Sabtu, 17 Maret 2018

KEUTAMAAN TAUHID



بسم الله الر حمان الر حيم

Menurut para ‘Ulama ahli tarikh (sejarah) Islam, bahwa sejak diturunkannya Nabi Adam ‘alaihissalam ke muka bumi, hingga berselang ribuan tahun kemudian, manusia masih terjaga dari kesyirikan (kemurnian Tauhid).  Meskipun mereka tidak luput dari berbagai pebuatan dosa dan maksiat, namun tetap terjaga dari perbuatan syirik.


Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam (artinya);
“Antara Nuh dan Adam (‘Alaihimussalam) ada 10 generasi.  Mereka semua berada di atas syari’at yang benar (lurus).  Kemudian mereka saling berselisih.  Lalu Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi khabar gembira dan peringatan.”  (HR.  Ath-Thabari) 

Manusia pertama kali melakukan perbuatan syirik (mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala) sejak diutusnya Nabi Nuh ‘alaihissalam, sebagai Nabi dan Rasul (Ulul Azmi / Yang Paling Utama) pertama, selama lebih-kurang 950 tahun ("1000 tahun kurang 50 tahun"; Al-Ayah) untuk mengembalikan manusia kepada kemurnian Tauhid (Tauhidullah), diikuti oleh ratusan Rasul ‘alaihimussalam lainnya, yang diutus setelah Beliau 'alaihissalam sampai kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul penutup.
Kaum Nabi Nuh bernama Bani Rasib, sebagaimana disebutkan Ibnu Jubair dan yang lainnya.
Dengan Tingkat Kesabaran yang Ekstra tinggi, Beliau mendakwahi dan menyeru kaumnya kepada Tauhid siang dan malam, dengan berbagai cara, terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, seperti yang termaktub dalam ayat Al-Qur'an (artinya),
"Dia (Nuh) berkata, 'Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran)'"  (Nuh (71);  5-6), dan
"Kemudian aku menyeru mereka secara terbuka dan diam-diam."  (Nuh (71);  9), dan
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kalian selain diri-Nya.  Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa adzab pada hari yang besar (Kiamat)."  (Al-A'raaf).  
Jawaban dari ummat Beliau,
"Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah membantah kami dan kamu memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar."                         
Lalu Nabi Nuh 'alaihissalam berdo'a, "Ya, Tuhanku, tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku."  Dan do'a Beliau lainnya,
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara orang-orang kafir itu tinggal di muka bumi.  Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.  Ya Tuhanku, ampunilah aku, Ibu-Bapakku, orang yang masuk kerumahku dengan beriman, serta orang beriman laki-laki dan perempuan.  Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan."  (Nuh (71);  26-28)  
Allah ‘Azza wa Jalla meng-ijabah do'a Beliau.  Allah berkehendak membersihkan seluruh permukaan bumi ini dari pelaku kesyirikan, karena pembangkangan mereka.
Allah Ta'ala bersumpah dengan Diri-Nya Sendiri,
Maka Aku bersumpah demi Rabb yang mengatur tempat-tempat terbitnya (Matahari, Bulan dan Bintang-bintang).   Sungguh, Kami pasti mampu untuk mengganti mereka dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami tidak dapat dikalahkan."  (Al-Jinn (72); 40-41)
Dengan mengirimkan air bah yang memiliki gelombang laksana gunung, dan menurunkan hujan yang sangat lebat dari langit selama berhari-hari yang menenggelamkan bumi.  Lalu, Allah 'Azza wa Jalla menyelamatkan Rasul-Nya Nuh 'alaihissalam beserta beberapa orang pengikut Beliau.  Tidak sampai seratus orang manusia yang ikut naik ke atas kapal Beliau, ditambah berbagai jenis hewan dan binatang ternak atas perintah-Nya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (artinya),
"...Dan tidaklah beriman orang-orang yang bersama Nuh itu kecuali sedikit." (Hud;  40)
Diriwayatkan Alba' bin Ahmar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas (radhiyallahu 'anhu), ia menceritakan, bersama Nuh 'alaihissalam di dalam kapal itu terdapat 80 orang dengan keluarganya masing-masing.  Mereka berada di atas kapal itu selama 150 hari.  Allah Subhanahu wa Ta'ala mengarahkan kapal itu ke Mekkah, lalu kapal tersebut berputar-putar di atas Baitullah selama 40 hari.  Setelah itu Dia (Allah) mengarahkannya ke Bukit Judi dan akhirnya berlabuh di sana. 
Setelah periode Rasul Nuh 'alaihissalam, berbagai bentuk kesyirikan terulang lagi di permukaan bumi ini, dan akan berlansung hingga penghujung zaman nanti (Hari Kiamat).
Awal perbuatan syirik yang pertama kali itu diabadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran (artinya),
“Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan Nasr’”  (Nuh (71);  23)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan,
“Mereka adalah nama orang-orang shalih dari kalangan kaum Nuh.  Setelah mereka meninggal syaithan pun membisikkan kepada kaumnya untuk membuat prasasti di tempat-tempat peribadatan orang-orang shalih tersebut.  Dan memberi nama prasasti tersebut dengan nama-nama mereka.  Mereka pun melakukannya, namun mereka belum menyembahnya.  Setelah generasi pembuat prasasti itu meninggal, dan pengetahuan tentang prasasti itu mulai kabur, akhirnya mereka menyembah prasasti-prasasti tersebut.”  (HR.  Al-Bukhari no. 4920)
Begitulah cara Iblis menyeret manusia ke dalam perbuatan syirik, sedikit demi sedikit merambat ke dalam hati mereka, hingga akhirnya mereka sampai pada puncaknya, yang mengeluarkan mereka dari Agama Islam (Murtad / Kafir Riddah).
(Baca artikel, SYIRIK dan SEPULUH PEMBATAL KEISLAMAN)
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Muslim / Mukmin menjaga kemurnian Tauhid, dengan cara mempelajari Hakikat Tauhid itu sendiri, memahami dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
(Baca artikel TAUHIDULLAH, HAKIKAT TAUHID, dan TUJUH SYARAT SYAHADAT)

Berikut beberapa keutamaan Tauhid yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang yang mampu merealisasikannya;

1.       I. Tauhid akan Mencerdaskan Orang-orang yang Merealisasikannya.
Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Katakanlah, ‘Apakah kalian menyuruhku untuk menyembah selain Allah?  Wahai orang-orang yang bodoh?  Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, ‘Jika kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka benar-benar hapuslah amalanmu dan jadilah kamu benar-benar termasuk orang-orang yang merugi.’  Oleh karena itu, sembahlah Allah saja dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”  (Az-Zumar;  64-66)  dan hadits,
“...Dan Allah tidaklah mencabut nyawanya (Muhammad), hingga dia menegakkan Agama-Nya selurus-lurusnya, yaitu supaya manusia mengatakan, ‘Laa ilaaha illallah’, yang dengan ucapan itu Allah membukakan mata yang buta, terlinga yang tuli dan hati yang tertutup.  (HSR. Al-Bukhari no. 2125)
(Baca artikel, MANHAJ dan JALAN YANG LURUS)

2.       II. Tauhid mendatangkan Hidayah dan Keamanan.
Firman Allah Ta’ala (artinya),
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezhaliman (perbuatan syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (Al-An’am (6);  82), dan
“Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut yaitu tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.  Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang memiliki akal.  (Az-Zumar (39);  17-18)

3.       III. Tauhid Melindungi Darah, Harta dan Kehormatan Pelakunya.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits (artinya),
Dari Abu Malik dari Bapaknya radhiyallahu 'anhu yang berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang mengatakan Laa ilaaha illallah dan kufur kepada apa yang diibadahi selain Allah, harta dan darahnya haram untuk dinodai dan perhitungannya adalah di sisi Allah.’

4.       IV. Tauhid Mendatangkan Kehidupan yang Lebih Baik (“Hayatun Thayyibah”)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.  (An-Nahl;  97) dan hadits,
Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezki sesuai kebutuhannya dan diberikan Allah sifat Qana’ah (merasa cukup) atas apa yang diberikan Allah padanya.”  (HSR.  Muslim no. 2473)

5.       V. Tauhid mendatangkan Kebebasan (Kemerdekaan).
Dalam potongan satu hadits yang cukup panjang disebutkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada seorang Budak wanita milik Mu’awiyah bin Hakam As-Sulamiy radhiyallahu ‘anhu, “...Dimana Allah?”, maka budak itu menjawab, “di atas langit”  Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Siapa aku?”, maka budak wanita itu menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”  
Maka Beliau Bersabda, “Bebaskanlah ia (Merdekakan), karena dia adalah seorang Mukminah.  (Makna HSR. Muslim)
(Baca artikel, DIMANA ALLAH?)

6.       VI. Tauhid Mempersatukan Umat Islam secara Hakiki.  
Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman).  Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang terdapat di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.  Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.  (Al-Anfal (8);  63), dan hadits
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda,Seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, yang sebagiannya menguatkan yang lain.  Dan Beliau menganyam antara jari-jemari Beliau.’”  (HSR.  Al-Bukhari dan Muslim)
Jadi, Hakikat Persatuan itu hanya akan terwujud dengan Tauhidullah, terutama Tauhid Uluhiyah (mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam penyembahan / ibadah / tujuan hidup).  Jangan pernah bermimpi untuk mewujudkan persatuan tanpa Tauhidullah!
Tanpa Tauhidullah, Persatuan dan Kesatuan yang diimpi-impikan umat manusia tersebut tidak akan pernah terwujud.  Semuanya akan sia-sia bagaikan debu yang diterbangankan angin, dan manusia dengan mudahnya menjadi bulan-bulanan Iblis dan Syaithan hingga Hari Kiamat kelak, pada saat kebenaran akan ditampakkan dengan sejelas-jelasnya, dan semua yang terselubung akan disingkap.

7.       VII. Tauhid Menghilangkan Kesempitan dan Bencana serta Menyebabkan Terkabulnya Do’a.
Seperti Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Dan mengapa tidak ada suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat baginya selain kaum Yunus?  Tatkala mereka (kaum Yunus) itu beriman, Kami hilangkan dari mereka adzab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai pada waktu yang tertentu.  (Yunus (10);  98), dan hadits
Dari Sa’at bin Abi Waqash radiyallahu ‘anhu yang berkata, “telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Doa Nabi Yunus ketika berdo’a pada saat ia dalam perut ikan, ‘Laa ilaaha illa anta, Subhanaka innii kuntuminadzdzalimin (Tak ada yang berhak diibadahi dengan haq selain Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zhalim.)’  Maka tidaklah seorang Muslim berdo’a dengan do’a tersebut dalam urusan apa pun, melainkan Allah akan mengabulkannya,’”  (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
8.      
        . VIII. Mendapatkan Ampunan dan Maaf dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Berfirman (artinya), ‘Wahai anak Adam, selama engkau berdo’a kepada-Ku, dan memohon kepada-Ku, maka Aku akan ampuni engkau, Aku tidak peduli (berapa pun banyaknya dan besarnya dosamu). Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni.  Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, maka Aku akan temui engkau dengan ampunan sepenuh itu pula.’”  (HR. Tirmidzi)

9.       IX. Tauhid Merupakan Sebab Seseorang Tidak Kekal di dalam Neraka
Seperti disebutkan dalam hadits (artinya),
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Akan dikeluarkan dari Neraka orang yang menyatakan ‘Laa ilaaha illallah’ meskipun di dalam hatinya hanya ada kebaikan seberat kulit ari.  Akan dikeluarkan dari Neraka orang yang menyatakan ‘Laa ilaaha illallah’ meskipun di dalam hatinya hanya ada kebaikan sebesar biji gandum.  Akan dikeluarkan dari Neraka orang yang menyatakan ‘Laa ilaaha illallah’ meskipun di dalam hatinya hanya ada kebaikan sebesar biji sawi.”  (HSR.  Muslim)

10.   X. Surga Hanya Bagi Orang yang Bertauhid
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah adalah Al-Masih Putera Maryam.’  Padahal Al-Masih berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabb-ku dan Rabb-mu.’  Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan Surga baginya, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zhalim itu seorang penolong pun.”   (Al-Maidah (5);  72)
(Baca juga artikel, KAITAN ANTARA SURGA DENGAN IMAN, serta  SURGA)

oOo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar