(Sifat dan Keutamaan Nabi Musa)
بسم الله الر حمان الر حيم
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah tentang Musa di
dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya
ia adalah seorang yang dipilih dan seorang Rasul dan Nabi. Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah
kanan Gunung Thur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami pada waktu ia
bermunajat kepada Kami. Dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang Nabi.” (Maryam; 51-53)
“Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang
lain (di masamu) untuk membawa Risalah-Ku dan untuk berbicara langsung
dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”
“Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada Luh-Luh (Taurat) segala
sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu maka (Kami
berfirman), “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang
kepada perintah-perintah-Nya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan
memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.” (Al-‘Araf; 144-145)
“Dan Kami telah mengutus para Rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang
mereka kepadamu dahulu, dan para Rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara
kepada Musa secara langsung[1].”
(An-Nisaa’; 163-164)
Menurut pendapat beberapa 'Ulama Salaf seperti Abu Aliyah, Ibnu Abbas, Qatadah dan lain-lain, bahwa Nabi Musa 'alaihissalam memiliki postur tubuh yang tinggi, berbadan besar, kulit sawo matang dan berambut keriting.
Beliau 'alaihissalam biasa mengendarai unta yang berwarna merah, yang ditarik dengan tali yang dikalungkan pada hidungnya.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah (artinya),
“Sesungguhnya Musa seorang yang sangat pemalu dan selalu
menutupi tubuhnya, tidak ada sesuatu pun dari kulitnya yang terlihat, karena
rasa malu. Kemudian ia dicaci dan
disakiti oleh beberapa orang Bani Israil.
Mereka mengatakan, ‘Musa menutupi badannya seperti itu tidak lain karena
adanya aib pada kulitnya, baik berupa bisul, luka atau cacat.’ Dan Allah ‘Azza
wa Jalla hendak membebaskan dirinya dari tuduhan mereka itu. Pada suatu hari, ia sedang sendirian, lalu ia
meletakkan pakaiannya di atas batu dan kemudian mandi. Setelah selesai mandi ia langsung menuju ke
batu itu untuk mengambil pakaiannya, tetapi batu tersebut menghilang dengan
membawa pakaiannya. Kemudian ia
mengambil tongkatnya dan mencari batu itu seraya berujar, ‘Hai batu, pakaianku,
hai batu, pakaianku.’ Hingga akhirnya ia
sampai di sekumpulan orang-orang Bani Israil, dan mereka melihatnya dalam
keadaan telanjang, dengan bentuk tubuh yang paling bagus yang diciptakan oleh
Allah. Dan dengan demikian itu, Allah ‘Azza wa Jalla telah membebaskannya dari
apa yang mereka tuduhkan. Kemudian batu
itu bangkit dan mengembalikan serta memakaikan pakaiannya. Lalu Musa memukul batu itu dengan sekali
pukulan dengan tongkatnya. Demi Allah,
pada batu itu terdapat goresan bekas pukulannya tiga, empat atau lima
kali.”
Dan itulah makna firman
Allah ‘Azza wa Jalla;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadi seperti
orang-orang yang menyakiti Musa. Maka
Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah ia mempunyai kedudukan yang
terhormat di sisi Allah.” (Al-Ahzab; 69)
Musa ‘alaihissalam
memiliki Bashirah (pandangan) yang
sangat tajam. Sebagian ‘ulama Salaf
menyebutkan, bahwa diantara ketajaman pandagannya, ia pernah memberikan syafaat
kepada saudaranya, Harun di sisi Allah.
Lalu ia meminta kepada Allah Ta’ala
agar menjadikan saudaranya sebagai pembantunya.
Maka Allah pun mengabulkan permintaannya dan memenuhi keinginannya;
“Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu
saudaranya , Harun menjadi seorang Nabi.”
(Maryam; 53)
Dan disebutkan dalam kitab Shahihain sebuah Riwayat Qatadah, dari Anas, dari Malik bin Sha’sha’ah,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bahwasanya Beliau pernah berjalan melewati Musa di lapis langit ke-enam pada
malam Isra’ Mi’raj. Maka Jibril berkata
kepada Beliau, “Itulah Musa, ucapkanlah Salam kepadanya.” Beliau menuturkan, “Maka aku ucapkan Salam
kepadanya.” Lalu Musa berkata, “Selamat
datang kepada Nabi yang Shalih dan saudara yang Shalih.” Dan ketika aku meninggalkannya, lanjut
Rasulullah, maka ia pun menangis.
Ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menagis?” Musa menjawab, “Aku menangis karena seorang
pemuda yang diutus setelahku yang ummatnya lebih banyak masuk surga daripada
ummatku.”
Disebutkan, bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berada di lapis langit ke-tujuh.
Semua Riwayat menyepakati, bahwa setelah Allah Ta’ala mewajibkan shalat 50 kali dalam
sehari-semalam kepada Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam dan ummatnya, maka Beliau melewati Musa. Lalu Musa berkata, “Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan untuk
ummatmu. Sesungguhnya aku dulu telah
mengalami berbagai kesulitan dengan Bani Israil. Dan sesungguhnya ummatmu itu memiliki
pendengaran, penglihatan dan hati yang lemah.”
Dan Beliau (Muhammad) masih terus pulang-pergi (turun-naik) antara Musa dan Allah ‘Azza wa Jalla yang setiap kalinya
mendapatkan keringanan, hingga akhirnya menjadi Shalat Lima Waktu dalam
sehari-semalam.
Imam Ahmad meriwayatkan, Ibnu Abbas memberitahu kami, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau bersabda (artinya),
“Pernah diperlihatkan
kepadaku beberapa ummat, lalu aku melihat seorang Nabi yang bersamanya
beberapa orang, lalu Nabi yang lainnya dengan satu atau dua orang saja, dan
Nabi yang lainnya lagi tanpa seorang pun bersamanya. Kemudian aku melihat sekelompok orang dengan
jumlah yang banyak, lalu aku bertanya, ‘Inikah ummatku?’ Kemudian dijawab, ‘Itu adalah Musa dan
kaumnya. Tetapi lihatlah ke ufuk,’
ternyata ada sekelompok orang dalam jumlah besar. Kemudian dikatakan, ‘Lihatlah ke samping
sini, ternyata ada kumpulan orang dalam jumlah yang sangat banyak. Inilah ummatmu dan bersama mereka tujuhpuluh
ribu orang yang masuk Surga tanpa hisab dan adzab.’”
Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah banyak menyebut Musa ‘alaihissalam
di dalam Al-Qur’an. Dia memujinya
dengan berbagai macam pujian dan Dia ceritakan kisahnya berkali-kali di dalam
Al-Qur’an, baik secara panjang-lebar maupun secara ringkas.
Dan seringkali Allah Ta’ala
menyebutkan secara berbarengan Musa ‘alaihissalam
dengan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Kitab-Nya. Sebagaimana
yang difirmankan-Nya di dalam Surat Al-Baqarah,
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang
membenarkan kitab yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi
kitab Taurat melemparkan kitab Allah ke belakang punggungnya seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).” (Al-Baqarah; 101)
Dan dalam surat yang lainnya,
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya
dikala mereka berkata, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada
manusia.’ Katakanlah, ‘Siapakah yang
menurunkan Kitab Taurat yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi
manusia. Kalian jadikan Kitab itu
sebagai lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kalian perlihatkan
sebagiannya dan kalian sembunyikan sebagian besarnya. Padahal telah diajarkan kepada kalian apa
yang kalian dan bapak-bapak kalian tidak mengetahuinya?’ Katakanlah, ‘Allah-lah yang menurunkan.’ Kemudian (sesudah kamu menyampaikan
Al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. Dan Al-Qur’an ini adalah Kitab yang telah
Kami turunkan yang diberkati, membenarkan Kitab-Kitab yang (diturunkan) sebelumnya
dan agar kamu memberi peringatan kepada penduduk Ummul Qura’ (Mekah) dan
orang-orang yang di luar lingkungannya.
Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan
mereka selalu memelihara Shalatnya.” (Al-An’am; 91-92)
Dengan demikian, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memuji Taurat dan selanjutnya memuji Al-Qur’an dengan
pujian yang Agung.
Dan pada akhir surat Al-An’am ,
“Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk
menyempurnakan (Nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk
menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka
beriman bahwa mereka akan menemui Tuhan mereka.
Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan dan diberkahi, maka
ikutilah ia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (Al-An’am; 154-155)
Dalam surat Al-Maidah,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya ada
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara
orang-orang Yahudi oleh Nabi-Nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, oleh
orang-orang ‘Alim mereka dan Pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan
memelihara Kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kamu takut kepada
manusia, tetapi takutlah kepada-Ku. Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah. Barangsiapa yang tidak memutuskan (Perkara)
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
Kafir.”
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalam Taurat, bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)nya,
maka melepaskan hak itu merupakan penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan (Perkara)
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang Zhalim.”
“Dan Kami iringkan jejak mereka (Para Nabi Israil) dengan Isa Putera
Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab
Injil sedang di dalamnya terdapat petunjuk serta Nur (Cahaya / penerang) untuk
orang-orang yang bertakwa.”
“Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah
orang-orang yang Fasik.”
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan yang memelihara Kitab-Kitab tersebut. Maka putuskanlah Perkara menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti Hawa Nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap ummat diantara kalian Kami
berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia jadikan kalian satu ummat saja,
tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap apa yang Dia berikan kepada
kalian. Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah kalian
semua kembali, lalu diberitahukan kepada kalian apa yang kalian perselisihkan.” (Al-Maidah; 44-48)
Dengan demikian,
Allah ‘Azza wa Jalla telah menjadikan
Al-Qur’an sebagai Hakim bagi semua Kitab-kitab yang lainnya (terdahulu). Dia jadikan Al-Qur’an sebagai pembenar dan
pemberi penjelasan terhadap adanya pengubahan dan penyimpangan. Ahlul Kitab itu hanya dapat menjaga Kitab-kitab
yang ada ditangan mereka (Seandainya
mereka menjaganya), tetapi mereka tidak mampu menghafal dan mempertahankannya,
dimana mereka telah melakukan perubahan dan pergantian, karena minimnya pemahaman dan buruknya pemahaman mereka terhadap
Ilmu Pengetahuan (Al-Kitab), serta kebiasaan mereka yang suka
berkhianat kepada Rabb mereka, semoga
mereka dilaknat oleh Allah ‘Azza wa Jalla
sampai Hari Kiamat kelak. Oleh karena itu, di dalam Kitab-Kitab
mereka terdapat berbagai macam kesalahan
yang benar-benar tampak dengan jelas (terang).
Dengan demikian itu, Allah ‘Azza wa Jalla telah memuji kedua Kitab tersebut, yaitu Taurat dan
Al-Qur’an dan kedua Nabi (Rasul) yang menerimanya, yaitu Musa ‘alaihissalam dan Muhammad Smshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bangsa Jin juga pernah berkata kepada kaumnya, sebagaimana
yang termaktub dalam firman-Nya (artinya),
“Mereka berkata, ‘Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengar
Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang membenarkan
Kitab-Kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan
yang lurus.” (Al-Ahqaf; 30)
Secara keseluruhan dapat dikatakan, bahwa Syari’at Musa ‘alaihissalam adalah Syari’at yang
Agung. Dan umat Beliau berjumlah sangat
banyak. Diantara ummat Beliau itu
terdapat Para Nabi, ‘Ulama, Hamba Biasa, Rakyat Jelata, Orang-orang yang Zuhud,
Para Raja dan juga Umara (pemerintah), serta Para Pembesar, tetapi mereka ingkar sehingga mereka
dibinasakan dan digantikan oleh ummat yang
lainnya, sebagaimana syari’at mereka yang telah mereka rubah (ganti), lalu
mereka dirubah menjadi kera dan babi. Dan
banyak lagi hal lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan.
(Bersambung, In-sya Allah)
oOo
[1] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihissalam merupakan keistimewaan
Nabi Musa dan karena itu Nabi Musa disebut Kalimullah,
sedangkan para Rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantara Malaikat
Jibril. Dalam pada itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam Isra’ Mi’raj.
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam
Ibnu Katsir rahimahullah)