بسم الله الر حمان الر حيم
Para ‘Ulama Ahli Tarikh (sejarah) Islam menjelaskan, bahwa dari 124.000 Nabi dan
Rasul yang pernah diutus Allah Subhanahu
wa Ta’ala, 313 orang diantaranya adalah para Rasul ‘alaihimussalam, dan lima orang diantaranya
adalah Rasul-Rasul Ulul Azmi (yang
paling utama), yakni Nuh ‘alaihissalam,
Ibrahim ‘alaihissalam, Musa ‘alaihissalam, Isa ‘alaihissalam, dan Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul penutup.
Penghulu (pemimpin) Rasul-Rasul Ulul Azmi tersebut adalah Nabi dan Rasul Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Penghulu (pemimpin) Rasul-Rasul Ulul Azmi tersebut adalah Nabi dan Rasul Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan Beliau sebagai manusia terbaik sepanjang sejarah manusia, sejak bumi
diciptakan, dan juga menjadikan umat Beliau sebagai sebaik-baik umat yang
diciptakan, di antara seluruh generasi umat manusia yang pernah hidup di muka bumi.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ
(QS. Ali Imran; 110), artinya;
"Kalian adalah umat terbaik yang diciptakan bagi manusia, yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran serta beriman kepada Allah..."
---
Allah Subhanahu wa Ta’ala menghimpun semua bentuk keutamaan dan kesempurnaan kebaikan (amalan) bagi Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam serta umatnya, yang belum pernah Allah 'Azza wa Jalla berikan kepada umat-umat sebelumnya, sebagai konsekuensi logis dari puncak kesempurnaan syariat Islam, dan dengan balasan pahala yang maksimal pula (Makna yang tertera dalam QS. Al-Maidah (5); 3). Balasan terbaik umat Islam akhir zaman ini hingga 50 (limapuluh) kali lipat pahala yang diberikan kepada para Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap amalan yang sama (makna Al-Hadits). Luar biasa. Inilah bentuk keutamaan yang Allah limpahkan kepada Al-Ghuraba (orang-orang yang asing di zaman ini, karena tetap berpegang teguh pada As-Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam), ditengah rusaknya keyakinan mayoritas umat manusia.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu…”
[Al-Maa-idah (5): 3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan,
“Ini merupakan nikmat terbesar Allah Azza wa Jalla yang dianugerahkan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga mereka tidak (lagi) memerlukan agama (syari'at) lain (sebelumnya) dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla menjadikan Beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya untuk seluruh (bangsa) manusia maupun jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang Beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua yang dikhabarkannya adalah haq, kebenaran, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali."
Demikian perkataan Al-Imam.
Dengan demikian, betapa meruginya orang-orang yang mengamalkan Bid'ah, disaat Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyempurnakan syariat Islam ini mencapai puncaknya, mereka justru merasa kurang dan mencari-cari hal lain di luar itu (memberat-beratkan diri).
---
Umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah umat terbaik yang paling akhir penciptaannya dan
paling awal pembangkitannya pada Hari Kiamat kelak.
Sebagaimana Sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (artinya),
“Kami yang paling
akhir (penciptaannya) adalah yang paling awal pada hari Kiamat, cuma mereka diberi
kitab sebelum kami dan kami diberi kitab setelah mereka. Itulah hari yang mereka perselisihkan, yakni
hari Jum’at (Hari diangkatnya Nabi Isa 'alaihissalam ke atas langit, pen blog..), maka Allah memberi kami petunjuk atasnya. Sedangkan orang-orang mengikuti kami pada
hari tersebut, dan esoknya orang-orang Yahudi dan lusanya orang-orang Nasrani.”
(HR. Al-Bukhari-Muslim), dan Sabda
Beliau yang lain (artinya),
“Aku adalah orang
pertama yang dibangkitkan dari bumi.”
(HR. Abu Daud)
Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam pulalah manusia pertama yang akan melintas di atas As-Shirat, sekaligus manusia pertama yang memasuki Surga
Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang akan
menempati tempat tertinggi di Surga Firdaus (Al-Wasiilah).
(Baca juga artikel, SURGA)
(Baca juga artikel, SURGA)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengharamkan Surga dimasuki umat-umat lain, sebelum umat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memasukinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits (artinya),
“Aku mendatangi pintu
Surga dan meminta untuk dibukakan.
Penjaganya bertanya, “Siapa engkau?”
Aku menjawab, “Aku Muhammad.”
Kemudian ia berkata, “Hanya karena engkaulah aku diperintahkan agar
tidak membukakan pintu ini untuk seorang pun sebelum dirimu.” (HR.
Muslim)
Adapun firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala (yang artinya),
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku
(Muhammad), niscaya Allah akan mengasihimu.’”
(QS. Ali-Imran (3); 31). Ayat ini disebut juga dengan Ayat Mihnah (Ujian khusus).
Berkata Al-Imam
Hasan Al-Bashri rahimahullah, “Jika ada segolongan kaum yang mengaku
mencintai Allah, maka Allah menurunkan ayat tersebut sebagai ujian bagi mereka.”
(Baca artikel, MENJADIKAN
RASUL SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN MERUPAKAN SYARAT WAJIB IMAN)
Jadi, meskipun seseorang berhasil mencapai tingkat kezuhudan tertinggi, memiliki banyak amal ibadah dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi dia tidak beriman (yakin) pada apa-apa yang
dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,
maka dia belum layak disebut sebagai orang beriman (Mukmin). Dan
dia tak ubahnya seperti para pendeta dan rahib dari kalangan orang-orang Yahudi
dan Nasrani.
Sebagaimana Sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya),
"Seseorang di antara kalian (dianggap) tidak beriman, hingga keinginannya mengikuti apa-apa (semua) yang aku bawa."
Sebagaimana Sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya),
"Seseorang di antara kalian (dianggap) tidak beriman, hingga keinginannya mengikuti apa-apa (semua) yang aku bawa."
Akankah kita berpaling (menyia-nyiakan) Rahmat dan Karunia terbesar yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala anugerahkan kepada kita selaku umat Beliau?
Perlu diketahui, bahwa kadar kemunafikan yang tersembunyi di
dalam hati seseorang dapat dilihat dari seberapa besar keengganannya mengikuti ajaran (syari'at) Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam secara lahir maupun bathin.
Sebagaimana Sabda Beliau (artinya),
“Empat (sifat) yang
jika terdapat dalam diri seseorang, maka ia benar-benar termasuk orang
munafik. Dan jika terdapat salah satu
darinya, maka ada benih kemunafikan pada dirinya hingga ia meninggalkannya. Yaitu, jika berbicara dia berdusta, jika berjanji
dia mengingkari, jika dipercaya dia berkhianat dan jika berselisih dia berlaku
curang.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Pertanyaan pentingnya adalah, “Adakah ucapan, ikrar, atau janji yang lebih Agung dan mulia daripada Dua Kalimat Syahadat?”
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Jawabannya, ada di dalam hati kita masing-masing.
(Baca artikel KUNCI SURGA (TUJUH SYARAT KALIMAT SYAHADAT), dan MUNAFIK)
(Baca artikel KUNCI SURGA (TUJUH SYARAT KALIMAT SYAHADAT), dan MUNAFIK)
(pen blog. Dari berbagai sumber).
oOo
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus