Sabtu, 31 Maret 2018

ADAKAH YANG LEBIH SEMPURNA DARI ISLAM?




بسم الله الر حمان الر حيم

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an (yang artinya),
“Barangsiapa mencari Agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (Agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.”  (Ali-Imran (3);  85)
“Islam itu tinggi, dan tidak akan pernah ada sesuatu yang bisa mengunggulinya”  (Makna Al-Hadits)

BEBERAPA SISI KESEMPURNAAN / KEUTAMAAN AJARAN ISLAM
1.       I. Kesempurnaan dari Asalnya;
Karena Agama Islam berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Dzat Yang Maha Sempurna dan Maha Mengetahui, yang diturunkan dari atas langit ke-tujuh, maka mustahil padanya terdapat kekurangan dan kelemahan dari sisi apa pun, terutama dalam pemenuhan segala Hajat Hidup Manusia di Dunia dan Akhirat.
3.       II. Sebagai Satu-Satunya Agama yang Diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala;
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Sesungguhnya Agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam...”  (Ali-Imran (3);  19)
4.       III. Kesempurnaan Ajaran (Hukum-Hukum yang Terdapat di Dalamnya);
Firman Allah Ta’ala (artinya),
“...Dan Hukum siapakah yang lebih baik daripada Hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin?”  (Al-Maidah (5);  50), dan
Hari ini telah Kusempurnakan bagimu Agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu Nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai Agama bagimu.  (Al-Maidah (5);  3), dan
“Maka, berimanlah kalian kepada Allah dan utusan-Nya.  Nabi yang buta huruf, yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya.  Ikutilah dia agar kalian mendapat petunjuk.  (Al-‘Araf (7);  158)
"...Andaikata (kamu pernah membaca atau menulis), benar-benar ragulah orang-orang yang mengingkari (mu)."  (Al-Ankabut;  48)
"Dialah Yang mengutus kepada kaum yang buta huruf itu seorang Rasul di antara mereka."  (Al-Jumu'ah;  2)
Keadaan Beliau (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam) yang buta huruf justru memperkuat Hujjah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekaligus sebagai jaminan kemurnian Syari’at Islam dari berbagai Rekayasa Manusia, yang akan mencemari Ajaran Agama Islam, seperti yang pernah dilakukan manusia pada Kitab-Kitab Suci terdahulu (sebelum Al-Qur’an) dan Sunnah-sunnah Nabi mereka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
Dan tiadalah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menurut kemauan Hawa Nafsunya.  Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”  (An-Najm (53);  3-4), dan
Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (Nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.  Maka sekali-kali tidak seorang pun dari kalian yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu ”  (Al-Haqqah (69);  44-47), dan
"Aku (Muhammad) tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku."  (Al-Ahqaaf;  9)  
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (artinya),
“Sungguh telah kutinggalkan kalian dalam keadaan yang betul-betul terang, malamnya seperti siangnya.  Tidak ada yang menyimpang darinya setelahku nanti, melainkan akan binasa.”  (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
5.       IV. Kesempurnaan Generasi Umat Manusia yang Mengembannya;
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Sebaik-baik (Generasi Umat) manusia adalah kurunku, kemudian yang setelahnya (Generasi Tabi’in), kemudian yang setelahnya (Generasi Tabi’ut Tabi’in).”  (HR.  Al-Bukhari-Muslim)
Kesempurnaan Agama Islam menuntut Generasi Sahabat Rasulullah, Generasi Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, betul-betul menjaga Syariat Islam dari segala perkara baru yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Perkara-perkara baru yang dimaksud adalah perkara-perkara baru dalam Ibadah dan Aqidah, yang disebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Bid’ah.
6.      V.  Kesempurnaan dalam Ganjaran (Balasan Dunia dan Akhirat);
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu, dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya.”  (Al-Hadid;  21)
Menurut Tafsir Al-Qurthubi; Ayat di atas tidak bermaksud membatasi luasnya Surga, namun ayat tersebut mengingatkan bahwa langit dan bumi itu adalah sesuatu bagian terluas yang mampu (pernah) dilihat (manusia) / (Tafsir Al-Qurthubi; 4/204-205).
(Baca juga artikel, SURGA)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya),
“Jika seseorang masuk Islam dan baik keIslamannya, maka Allah akan menghapus segala kesalahan (dosanya) yang telah lalu, dan kebaikannya dibalas 10 sampai 700 kali lipat, sedangkan kejahatannya dibalas semisal itu (1 kali), kecuali jika Allah mengampuninya.”  (HR.  Al-Bukhari)
“Wallahu Yahdiy ilaa Shiraathimmustaqiim” (Hanya Allah-lah Yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus).
Semoga berbagai kesempurnaan di atas, dapat jadi penggerak motivasi dalam hidup dan kehidupan kita, amiin.

oOo

Selasa, 27 Maret 2018

Sabda-Sabda Nabi ISA 'alaihissalam



بسم الله الر حمان الر حيم

Begitu banyak hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbicara tentang kisah Nabi dan Rasul Ulul Azmi (Yang Paling Utama) ke-empat, Isa ‘alaihissalam
Di bawah ini, kami kutipkan beberapa hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam, Al-Hafidz Ibnu Asakir rahimahullah dari beberapa ‘Ulama Salaf, tanpa menyebutkan (sebagian / beberapa) rantai Sanad-nya.  Semoga dapat diambil hikmahnya;
·        
 “Pada suatu ketika kaum Hawariyyun (Para pengikut setia Nabi Isa ‘alaihissalam) kehilangan Nabi-nya, yaitu Isa putera Maryam.  Ada seseorang yang berkata kepada mereka, ‘Berjalanlah ke arah laut...!’  Akhirnya mereka pergi ke laut untuk menemui Beliau di sana.  Ketika mereka telah sampai di tepi pantai, tiba-tiba mereka melihat seorang laki-laki sedang berjalan-jalan di tengah laut.  Lelaki tersebut terkadang berada di atas ombak dan terkadang berada di atas permukaan laut yang tenang.  Kemudian laki-laki itu mendekati mereka, hingga akhirnya mereka mengetahui, bahwa ia adalah Nabi Isa ‘alaihissalam.
Salah seorang di antara mereka berkata, “Bolehkah aku datang kepadamu, wahai Nabi Allah?”  Nabi Isa menjawab, “Tentu saja boleh.”  Lalu ia mencoba menapakkan salah satu kaki dan kaki yang lainnya di atas air.  Akan tetapi ia berteriak, “Oh, aku bisa tenggelam ya Nabi Allah.”  Kemudian Isa Putera Maryam ‘alaihissalam berkata, “Coba berikan tanganmu kepadaku, hai orang yang tipis imannya.  Kalau sekiranya seseorang itu memiliki keyakinan sebesar satu biji gandum saja, niscaya ia akan mampu berjalan di atas air.”
Ada yang bertanya kepada Beliau, “Wahai Isa, dengan apa Engkau berjalan di atas air?”  Nabi Isa menjawab, “Aku berjalan di atas air dengan iman dan keyakinan.”  Mereka berkata, “Bukankah kami juga beriman sebagaimana Engkau beriman dan kami juga yakin sebagaimana Engkau yakin?”  Nabi Isa ‘alaihissalam menjawab, “ Kalau begitu, silahkan kalian berjalan di atas air.”  Akhirnya mereka berjalan bersama Beliau di atas ombak laut dan mereka tenggelam.  Nabi Isa Putera Maryam ‘alaihissalam bertanya, “Kenapa kalian tenggelam?’  Mereka menjawab, “Kami takut ombak, ya Nabi Allah.”  Lalu Nabi Isa ‘alaihissalam berkata kepada mereka, “Tidakkah kalian takut kepada Tuhan yang menciptakan ombak?”  Akhirnya Beliau mengeluarkan mereka dari laut dan kemudian Beliau pukulkan tangannya ke tanah, lalu Beliau menggenggam jari-jemarinya itu dan kemudian Beliau buka kembali.  Tiba-tiba di salah satu telapak tangan Beliau ada emas dan di telapak tangan yang lainnya ada batu kerikil.  “Manakah di antara kedua benda ini yang menarik hatimu?” Tanya Beliau.  Para pengikutnya menjawab, “Emas.”  Lalu Nabi Isa ‘alaihissalam berkata, “Begitu pula menurut pendapatku.”
·         * Sebagaimana yang diterangkan Al-Imam Ibnu Katsir dalam kisah Yahya bin Zakaria,  dari beberapa ‘Ulama Salaf, bahwasanya Nabi Isa ‘alahissalam mengenakan pakaian kaos dalam, memakan daun-daun pepohonan, tidak mempunyai rumah, keluarga, harta dan simpanan makanan untuk esok hari.  Sebagian ‘Ulama ada yang berpendapat, “Nabi Isa ‘alaihissalam hanya makan dari hasil upah memintal benang Ibunya.”
·         * Dari Abdul Malik bin Said bin Abjar, bahwasanya ia berkata, “Jika Nabi Isa ‘alaihissalam memberikan nasihat, maka Beliau akan berteriak-teriak bagaikan seorang ibu yang kehilangan anaknya.”
·         * Abdur-Razaq telah berkata, “Mu’ammar telah mengabarkan kami, Ja’far bin Balqan telah bercerita kepada kami, bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam berdoa’,  ‘Ya Allah ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak dapat menolak apa yang aku benci dan tidak dapat meraih manfaat apa yang aku harapkan.  Semua masalah beralih ke tangan orang lain, sedangkan diriku tertahan oleh amal perbuatanku sendiri, tidak ada yang lebih miskin daripada diriku.  Ya Allah ya Tuhan-ku, janganlah Engkau bahagiakan musuhku dengan kesusahanku, janganlah Engkau burukkan diriku kepada temanku, janganlah Engkau jadikan musibahku pada Agamaku, dan janganlah Engkau kuasakan diriku kepada orang yang tidak menyayangiku.’”
·         * Al-Fudhail bin Iyadh telah berkata dari Yunus bin Ubaid, Nabi Isa ‘alaihissalam berkata, “Seseorang tidak akan mendapatkan Hakikat Iman, hingga ia tidak peduli lagi terhadap makanan di dunia.”
·         * Al-Fudhail berkata, Nabi Isa Putera Maryam ‘alaihissalam telah berkata, “Aku pernah memperhatikan tentang keadaan makhluk di dunia, akhirnya aku dapati, bahwa yang tidak diciptakan itu menurutku lebih berbahagia daripada yang telah diciptakan.” (Mengingat pertanggung jawabannya nanti di Pengadilan Allah 'Azza wa Jalla pada Hari Kiamat, pen blog.)
·         * Ishaq bin Basyar berkata, dari Hisyam bin Hisan, dari Al-Hasan, bahwasanya ia telah berkata, “Nabi Isa ‘alaihissalam itu adalah pemimpin orang-orang zuhud pada hari Kiamat.”  Ia juga berkata, “Orang-orang yang membersihkan dosanya akan dikumpulkan kelak bersama Nabi Isa pada hari Kiamat.”
Ia berkata, “Pada suatu hari Nabi Isa ‘alaihissalam tertidur pulas di atas sebuah batu.  Tiba-tiba iblis lewat di dekatnya, seraya berkata, 'Hai Isa, bukankah kamu mengatakan, bahwasanya kamu tidak menginginkan harta benda dunia?  Bukankah batu ini termasuk harta benda dunia?'  Maka Nabi Isa bangun dari tidurnya, lalu Beliau mengambil batu itu dan melemparkannya kepadanya seraya berkata, 'Ambillah batu serta semua isi dunia ini untukmu.'”
·         * Mu’tamir bin Sulaiman telah berkata,  “Nabi Isa ‘alaihissalam pernah keluar menemui para sahabatnya dengan mengenakan jubah yang terbuat dari kain wol dan celana pendek yang cukup untuk menutupi auratnya, tidak beralaskan sandal, sambil menangis, rambutnya tidak teratur, wajahnya pucat karena kelaparan, kedua bibirnya kering karena kehausan, lalu Beliau berkata, Assalaamu’alaikum, wahai Bani Israil.  Ketahuilah oleh kalian, aku adalah orang yang menempatkan dunia pada posisinya, dengan idzin Tuhan, akan tetapi aku tidak angkuh dan sombong.  Tahukah kalian dimanakah rumahku?”  Mereka (para sahabat Nabi Isa) menjawab, “Dimanakah rumahmu, ya Ruhullah?”  Beliau menjawab, “Rumahku adalah masjid-masjid, pijakanku adalah air, lauk-pauk-ku adalah rasa lapar, lampu penerangku adalah bulan di malam hari, shalatku pada musim dingin adalah tempat terbitnya matahari, wewangianku adalah sayur-mayur, pakaianku adalah kain wol, sloganku adalah takut kepada Rabbul ‘Izzati, teman-temanku adalah waktu dan orang-orang miskin, kujelang pagi dan sore hari tanpa ada sesuatu apapun padaku.  Aku orang yang baik hati dan tidak serakah, maka siapakah yang lebih kaya dan beruntung daripada diriku?”  (HR. Ibnu Asakir)
·         * Abdullah bin Mubarak telah berkata; dari Sufyan bin Uyainah, dari Khalaf bin Husyab, bahwasanya dia telah berkata, “Nabi Isa ‘alaihissalam berkata kepada para pengikut setianya, kaum Hawariyyin, ‘Sebagaimana para Raja telah mewariskan Hikmah kepada kalian, maka wariskanlah dunia ini kepada mereka (manusia, pen blog.)’”
·        *  Ismail bin Iyas telah berkata, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwasanya ia berkata, “Nabi Isa ‘alaihissalam telah bersabda kepada para pengikut setianya, ‘Wahai para pengikutku, makanlah roti gandum, minumlah air yang jernih, dan keluarlah dari dunia ini dalam keadaan sehat dan selamat.  Dengan sebenarnya aku akan mengatakan kepada kalian, bahwa kenikmatan hidup di dunia ini adalah pahitnya kehidupan Akhirat, dan pahitnya kehidupan di dunia ini adalah kenikmatan hidup di Akhirat kelak.  Para hamba Allah yang bertakwa itu bukanlah mereka yang bersenang-senang.  Dan, dengan sebenarnya aku mengatakan kepada kalian, bahwa orang yang paling jahat di antara kalian adalah, orang-orang yang ‘Alim tetapi lebih mengutamakan Hawa Nafsunya, dan ia ingin agar semua manusia seperti dirinya. 
(Baca artikel, PARA DA'I YANG MENYERU KE JAHANNAM dan JAUHILAH DUA TIPE MANUSIA)
·         * Abu Mus’aib berkata dari Malik bahwasanya telah sampai khabar kepadanya, bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam bersabda, “Wahai Bani Israil, kalian harus minum dari air yang jernih, makan dari sayur-mayur yang baik dan roti jelai (roti dari bahan yang murah, pen blog.)  Dan hindarilah olehmu roti gandum, karena sesungguhnya kalian tidak akan mampu mensyukurinya.”
·         * Ibnu Wahab telah berkata, dari Sulaiman bin Bilal, dari Yahya bin Said bahwasanya ia berkata, Nabi Isa ‘Alaihissalam bersabda, “Seberangilah dunia, dan janganlah kalian memakmurkannya!”  Beliau pernah pula berkata, Cinta dunia pangkal dari segala kesalahan, dan pandangan mata dapat menanamkan syahwat di hati.”
·         Wahib bin Al-Wurd telah bercerita seperti hadits itu dan bahkan ia menambahkan, “Terkadang Nafsu Syahwat itu dapat mewariskan kesedihan yang berkepanjangan kepada pemiliknya.”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam, “Wahai anak Adam, takutlah kalian kepada Allah dimana saja kalian berada, jadilah kalian seorang tamu di dunia ini, jadikanlah Masjid-Masjid itu rumahmu, ajarilah matamu untuk menangis, tubuhmu untuk bersabar dan hatimu untuk bertafakur.  Dan janganlah kalian memikirkan rezki untuk esok hari, karena sikap yang demikian itu sangatlah keliru.”
·         * Dari Nabi Isa Putera Maryam ‘alaihissalam bahwasanya Beliau bersabda, “Karena tidak ada seorang pun dari kalian yang mampu mendirikan rumahnya di atas ombak yang ganas, maka janganlah ada di antara kalian yang menjadikan dunia ini sebagai tempat tinggalnya.”
Di dalam kitab Az-Zuhud, Al-Imam Ahmad menyebutkan sabda Nabi Isa 'alaihissalam,
"Siapakah yang mau mendirikan rumah di atas ombak laut?  Itulah dunia, maka janganlah kalian menyikapinya sebagai negeri yang kekal."
·        *  Sufyan Ats-Tsauri berkata, "Nabi Isa 'alaihissalam pernah bersabda, 'Cinta kepada dunia dan cinta kepada Akhirat tidak akan dapat hidup berdampingan dalam hati seorang Mukmin, sebagaimana air dan api tidak dapat bersatu dalam satu bejana.'
·         * Ibrahim Al-Harbi telah berkata dari Daud bin Rasyid, dari Abu Abdullah Ash-Shufi bahwasanya ia berkata, Nabi Isa ‘alaihissalam telah bersabda, “Orang yang mencari kehidupan dunia bagaikan orang yang meminum air laut.  Semakin banyak ia meneguknya, maka akan semakin haus - hingga akhirnya membunuh dirinya sendiri.”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam, “Sesungguhnya Syaithan itu bersama dunia, tipu dayanya dengan harta benda, hiasannya dengan hawa nafsu, dan kesuksesan-nya terletak pada nafsu syahwat.”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam,Berbahagialah orang-orang yang membaca Kitab Allah dan melaksanakan perintah-Nya.”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam,Berbahagialah orang yang menangis karena mengingat kesalahannya, menjaga lidahnya, dan meluaskan rumahnya (untuk para tamu).”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam, “Berbahagialah mata yang tidur dan tidak terbetik di dalam hatinya untuk berbuat maksiat, serta selalu memelihara diri dari perbuatan dosa.”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam,Wahai kaum Hawariyyin, relakanlah kehinaan dunia namun mendapatkan keselamatan dalam Agamanya, sebagaimana orang-orang yang cinta dunia rela terhadap kehinaan dalam beragama demi mendapatkan kenikmatan dunia.”
·         * Abu Mus’aib telah berkata dari Malik, Nabi Isa ‘Alaihissalam telah bersabda, “Janganlah kalian banyak berbicara tanpa ada upaya untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena nanti hatimu akan menjadi keras seperti batu.  Dan ketahuilah olehmu, bahwa hati yang keras itu jauh dari Allah, akan tetapi sayangnya kamu tidak menyadarinya.  Janganlah kamu melihat dosa-dosa orang lain seakan-akan kamu itu Tuhan, akan tetapi lihatlah dosa-dosa mereka seakan-akan kamu ini hamba sahaya.  Ketahuilah oleh kalian, bahwa pada dasarnya manusia itu terbagi dua;  Yang diberi afiat (kesehatan) dan yang diuji dengan musibah atau bencana.  Maka kasihanilah orang-orang yang sedang ditimpa bencana dan bersyukurlah kepada Allah atas kesehatan.”
·         * Ats-Tsauri telah berkata, aku pernah mendengar ayahku berkata dari Ibrahim At-Tamimi, bahwasanya ia telah berkata, Nabi Isa ‘alaihissalam berkata kepada para pengikut setianya, “Dengan sebenarnya aku katakan kepada kalian, bahwa barangsiapa yang mengharap Surga Firdaus, maka makan roti jelai (roti yang terbuat dari bahan yang murah), dan tidur di tempat sampah bersama anjing itu lebih baik.”
·         * Malik bin Dinar telah berkata, Nabi Isa putera Maryam ‘alaihissalam bersabda, “Sesungguhnya makan roti yang terbuat dari jelai dengan abu, dan tidur di atas sampah bersama anjing, itu masih ringan bagi orang yang mengharapkan Surga Firdaus.”
·         * Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari Mansur, dari Salim bin Abu Ja’d bahwasanya ia telah bercerita, Nabi Isa ‘Alaihissalam bersabda, “Bekerjalah kamu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah kamu bekerja karena perutmu.  Lihatlah burung-burung itu, mereka terbang kesana-kemari tanpa henti, mereka tidak bekerja di sawah, mereka tidak menanam tanaman di kebun, akan tetapi Allah memberinya rezeki.  Kalau seandainya kamu berkata. ‘Perut kami lebih besar dari perut burung, maka kami harus makan lebih banyak', maka lihatlah kepada binatang-binatang buas (seperti harimau, singa, beruang) dan binatang ternak (kerbau, sapi dan kambing), mereka pulang-pergi ke kandangnya tanpa bekerja di sawah atau di ladang, akan tetapi Allah tetap memberi rezki kepada mereka.”
·         * Sofwan bin Amr berkata, dari Syarih bin Abdullah, dari Yazid bin Maisarah bahwasanya ia telah berkata, Kaum Hawariyyin berkata kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam, “Wahai Nabi Allah Isa ‘alaihissalam, lihatlah kepada Masjid itu, betapa indahnya dia.”  Lalu Nabi Isa ‘alaihissalam menjawab, “Amiin, amiin.  Wahai kaum Hawariyyin, aku akan mengatakan kepada kalian dengan sebenarnya, bahwasanya Allah tidak akan membiarkan dari Masjid ini sebuah batu yang berdiri tegak kecuali Dia hancurkan dengan sebab dosa-dosa para jamaahnya.  Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sesuatu dengan emas, perak ataupun batu-batuan ini untuk membuatmu merasa takjub.  Sesungguhnya yang lebih dicintai Allah adalah hati-hati yang shalih.  Allah akan memakmurkan bumi dengan hati yang shalih, dan Allah akan menghancurkan bumi dengan hati yang jahat.”
·         * Dari Nabi Isa ‘alaihissalam yang bersabda,Aku heran kepada tiga golongan manusia:  Pertama, Orang yang mencari kesenangan dunia, sedangkan kematian senantiasa mengintainya.  Kedua, Orang yang membangun Istana dan gedung-gedung mewah, sementara kuburan adalah tempat berdiamnya yang terakhir.  Ketiga, Orang yang selalu tertawa-tawa, sementara Neraka ada di hadapannya.  Wahai anak Adam, kalian tidak akan kenyang dengan sesuatu yang banyak, dan tidak akan rela dengan sesuatu yang sedikit.  Kalian mengumpulkan harta bagi orang yang tidak akan menyanjung-nyanjungmu, dan kamu berani melawan Tuhan yang akan mengadzabmu.  Sesungguhnya kamu ini adalah budak syahwat dan perutmu.  Kamu akan bisa memenuhi perutmu, manakala kamu telah masuk ke dalam kubur.  Dan kamu, Wahai anak Adam, melihat hartamu pada timbangan orang lain.”
·         * Sufyan Ats-Tsauri telah berkata dari Bapaknya, dari Ibrahim At-Tamimi bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam telah bersabda, “Wahai kaum Hawariyyin, jadikanlah harta simpananmu itu di langit, karena hati seseorang itu tergantung kepada harta simpanannya.”
·         * Tsaur bin Zaid berkata, dari Abdul Azi bin Zibhyan bahwasanya ia telah berkata, Nabi Isa Putera Maryam ‘alaihissalam telah bersabda, “Barangsiapa yang belajar, lalu memahami, dan akhirnya mengamalkan, maka ia akan dianggap orang besar di Kerajaan Langit.”
·         * Abu Kuraib berkata, diriwayatkan dari Nabi Isa ‘alaihissalam bahwasanya Beliau bersabda, “Tidak ada manfaatnya suatu Ilmu yang tidak dapat menghantarkanmu kepada kebaikan, akan tetapi malah menjerumuskanmu kepada kemaksiatan.”
·         * Ibnu Asakir telah meriwayatkan saebuah hadits marfu’ dari Ibnu Abbas dengan sanad yang gharib, bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam pernah berdiri di antara Bani Israil seraya berkhutbah, “Wahai kaum Hawariyyin.  Janganlah kalian membahas tentang suatu hukum dengan orang yang bukan ahlinya, karena dikhawatirkan kamu akan berbuat zhalim kepadanya.  Dan jangan pula kalian melarang pembahasan suatu hukum kepada orang yang memang ahlinya, karena dikhawatirkan kamu akan berbuat zhalim kepada mereka.  Ketahuilah oleh kalian, bahwa permasalahan itu ada Tiga Macam; 1* Permasalahan yang sudah jelas ada petunjuknya, maka ikutilah, 2* Permasalahan yang sudah jelas menyesatkan, maka hindarilah, 3* Permasalahan yang masih diperselisihkan di antara kalian, maka kembalikanlah Ilmunya kepada Allah Azza wa Jalla.
·         * Abdur-Razak berkata, Mu’ammar telah menceritakan kepada kami, ia telah mendengar dari seorang lelaki, lelaki itu telah menerima dari Ikrimah yang telah berkata, Nabi Isa ‘alaihissalam bersabda, “Janganlah kalian melemparkan mutiara kepada babi, karena babi itu tidak dapat berbuat apa-apa dengannya.  Janganlah kalian berikan hikmah kepada orang yang tidak menginginkannya, karena hikmah itu lebih berharga dari mutiara.  Maka, barangsiapa yang tidak menginginkan hikmah, berarti ia lebih buruk dan lebih jahat daripada babi.”
·        *  Wahab dan yang lainnya telah menceritakan pula hadits itu dari Ikrimah, bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam telah bersabda kepada para pengikutnya (Kaum Hawariyyin), “Kalian adalah laksana garam di muka bumi.  Jika kalian telah menjadi rusak, maka tidak ada obat yang dapat menyembuhkan luka kalian.  Ketahuilah, bahwa ada dua sifat kebodohan yang melekat pada tubuh kalian, yaitu; Tertawa tanpa ada sebab dan Tidur di pagi hari tanpa adanya bangun (beribadah) di malam hari.”
·         * Dari Ikrimah, bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam ditanya, “Siapakah manusia yang paling berbahaya cobaannya?”  Beliau menjawab,Kesalahan orang ‘Alim (Berilmu).  Karena apabila seorang ‘Alim itu tergelincir pada suatu kesalahan, maka akan tergelincir pula orang-orang ‘Alim lainnya.”
·         * Dari Ikrimah, bahwasanya Nabi Isa ‘alaihissalam pernah bersabda, “Wahai ‘Ulama yang mempunyai niat yang jahat (‘Ulama Suu’), kamu jadikan dunia ini di atas kepalamu dan Akhirat di bawah kakimu.  Ucapanmu bagaikan obat penawar, sedangkan amal perbuatanmu bagaikan penyakit.  Perumpamaan dirimu adalah bagaikan sebuah pohon yang pahit rasanya, ia dapat menarik hati orang yang melihatnya, akan tetapi dapat membunuh orang yang memakannya.”
·         * Wahab telah berkata, Nabi Isa ‘alaihissalam telah bersabda, “Wahai ‘Ulama yang mempunyai niat yang jahat, kalian telah duduk di ambang pintu Surga, akan tetapi janganlah kalian masuk terlebih dahulu ke dalamnya dan jangan pula kamu ajak orang miskin untuk masuk ke dalamnya.  Ketahuilah olehmu, bahwa manusia yang paling jahat disisi Allah adalah orang ‘Alim yang mencari kesenangan dunia dengan Ilmunya.”
·         * Abu Umar Adh-Dharir telah berkata, telah sampai kepadaku sebuah berita, bahwasanya jika Nabi Isa ‘alaihissalam berbicara tentang “kematian”, maka dari kulit (pori-pori, pen blog.) tubuh Beliau akan keluar darah.

oOo

(Disadur bebas dari kitab “Kisah Para Nabi”, Ibnu Katsir)

Minggu, 25 Maret 2018

Benarkah Nabi ISA 'alaihissalam Disalib?





بسم الله الر حمان الر حيم

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an (artinya),
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu.  Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”  (Ali-Imran (3);  54), dan
“Dan karena kekafiran mereka (terhadap ISA ‘Alaihissalam), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan yang besar (zina), dan karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Putera Maryam, Rasul Allah’.  Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh adalah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.  Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu.  Mereka tidak memiliki keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangkaan belaka, mereka tidak pula yakin, bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.  Tetapi (yang sebenarnya) Allah mengangkat Isa kepada-Nya.  Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”   (An-Nisaa’ (4);  156 -158), dan
“Isa itu tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan ia sebagai tanda bukti (kekuasaan Kami) bagi Bani Israil.”  (Az-Zukhruf (43);  59)
Berkata Hasan Basri dan Muhammad bin Ishaq, “Orang yang telah ditunjuk untuk membunuh dan menyalib Isa ‘alaihissalam adalah Daud bin Nora.  Akhirnya mereka bersepakat untuk mengepung Nabi Isa ‘alaihissalam dalam sebuah rumah dekat Baitul Maqdis, pada saat waktu Isya, (Hari Jum'at)-malam Sabtu.  Ketika mereka masuk ke dalam rumah tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan wajah salah seorang dari mereka yang hadir pada saat itu dengan wajah Nabi Isa ‘alaihissalam, sementara Beliau sendiri telah diangkat Allah ke langit melalui lubang angin yang ada di rumah tersebut, dan orang-orang hanya dapat menyaksikannya saja.
Tak lama kemudian Polisi kerajaan masuk ke dalam rumah itu dan melihat pemuda yang wajahnya telah diserupakan dengan wajah Nabi Isa ‘alaihissalam.  Tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka menangkapnya dengan dugaan, bahwa pemuda itu adalah Nabi Isa ‘alaihissalam yang sesungguhnya.  Lalu mereka menyalibnya di atas sebilah kayu, dan meletakkan duri-duri di kepalanya sebagai bentuk  penghinanan terhadap dirinya.  Disinilah peran licik orang-orang Yahudi mulai bermain, dengan cara mengabarkan kepada orang-orang Nasrani yang tidak mengetahui peristiwa yang sebenarnya, bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam telah disalib.  Akhirnya mereka (Orang-Orang Nasrani) menjadi sesat dan menyimpang dari ajaran Agama mereka, karena mereka meyakini, bahwa Nabi mereka Isa ‘alaihissalam benar-benar telah disalib pada sebilah papan kayu.
Nabi Isa ‘alaihissalam mempunyai 12 orang pengikut laki-laki yang setia padanya, mereka itu adalah; Petrus, Ya’qub bin Zabda, Yohanes (adik Ya’qub), Andreas, Philipus, Abartalama, Mata, Thomas, Ya’qub bin Halqia, Tadeus, Fatatiya dan Yudas Iskariot.  Orang yang terakhir inilah (Yudas Iskariot) yang memberitahukan keberadaan Nabi Isa ‘alaihissalam (dan ciri-ciri wajah Beliau) kepada orang-orang Yahudi.
Berkata Ibnu Ishaq, “saya tidak tahu apakah Sargas itu termasuk yang 12 orang atau yang ke 13 orang.  Sargas-lah yang dibunuh dan dijadikan mirip Isa bagi kaum Yahudi.  Orang-orang Yahudi membunuh Sargas, yang tidak mengetahui rupa Nabi Isa, sehingga mereka “menyogok” Yudas Iskariot 30 keping uang perak, agar ia mau memberitahu ciri-ciri Nabi Isa.
Yudas Iskariot berkata kepada kaum Yahudi, “Jika kalian masuk ke tempatnya, maka saya akan menciumnya.  Orang yang saya cium itulah yang harus kalian tangkap.”
Ketika orang-orang Yahudi masuk, Isa telah diangkat ke langit, dan Sargas tampak seperti Isa, maka tidak diragukan lagi bahwa ia adalah Isa.  Kemudian Yudas mendesak dan mencium Sargas yang ia kira sebagai Isa ‘alaihissalam.  Lalu orang-orang Yahudi menangkap dan menyalibnya.  Kemudian Yudas Iskariot menyesali perbuatannya, lalu ia gantung diri dengan tambang.  Yudas Iskariot dilaknat oleh orang-orang Nasrani.
Demikianlah Isa ‘alaihissalam telah diangkat ke langit dalam keadaan hidup.
Berkata Hasan Basri, “Umur Nabi Isa ‘alaihissalam ketika di angkat oleh Allah ke langit adalah 34 tahun.  Dalam sebuah hadits Nabi disebutkan, ‘Para penduduk Surga itu kelihatan masih muda, enerjik dan berusia antara 33 tahun.’

Versi lain (Sebuah hadits dari Ibnu Abu Hatim), yang berkata, “Ketika Allah akan mengangkat Isa ‘alaihissalam ke langit, Beliau keluar untuk menemui para pengikutnya yang berjumlah 12 orang.  Kemudian Beliau berkata kepada mereka, “Ada diantara kalian yang akan kufur kepadaku 12 kali setelah sebelumnya ia beriman kepadaku.  Maka, adakah diantara kalian yang bersedia wajahnya diserupakan dengan wajahku, untuk dijadikan sebagai penggantiku hingga ia akan sama derajatnya denganku nanti.”  Tak lama kemudian seorang laki-laki diantara mereka yang paling muda umurnya berdiri  dan berkata, “Aku bersedia!.”  Nabi Isa berkata, “Duduk.”  Kemudian Beliau mengulangi pertanyaannya sekali lagi kepada mereka, maka pemuda itu tetap bangun dan berkata, “Aku bersedia.”  Akhirnya Beliau berkata, “Baiklah, kamu yang akan melakukan hal itu.”  Akhirnya pemuda itu diserupakan wajahnya dengan wajah Nabi Isa ‘alaihissalam, sementara itu Beliau diangkat ke atas langit melalui lubang angin yang ada di rumah tersebut.”
Ibnu Abu Hatim selanjutnya berkata, “Maka tak lama kemudian orang-orang Yahudi datang dan menangkap pemuda tersebut, lalu membunuhnya dan menyalibnya di atas sebilah papan kayu.  Akhirnya 12 orang pengikut setianya yang dulu beriman, sekarang menjadi kafir kepadanya, yang terpisah menjadi Tiga Kelompok;
Kelompok Pertama, berpendapat, dulu tuhan bersama kami, kemudian sekarang ia telah naik ke atas langit.  Mereka itu adalah kelompok Ya’qubiyyah.
Kelompok Kedua, berpendapat, dulu anak tuhan bersama kami, akan tetapi sekarang Tuhan telah mengangkatnya ke langit.  Mereka itulah kelompok Nasturiyyah.
Kelompok Ketiga, berpendapat, dulu hamba dan Rasul Tuhan bersama kami, akan tetapi sekarang Allah telah mengangkatnya ke atas langit.  Mereka itulah kelompok Muslim.
Kemudian setelah itu kedua kelompok yang kafir, yaitu Ya’qubiyyah dan Nasturiyyah, terus-menerus berkonspirasi untuk menyerang dan menghancurkan kelompok yang beriman, hingga pada akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam."
“Jarak antara Nabi Isa ‘Alaihissalam dengan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 600 tahun.”  (HR. Al-Bukhari dari Yahya bin Hamad)
Namun, dari sekian banyak pengikut Nabi Isa ‘alaihissalam yang menyimpang dan menyeleweng dari ajaran Nabinya (71 kelompok), ada satu kelompok dibawah kepemimpinan Abdullah bin Arbus yang tetap setia mendeklarasikan secara konsisten dan bertanggung jawab, bahwa Isa Al-masih itu adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.  Mereka hidup secara terisolasi di gurun-gurun, padang pasir dan perkampungan sepi lainnya.  Mereka mendirikan Biara dan Rumah Ibadah, merasa puas dengan pola kehidupan Asketisme (menjauhkan diri dari kemewahan), dan tak mau terlibat dengan kehidupan keberagaman kelompok lain yang sesat dan menyesatkan.  Inilah satu kelompok (golongan) pengikut Nabi Isa ‘alaihissalam yang dijanjikan Surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Baca artikel tentang MANHAJ dan KAITAN ANTARA SURGA DENGAN IMAN)

oOo
(Disadur bebas dari Kitab “Kisah Para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Sabtu, 24 Maret 2018

'Ulama Ahlussunnah Tidak Merekomendasi "Ihya At-Turats"



بسم الله الر حمان الر حيم

Ulama Ahlus Sunnah Tidak Merekomendasi Ihya At Turats (1)
Fatwa Syaikh Bin Baaz tentang sebagian amalan organisasi Ihya At-Turats
Barangsiapa yang memperhatikan secara seksama fatwa-fatwa Syaikh Bin Baaz rahimahullah, khususnya berkenaan tentang masalah politik, masuk parlemen, bai’at dan yang semisalnya, dia akan mengetahui bahwa seandainya beliau – Syaikh Ibn Baz- mengetahui hakekat penyimpangan dari organisasi ini, niscaya beliau tidak akan memberi rekomendasi tersebut. Diantara bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tentang masalah bai’at. Berikut nash fatwa tersebut:
الرقم :2/2808 التاريخ :1416/8/18 هـ
من عبدالعزيز بن عبدالله بن باز إلى حضرة الأخ المكرم /….
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته ….وبعد
فأشير إلى استفتائك المفيد بالأمانة العامة لهيئة كبار العلماء برقم (3285 )
وتاريخ 1416/7/11 هـ . الذي تسأل فيه عن حكم تنصيب أمير تجب طاعته في الأمور الدعوية
وافيدك أنه سبق ان صدر من اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والافتاء فتوى فيما
سألت عنه فنرفق لك نسخة منها وفيها الكفاية إن شاء الله .
وفق الله الجميع لما فيه رضاه إنه سميع مجيب .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته . . .
المفتي العام للمملكة العربية السعودية
ورئيس هيئة كبار العلماء وإدارة البحوث العلمية والإفتاء
فتوى رقم (16098) وتاريخ 1414/7/5 هـ .
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده .. وبعد :
الجواب : لا تجوز البيعة إلاّ لولي أمر المسلمين ولا تجوز لشيخ طريقة ولا لغيره لأن هذا لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم والواجب على المسلم أن يعبد الله بما شرع من غير ارتباط بشخص معين ولأن هذا من عمل النصارى مع القساوسة ورؤساء الكنائس وليس معروفا في الإسلام .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
الرئيس نائب رئيس اللجنة
عبدالعزيز بن عبدالله بن باز عبدالرزاق عفيفي
عضو عضو
عبدالله بن عبدالرحمن الغديان صالح بن فوزان الفوزان
بكر بن عبدالله أبو زيد عبدالعزيز بن عبدالله بن محمد آل شيخ
Berikut terjemahannya :
Syaikh Ibn Baz : “Pada fatwa no: 3285, tanggal: 11-7-1416 H, yang engkau tanyakan padanya tentang hukum mengangkat pemimpin yang wajib dita’ati dalam perkara dakwah dan aku memberi faidah kepadamu bahwa telah terdahulu muncul fatwa dari Lajnah Da’imah lil Buhuts al-Ilmiyyah tentang apa yang engkau tanyakan maka kami sertakan salinan darinya dan itu sudah cukup insya Allah. Semoga Allah memberi taufik kepada semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.”
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Mufti umum kerajaan Arab Saudi dan kepala lembaga para ulama besar dan kantor penelitian ilmiah dan fatwa.
Adapun yang dimaksud oleh beliau adalah fatwa no:16098, tertanggal: 5-7-1414 H:
”Alhamdulillah hanya bagi-Nya, shalawat dan salam atas Nabi yang tiada nabi setelahnya.Wa ba’du:
Jawaban: Tidak diperbolehkan bai’at kecuali kepada pemerintah kaum muslimin dan tidak boleh kepada Syaikh tarikat dan juga kepada yang lainnya, sebab ini tidak ada asalnya dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Wajib bagi bagi seorang muslim untuk beribadah kepada Allah dengan apa yang disyari’atkan-Nya, dengan tanpa ikatan dari orang tertentu dan sebab ini termasuk perbuatan kaum Nashara terhadap pendeta dan para pemimpin gereja yang tidak dikenal di dalam Islam.”
Lajnah Da’imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal-Ifta’
Ketua : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Wakil ketua : Abdurrazzaq Afifi
Anggota : – Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan
– Bakr Abu Zaid
– Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
– Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Alus Syaikh
(diambil dari situs http://www.sahab.net dan juga dalam kaset “Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb”, kaset no:495, dimana beliau menjawab tiga pertanyaan seputar masalah bai’at kepada selain penguasa – yang mirip dengan jawaban tersebut di atas – namun dengan jawaban yang lebih rinci.)
Nah, bagaimana mungkin bagi Syaikh bin Baaz akan merekomendasi mereka, jika sekiranya beliau mengetahui hakekat hizbiyyah yang ada pada mereka. Demikian pula diantara yang menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tatkala seseorang bertanya dengan nash pertanyaan sebagai berikut (terjemahannya):
“Apa yang engkau nasehatkan kepada para da’i berkenaan tentang sikap mereka terhadap ahli bid’ah? Sebagaimana kami berharap darimu yang mulia bimbingan nasehat secara khusus kepada para pemuda yang terpengaruh dengan sikap loyalitas hizbiyyah yang berlabel agama?
Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut:
نوصي إخواننا جميعا بالدعوة إلى الله سبحانه بالحكمة والموعظة الحسنة والجدال بالتي هي أحسن؟ أمر الله سبحانه بذلك مع جميع الناس ومع المبتدعة إذا أظهروا بدعتهم ، وأن ينكروا عليهم سواء كانوا من الشيعة أو غيرهم- فأي بدعة رآها المؤمن وجب عليه إنكارها حسب الطاقة بالطرق الشرعية . والبدعة هي ما أحدثه الناس في الدين ونسبوه إليه وليس منه ، لقول النبي : ((من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد)) وقول النبي صلى الله عليه وسلم :
((
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد ))ومن أمثلة ذلك بدعة الرفض ، وبدعة الاعتزال ، وبدعة الإرجاء ، وبدعة الخوارج ، وبدعه الاحتفال بالموالد ، وبدعة البناء على القبور واتخاذ المساجد عليها إلى غير ذلك من البدع ، فيجب نصحهم وتوجيههم إلى الخير ، وإنكار ما أحدثوا من البدع بالأدلة الشرعية وتعليمهم ما جهلوا من الحق بالرفق والأسلوب الحسن والأدلة الواضحة لعلهم يقبلون الحق .
أما الانتماءات إلى الأحزاب المحدثة فالواجب تركها ، وأن ينتمي الجميع إلى كتاب الله وسنة رسوله ، وأن يتعاونوا في ذلك بصدق وإخلاص ، وبذلك يكونون من حزب الله الذي قال الله فيه سبحانه في آخر سورة المجادلة : {أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ } بعدما ذكر صفاتهم العظيمة في قوله تعالى : {لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ } الآية . ومن صفاتهم العظيمة ما ذكره الله عز وجل في سورة الذاريات في قول الله عز وجل :
{
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ } فهذه صفات حزب الله لا يتحيزون إلى غير كتاب الله ، والسنة والدعوة إليها والسير على منهج سلف الأمة من الصحابة رضي الله عنهم وأتباعهم بإحسان . فهم ينصحون جميع الأحزاب وجميع الجمعيات ويدعونهم إلى التمسك بالكتاب والسنة ، وعرض ما اختلفوا فيه عليهما فما وافقهما أو أحدهما فهو المقبول وهو الحق ، وما خالفهما وجب تركه . ولا فرق في ذلك بين جماعة الإخوان المسلمين ، أو أنصار السنة والجمعية الشرعية ، أو جماعة التبليغ أو غيرهم من الجمعيات والأحزاب المنتسبة للإسلام . وبذلك تجتمع الكلمة ويتحد الهدف ويكون الجميع حزبا واحدا يترسم خطي أهل السنة والجماعة الذين هم حزب الله وأنصار دينه والدعاة إليه . ولا يجوز التعصب لأي جمعية أو أي حزب فيما يخالف الشرع المطهر .
Jawaban Syaikh Ibn Baz : “Kami menasehati saudara-saudara kami semuanya agar berdakwah menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah dan nasehat yang baik dan berdebat dengan cara yang paling baik. Allah memerintahkan semua itu kepada seluruh manusia dan juga kepada ahli bid’ah disaat mereka menampakkan bid’ah-nya dan melakukan pengingkaran atas mereka. Sama saja apakah mereka dari kalangan Syi’ah atau yang lainnya, maka bid’ah apa saja yang dilihat oleh seorang mukmin, maka wajib baginya mengingkarinya sesuai kemampuan dengan cara-cara yang syar’i.
Bid’ah adalah apa yang diada-adakan oleh manusia dalam agama dan mereka menisbahkannya kepada agama tersebut, padahal bukan darinya. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam :
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa yang me
mbuat perkara baru dalam urusan kami – apa-apa yang tidak termasuk darinya, maka ia tertolak”.
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang mengamalkan satu amalan – yang bukan dari kami,  m
aka ia tertolak.”
Diantara permisalan bid’ah tersebut seperti: bid’ah Rafidhah, bid’ah Mu’tazilah, bid’ah Murji’ah, bid’ah Khawarij, bid’ah merayakan maulid, bid’ah membangun di atas kuburan, membangun masjid di atas kuburan dan yang lain-lainnya (sangat banyak untuk disebutkan, ed.).
Maka wajib menasehati mereka dan membimbing mereka kepada kebaikan dan mengingkari apa yang mereka ada-adakan dari berbagai bid’ah dengan dalil-dalil yang syar’i serta mengajari mereka kebenaran terhadap apa-apa yang mereka jahil (bodoh) dengannya dengan lemah lembut, cara yang baik dan dalil-dalil yang jelas. Semoga mereka mau menerima kebenaran. Amien.
Adapun bersikap loyal kepada kelompok-kelompok bid’ah, maka wajib hukumnya meninggalkannya dan hendaklah semuanya bersikap loyal kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan agar mereka saling bekerjasama di atasnya dengan kejujuran dan keikhlasan. Maka dengan itu mereka akan menjadi Hizbullah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan tentangnya pada akhir surah Al-Mujadilah:
أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Ketahuilah
, bahwa sesungguhnya Hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.”
Setelah Allah menyebut sifat-sifat mereka yang mulia:
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Kamu tak akan mendapati ka
um yang beriman pada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan [1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas (ridha) terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.”
Dan diantara sifat mereka yang agung adalah apa yang disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam surah Adz-Dzariyat, firman-Nya:
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (Surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS.Adz-Dzariyat: 15-19).
Maka ini adalah sifat-sifat Hizbullah, mereka tidak mungkin memihak kepada selain Kitabullah dan Sunnah dan mengajak kepadanya dan berjalan di atas manhaj pendahulu umat ini dari kalangan para Shahabat –radhiyallahu anhum- dan yang mengikuti mereka dengan baik. Maka mereka menasehati seluruh kelompok dan seluruh organisasi dan mengajak mereka untuk berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah dan mencocokkan apa yang mereka perselisihkan kepada keduanya,. Maka apa yang sesuai dengan keduanya atau salah satunya maka diterima dan itulah yang benar dan apa yang menyelisihi keduanya, maka wajib ditinggalkan. Dan tidak ada perbedaan dalam hal ini antara jama’ah al-Ikhwanul Muslimun atau Ansharus Sunnah atau organisasi yang syar’i atau Jama’ah Tabligh atau selain mereka dari berbagai organisasi dan kelompok yang menisbahkan dirinya kepada Islam. Dengan itu maka kalimat dapat disatukan dan sepakat dalam tujuan, sehingga semua menjadi kelompok yang satu yang menempuh garis Ahlus Sunnah wal-Jama’ah yang mereka itu adalah Hizbullah, para penolong agama-Nya dan yang mengajak kepada jalan-Nya. Tidak boleh ta’ashshub (fanatik) kepada organisasi tertentu atau kelompok tertentu, yang menyelisihi syari’at yang suci.” (dari Fatawa Bin Baaz, jilid:7, hal:176-178).
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah tentang sebagian amalan Ihya At-Turats
Demikian pula Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah Ta’ala, Beliau tidak diberi penjelasan secara detail tentang organisasi Ihya At-Turats, sehingga beliau menjawab pertanyaan berdasarkan “manhaj tertulis” yang disodorkan kepada beliau. Kalau sekiranya beliau mengetahui bahwa dalam organisasi tersebut ada “pembai’atan”, tentulah beliau tidak akan memberi rekomendasi tersebut. Diantara bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tatkala ditanya tentang masalah bai’at. Berikut ini nash pertanyaannya:
((السؤال: بالنظر إلى العالم الإسلامي اليوم نجد أن هناك كثيرا من الجماعات التي تدعوا إلى الإسلام وكل منهم يقول : أنا على منهج السلف ومعي على الكتاب والسنة ,فما موقفنا نحو هذه الجماعات .وما حكم إعطاء البيعةلأمير من أمراء هذه الجماعات ؟
“Melihat dunia Islam pada hari ini, kita mendapati disana banyak dari kalangan jama’ah-jama’ah yang menyeru kepada Islam. Setiap mereka berkata: “Kami berada di atas manhaj Salaf dan bersama kami di atas al-Kitab dan as-Sunnah.” Apa pendirian kita terhadap jama’ah-jama’ah ini dan apa hukum memberi bai’at kepada pimpinan dari para pemimpin jama’ah-jama’ah ini?”
Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut:
((الحكم في هؤلاء الجماعات الذين يدعي كل طائفة منهم أنهم على الحق سهل جدا,فإننا نسأله ما هو الحق ؟ الحق ما دل عليه الكتاب والسنة ,والرجوع إلى الكتاب والسنة يحسم النزاع لمن كان مؤمنا,أما من اتبع هواه فلا ينفعه فيه شيئ.قال تعالى:
{
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً}
فأنا قلت لهؤلاء الجماعات : اجتمعوا ولينزع منكم كل واحد هواه الذي في نفسه,وينوي النية الحسنة بأنه سيأخذ بما دل عليه القرآن والسنة مبنيا على التجرد من الهوى لا مبنيا على التقليد أو التعصب لأن فهم الإنسان القرآن والسنة على حسب ما عنده من العقيدة هذا لا يفيده شيئا لأنه سوف يرجع إلى عقيدته,ولهذا قال العلماء كلمة طيبة,قالوا: يجب على الإنسان أن يستدل ثم يبني لا أن يبني ثم يستدل,لأن الدليل أصل,والحكم فرع فلا يمكن أن يقلب الوضع ويجعل الحكم الذي هو الفرع أصلا والأصل الذي هو الدليل فرعا ,ثم إن الإنسان إذا اعتقد قبل أن يستدل ولم تكن عنده نية حسنة ,صار يلوي أعناق النصوص من الكتاب والسنة إلى ما يعتقده هو,وحصل بذلك البقاء على هواه ولم يتبع الهدى ,فنقول لهؤلاء الطوائف التي تدعي كل واحد منها أنها على الحق : نقول تفضل,ايتوا بنية حسنة مجرد عن التعصب والهوى وهذا كتاب الله وهذه سنة الرسول صلى الله عليه وسلم ,ولو لا أن فيهما حل النزاع ما أحال الله عليهما ,فإن الله لا يحيل على شيئ إلا ومصلحته فيه , ردوه إلى الله والرسول ,لكن البلاء الذي يحصل من عدم الاتفاق على الكتاب والسنة هو الشرط الذي في الآية {إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر فإن بعض الناس قد يرجع إلى الكتاب والسنة لكن لا إيمانا لكن على هوى وتعصب لا يتزحزح عنه فهذا ليس فيه فائدة, ولكن على من منهم على الكتاب والسنة أن يستعيذوا بالله عز وجل على هذه الطوائف وسيتبين الحق من الباطل بل قد قال الله عز وجل
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ (الأنبياء:18)
أما بالنسبة لإعطاء البيعة لرجل هذا لا يجوز,لأن البيعة للولي العام على البلد,وإذا أردنا أن نقول: كل إنسان له بيعة تفرقت الأمم ,صار البلد التي مائة حي من الأحياء كم يكون فيه إمام؟ مائة إمام مائة ولاية هذا هو التفرق.فما دام في البلد حاكم شرعي فإنه لايجوز إعطاء البيعة لأي واحد من الناس,أما إذا كان الحاكم لا يحكم بما أنزل الله فإن هذا له أحوال قد يكون هذا كفرا وقد يكون ظلما وقد يكون فسقا بحسب ما تقتضيه النصوص الشرعية ….))
Jawaban As-Syaikh Ibn Utsaimin : “Hukum terhadap jama’ah-jama’ah yang setiap kelompok dari mereka mengaku bahwa mereka berada di atas kebenaran sangatlah mudah, yaitu kita bertanya kepadanya, apa itu kebenaran? Kebenaran adalah apa yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah. Kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah yang menyelesaikan pertengkaran bagi siapa yang mukmin (beriman). Adapun bagi yang mengikuti hawa nafsunya, maka tidak memberi manfaat sedikitpun kepadanya. Allah berfirman:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Jika kalian berselisih dalam sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari Akhir
, yang demikian itu lebih baik dan paling baik akibatnya.”
Maka saya mengatakan kepada jama’ah-jama’ah ini: “Bersatulah dan hendaklah setiap kalian melepaskan hawa nafsunya yang bercokol pada dirinya dan berniat dengan niat yang baik, bahwa dia akan mengambil apa yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, dibangun di atas kekosongan dari hawa nafsu, bukan dibangun di atas taqlid atau ta’ashshub.  Sebab seseorang memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan apa yang dia yakini, maka ini tidak memberi faidah baginya sedikitpun, sebab bagaimanapun ia pasti kembali kepada keyakinannya.
Oleh karena itu, para ulama menyebutkan sebuah kalimat yang baik, yaitu: wajib bagi seseorang untuk mencari dalil (terlebih dahulu), kemudian membangun (sebuah hukum). Jangan terbalik, membangun hukum dulu kemudian mencari dalil, sebab dalil adalah asal, sedangkan hukum adalah cabang. Maka (ini) tidak merubah keadaan, lalu dijadikan hukum yang berstatus sebagai cabang menjadi asal, sementara dalil yang merupakan asal justru menjadi cabang.
Lalu jika seseorang yakin sebelum dia mencari dalil dan dia tidak memiliki niat yang baik, maka dia akan memutar balik nash-nash dari Al-Kitab dan As-Sunnah menuju kepada apa yang diyakininya, sehingga dia pun tetap berada di atas hawa nafsunya dan enggan mengikuti hidayah (kebenaran).
Maka kami katakan kepada kelompok-kelompok yang setiap mereka mengklaim dirinya di atas kebenaran : “Silahkan, datanglah dengan niat yang baik yang kosong dari ta’ashshub dan hawa nafsu, inilah Kitabullah dan ini adalah Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, jikalau pada keduanya tidak terdapat solusi dari perselisihan, tentu Allah Ta’ala tidak akan mengarahkan (untuk kembali) kepada keduanya. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengarahkan kepada sesuatu melainkan didalamnya terdapat kemaslahatan, kembalikanlah kepada Allah Ta’ala dan Rasul.
Akan tetapi musibah yang terjadi yang menyebabkan tidak sepakatnya mereka di atas Al-Kitab dan As-Sunnah adalah syarat yang terdapat dalam ayat :
إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر
“Jika kalian beriman kepada Allah dan hari Akhir”,
sebab sebagian manusia terkadang kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, tetapi bukan karena keimanan, namun karena hawa nafsu dan ta’ashshub – yang dia tidak bergeser darinya -. Maka ini tidak ada faedahnya.
Akan tetapi terhadap siapa yang mereka berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah agar berlindung diri kepada Allah Azza wa Jalla dari kelompok-kelompok ini. Dan akan nampak kebenaran di atas kebatilan. Bahkan Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ (الأنبياء: 18)
“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya. Maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).”  (Al-Ambiya’;  18)
Adapun tentang pemberian bai’at kepada seseorang, maka ini tidak boleh. Sebab bai’at tersebut kepada penguasa umum terhadap sebuah negeri.  Dan jika kita ingin mengatakan: “Setiap orang harus punya bai’at, maka terpecah-belahlah umat, lalu jadilah dalam sebuah negeri ada seratus kampung, ada berapa pemimpinnya? Seratus imam, seratus wilayah, maka inilah perpecahan!” Maka selama di negeri tersebut ada pemimpin yang syar’i, maka tidak dibolehkan memberi bai’at kepada seseorang pun dari manusia. Adapun apabila pemimpin tersebut tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka ini memiliki beberapa keadaan, boleh jadi menjadi kafir, boleh jadi kefasikan dan boleh jadi kekufuran (zhalim, ed.)…”
(Diambil dari kaset Silsilah Liqo’ al-Bab al-Maftuh, kaset no:7, side B, demikian pula terdapat pada kaset no:6, side B)
Beliau juga berkata:
Tidak terdapat dalam Al-Kitab dan As-Sunnah yang membolehkan jama’ah-jama’ah dan kelompok-kelompok. Bahkan yang ada dalam Al-Kitab dan As-Sunnah adalah celaan terhadap hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan
agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”. (QS. Al-Mukminun:  53)
Tidak diragukan bahwa kelompok-kelompok ini menafikan (mengenyampingkan) apa yang diperintahkan oleh Allah, bahkan yang dianjurkan oleh Allah adalah firman-Nya:
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
“Sesungguhnya (agama Tauhid) Ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah Aku.”
(QS.Al-Anbiya’:  92)
(Lihat kitab al-Fatawa al-Muhimmah fi Tabshiir al-Ummah, kumpulan fatwa yang disusun oleh Jamal bin Furaihan Al-Haritsi, hal:120)
Jawaban dari rekomendasi Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh hafidzhahullah
Rekomendasi yang beliau berikan tidak lebih dari sekedar pujian terhadap pembagian beberapa kitab yang dicetaknya dan disebarkan kepada sebagian penuntut ilmu, sama sekali tidak menyentuh perkara manhaj dari Ihya At-Turats. Jikalau sekiranya beliau juga mengetahui penyimpangan yang dimiliki organisasi ini, niscaya beliau tidak akan memberikan rekomendasi untuk mereka. Dan fatwa Al-Lajnah di atas merupakan salah satu bukti, dimana beliau termasuk yang turut menandatangani fatwa tersebut.
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Shaleh Alusy Syaikh hafidzhahullah
Apa yang kami sebutkan pada edisi sebelumnya (edisi yang berjudul: Ihya At-Turats, boneka Abdurrahman Abdul Khaliq), dari fatwa beliau tentang fiqhul waqi’ sebenarnya telah membantah salah satu dari pemikiran organisasi tersebut. Beliau juga berkata tatkala menjelaskan tentang penisbahan diri terhadap suatu kabilah, kelompok dan yang semisalnya. Beliau berkata:
“Bagian kedua : Nama-nama dan panggilan yang tercela: (lalu beliau berkata):
Termasuk dalam hal ini nama-nama yang diada-adakan oleh jama’ah-jama’ah Islam dengan beraneka ragamnya, yang menjadikannya sebagai nama yang menunjukkan bahwa itu nama kelompoknya, – yang membedakannya dari kelompok yang lain-, seperti Hizbut Tahrir misalnya. Seperti pula kelompok Al-Ikhwanul Muslimun dan seperti jama’ah-jama’ah lainnya yang nampak di sebuah negeri dan tidak ada pada negeri yang lain. Maka penamaan ini adalah penamaan yang diada-adakan dan tercela. Sebab nama itu sendiri mengandung ajakan untuk memecah-belah kaum muslimin dan menolong kelompoknya, dan tidak yang lainnya.”
(Dari kaset berjudul: Syarah Fadhlul Islam,yang ditranskrip oleh Salim Al-Jazairi)
Kalaulah sekiranya beliau mengetahui bahwa organisasi ini pun dibangun di atas manhaj Al-Ikhwanul Muslimun, tentunya beliau pun tidak akan merekomendasinya.
Jawaban atas rekomendasi Asy-Syaikh Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi hafidzhahullah
Sebenarnya mereka Ihya At-Turats menampakkan beberapa proyek yang dengannya mereka mendapatkan pujian dan rekomendasi dari para ulama tersebut, tentunya mereka menyembunyikan hakekat dari dakwah hizbiyyah dari hadapan ulama. Karena tujuan mendapatkan rekomendasi adalah untuk keuntungan dari organisasi itu sendiri, sehingga leluasa bergerak di dunia. Memang para ulama tersebut –rahimahumullah- akhirnya memberi tazkiyah berdasarkan apa yang mereka ketahui dari sebagian amalannya, yang sekiranya mereka mengetahui hakekat dari amalan mereka dan pemikiran sebagian tokoh-tokohnya, niscaya mereka tidak akan pernah memberi rekomendasi tersebut.
Bagaimana mungkin beliau – para ulama – akan memberi rekomendasi, jika sekiranya beliau mengetahui bahwa pemikiran Abdurrahman Abdul Khaliq masih bercokol pada pemikiran para tokohnya? Bagaimana mungkin seorang syaikh Salafi akan merekomendasi mereka, jika ia mengetahui bahwa pemikiran mereka dibangun di atas manhaj Al-Ikhwanul muslimun? Berfikirlah – wahai akhi salafi – dengan hati yang jernih yang selalu mengedepankan al-haq di atas segala sesuatu.
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Abdullah bin Humaid hafidzhahullah
Bagaimana mungkin pula bagi Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid, akan memberikan tazkiyah-nya, jika beliau benar-benar mengetahui hakekat dari organisasi ini. Yang menunjukkan hal tersebut adalah tatkala beliau membahas tentang masalah ta’awun / bekerjasama, beliau menjelaskan diantara sebab rusaknya ta’awun adalah hizbiyyah, beliau berkata:
البعد عن التعصب والحزبية :
ليس أضر على الدعوة بعامة والتعاون بين الدعاة بخاصة من الحزبية المنغلقة والمذهبية الضيقة ، بل لا يكدر صفو الأخوة الإيمانية ، ولا يضعف الرابطة الإسلامية أعظم من التحزب المقيت والتعنصر البغيض .
Menjauhkan diri dari fanatisme dan hizbiyyah :
‘Tidak ada yang paling memudharatkan dakwah secara umum dan saling ta’awun diantara para da’i secara khusus, kecuali sifat hizbiyyah (fanatik kelompok), madzhabiyyah (fanatik madzhab) yang sempit. Bahkan yang demikian itu tidaklah mengotori kesucian ukhuwwah iman dan tidak pula yang melemahkan persatuan Islam yang lebih besar dampaknya, ketimbang pengaruh hizbiyyah yang terkutuk dan fanatik ras / kesukuan yang dibenci.”
(Dari majalah al-Buhuts al-Islamiyyah,no:51, dari bulan Rabi’ awal hingga Jumada Ats-Tsaniyah,tahun 1418 H. Dari makalah yang berjudul: at-Ta’awun baina Ad-Du’ah, hal:221)
Jawaban atas rekomendasi dari Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzhahullah
Adapun tazkiyah beliau tidak ada hubungannya dengan permasalahan manhaj, namun sebatas pujian terhadap tulisan/buku dari Maktabah Thalibul Ilmi yang disebarkan oleh Ihya At-Turats. Namun kalaulah kita menganggap bahwa beliau mentazkiyah manhajnya, itu bukan berarti menyebabkan bahwa perkara ini termasuk perkara ijtihadiyyah yang dapat ditolerir dan tidak perlu diperingatkan. Sebab beliau sendiri telah melakukan pembelaannya terhadap Sayyid Quthb, namun hal tersebut tidak menyebabkan bahwasanya perselisihan tentang Sayyid Quthb hanyalah termasuk dalam perkara ijtihadiyyah – yang tidak boleh ada pengingkaran padanya – seperti yang disangka oleh kebanyakan hizbiyyun?
Lalu apa jawaban anda terhadap mereka yang menganggap bahwa itu termasuk perselisihan dalam masalah ijtihadiyah? Yang menyatakan tidak boleh bagi seorang salafi mentahdzir dari seorang quthbi, ikhwani, sururi?
Adapun kami akan menjawab dengan mengatakan: bahwa Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzhahullah tidak mengetahui secara hakiki manhaj dan pemikiran yang dimiliki oleh Sayyid Quthb, sebagaimana yang beliau akui sendiri. Beliau pernah mengatakan bahwa kitab “Fi Dzhilal al-Qur’an” yang ia dapatkan sebagai hadiah tatkala masih duduk di bangku Tsanawiyyah (setingkat SMU, pen), namun ia tidak bersemangat untuk membacanya dan hanya diletakkan di rak bukunya sejak masa itu. (lihat kitab: al-Had al-Fashil, tulisan Syaikh Rabi’, hal:17)
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Abdullah bin Mani’ hafidzhahullah
Pujian beliau sebatas pameran yang pernah diadakan oleh Ihya At-Turats, beliau menyebutkan beberapa kegiatan mereka yang “dinampakkan” oleh mereka. Adapun kegiatan politik, bai’at, demonstrasi dan yang semisalnya, tentunya tidak dimasukkan dalam kegiatan pameran yang mereka adakan tersebut. Allahul musta’an.
Beliau salah seorang diantara anggota Hai’ah Kibar al-Ulama’, dalam daurah yang ke-39 yang mereka adakan di Thaif, di bulan Rabi’ Awal, tahun 1413 H, termasuk diantara pernyataan mereka adalah sebagai berikut:
نحذر من أنواع الارتباطات : الفكرية المنحرفة، والالتزام بمبادئ جماعات وأحزاب أجنبية. الأمة في هذه البلاد يجب أن تكون جماعة واحدة متمسكة بما عليه السلف الصالح، وتابعوهم، وما كان عليه أئمة الإسلام قديما وحديًثا من لزوم الجماعة والمناصحة الصادقة، وعدم اختلاق العيوب أو إشاعتها.
طرف من بيان هيئة كبار العلماء في دورته ا لتاسعة والثلاثين بالطائف في شهر ربيع الأول من عام ثلاثة عشر وأربعمائة وألف للهجرة .
“Kami memberi peringatan dari berbagai macam ikatan pemikiran yang menyimpang dan peringatan dari berpegang kepada dasar-dasar – berbagai kelompok dan partai yang asing – (bukan dari petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan para shahabatnya, pen). Umat di negeri ini wajib untuk berada dalam satu jama’ah, yang berpegang teguh dengan apa yang telah menjadi pijakan Salafus Shalih, dan yang mengikuti mereka. Serta di atas apa yang menjadi pijakan para tokoh Islam dahulu dan sekarang, dengan komitmen terhadap jama’ah (Ahlus Sunnah, pen) dan saling menasehati dengan penuh kejujuran dan tidak membuat berbagai kerusakan atau menyebarkannya.”
(Lihat kitab: Al-Ajwibah al Mufidah, pada catatan kaki, hal:237 no:294)
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah
Syaikh Fauzan hafidzhahullah memiliki manhaj yang sangat jelas. Jawaban beliau terhadap berbagai pertanyaan seputar manhaj dakwah sangat jelas bertentangan dengan mauqif Ihya At-Turats beserta para tokohnya. Kalaulah beliau mengetahui hakekat manhaj mereka, tentunya rekomendasi tersebut tidak akan beliau keluarkan.
Salah satu bukti adalah fatwa Lajnah Da’imah tentang masalah bai’at yang telah kami sebutkan, dimana beliau termasuk salah satu yang menandatanganinya. Demikian pula diantaranya adalah fatwa beliau ketika ditanya :
“Apakah mungkin bersatu bila disertai dengan hizbiyyah? Lalu apakah manhaj yang wajib bersatu di atasnya?”, maka beliau menjawab dengan tegas :
Tidak mungkin bersatu bersama dengan hizbiyyah, sebab kelompok-kelompok tersebut saling berlawanan satu sama lain dan menggabungkan antara dua hal yang berlawanan adalah mustahil.  Allah Ta’ala berfirman :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS.Ali Imran: 103)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang dari perpecahan dan memerintahkan bersatu di atas satu kelompok, yaitu kelompok Allah :
أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS.Al-Mujadilah: 22)
dan Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“dan sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu”
(QS.Al-Mu’minun: 52)
Maka berkelompok, berpartai dan membentuk berbagai jama’ah, sama sekali bukan termasuk dari Islam. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan masing-masing mereka memiliki pengikut, engkau bukan dari mereka sedikitpun” (QS. Al-An’am: 159)
Ketika Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengabarkan tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan, beliau mengatakan: “Semuanya dalam Neraka, kecuali satu golongan”, dan bersabda: “yaitu siapa yang berada di atas jalanku dan jalan para shahabatku”. Maka disana tidak ada golongan yang selamat kecuali yang satu ini, yang manhaj-nya adalah berjalan di atas jalan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan para shahabatnya. Adapun selainnya hanyalah memecah-belah dan tidak menyatukan (ummat), Allah menyatakan:
ْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ
“Dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka dalam penyelisihan”. (Al-Baqarah: 138)
Imam Malik rahimahullah mengatakan:
“Tidak akan baik akhir dari umat ini kecuali berdasarkan perbaikan yang dilakukan oleh generasi pertama”.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga….” (QS.At-Taubah: 100)
Maka tidak boleh bagi kita kecuali dengan bersatu di atas manhaj Salafus Shaleh.”
(dari kitab: Al-Ajwibah al-Mufidah: 212-213).
Semestinya nasehat ini telah cukup bagi al akh Firanda dan yang bersamanya untuk segera bertaubat kepada Allah dan kembali ke jalan sunnah dan meninggalkan sikap fanatik yang menjerumuskan ke dalam kesesatan. Semoga ….

(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi, judul asli “Ulama Ahlus Sunnah Tidak Merekomendasi Ihya At Turats (1).)