh jauh padahal mereka
Di tengah-tengah tulang rusukku

Tetaplah di atas kebenaran - semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memelihara anda - meskipun anda sendirian.  Karena itu, harus tetap setia - meskipun jalan yang ditempuh sangat panjang, berliku-liku dan banyak rintangan.
wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah Yang Memberi Petunjuk Taufiq).
(Tamat)

oOo

(Disadur dari kitab, Setetes Air Mata Cinta, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, et.all)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar