Senin, 23 April 2018

Kisah Nabi IBRAHIM 'Alaihissalam (2)


(Perdebatan Nabi Ibrahim dengan Raja Namrud)




بسم الله الر حمان الر حيم

Allah Subhanhu wa Ta’ala mengangkat kisah perdebatan tersebut di dalam Al-Qur’an, sebagaimana difirmankan-Nya (artinya),
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang (Namrud, Raja Babilonia) yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah), karena Allah telah memberikan kepada orang itu Kekuasaan (Pemerintahan).  Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan mematikan.”  Orang itu berkata, ‘Aku juga dapat menghidupkan dan mematikan.’  Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah ia dari Barat.’  Lalu orang kafir itu pun heran dan terdiam.  Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”  (Al-Baqarah;  258)
Catatan;  Yang dimaksud oleh Namrud dengan “menghidupkan” adalah membiarkan orang tetap hidup (bukan menghidupkan yang mati), dan yang dimaksud dengan “mematikan” adalah membunuhnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perdebatan antara Ibrahim ‘Alaihissalam dengan seorang Raja yang sangat sombong lagi kafir dan mengaku dirinya sebagai tuhan.  Dengan tegas Ibrahim mematahkan Argumentasi Raja yang sombong itu, sekaligus menjelaskan kebodohan dan kedunguannya, lalu Beliau menjatuhkan Argumentasi Raja yang konyol tersebut, disertai dengan penjabaran jalan kebenaran.
Para ahli tafsir dan ahli sejarah mengatakan, “Raja tersebut adalah Raja Babilonia yang bernama  Namrud bin Kan’an bin Kausy bin Saam bin Nuh.
Mujahid dan ‘ulama lainnya mengemukakan, “Ia adalah seorang Raja Dunia.  Sebagaimana diceritakan, bahwa di dunia ini terdapat empat orang Raja Besar Dunia;  Dua orang Raja Mukmin dan Dua orang Raja Kafir.  Yang Mukmin adalah Dzulkarnain dan Sulaiman, sedang yang Kafir adalah Namrud dan Bukhtanashar.”
Mereka menyebutkan, bahwa “Namrud memegang kekuasaan selama 400 Tahun.  Ia adalah seorang Raja yang Lalim lagi Sewenang-wenang, seorang Raja yang lebih mengutamakan Dunia daripada Akhirat.”
Qatadah dan Al-Sadi, dan Muhammad bin Ishaq mengatakan, “Yakni, jika raja Namrud itu berniat hendak membunuh dua orang, lalu dia menyuruh membunuh salah satu dari keduanya dan membiarkan yang lainnya, maka dia menganggap hal itu telah menghidupkan satu orang dan mematikan yang lainnya.”
Yang demikian itu sebenarnya bukanlah perdebatan (hakiki).  Apa yang dikemukakan Namrud itu telah keluar dari wacana perdebatan, melainkan hanya perkataan yang mengada-ada.  Dimana Ibrahim mengeluarkan dalil yang menunjukkan adanya Tuhan Pencipta segala sesuatu dan setiap peristiwa yang menimpa makhluk di dunia ini, berupa kehidupan dan kematian.  Ibrahim memaparkan hal-hal yang menunjukkan adanya Dzat Yang Melakukan Penciptaan, Pengurusan, Keberadaannya, karena semuanya itu tidak mungkin dapat berdiri sendiri.  Dia-lah Dzat Yang telah Menciptakan aneka ragam binatang lalu mematikannya.  Oleh karena itu Ibrahim ‘Alaihissalam mengatakan, “Tuhan-ku adalah Yang menghidupkan dan mematikan.”
Setelah debat Namrud terpatahkan oleh Ibrahim, namun tanpa disadari oleh khalayak ramai yang menghadirinya, Ibrahim kembali menyebutkan argumentasi lain yang menjelaskan adanya Dzat Pencipta dan sesatnya pengakuan Namrud.
Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah ia dari Barat.’  Maksudnya, matahari itu diperjalankan setiap hari, terbit dari Timur, persis seperti yang Dia Ciptakan dan perjalankan.  Dia-lah Tuhan dan tiada Tuhan selain Dia, Dia-lah Pencipta segala sesuatu.  Jika permasalahannya seperti yang kamu (Namrud) akui, bahwa kamu dapat menghidupkan dan mematikan, maka terbitkanlah matahari itu dari Barat, karena yang mengakui  dapat menghidupkan dan mematikan itu mampu berbuat apa saja yang Dia kehendaki, bahkan segala sesuatu yang ada ini akan tunduk kepada-Nya , jika benar apa yang engkau akui itu, maka kerjakanlah permintaanku itu.  Jika engkau tidak mampu melakukannya, berarti kamu tidak seperti yang kamu akui.  Kamu sendiri, dan juga setiap orang yakin bahwa kamu tidak akan mampu melakukan hal itu, bahkan dirimu terlalu hina dan rendah hanya untuk menciptakan seekor lalat.
Dengan demikian itu, Ibrahim telah menjelaskan kesesatan, kebodohan dan kedustaannya, serta kesesatan jalan yang ditempuhnya.
Namun,  tiada sepatah kata pun yang dia ucapkan untuk menjawab Ibrahim, bahkan ia terdiam seribu bahasa.  Oleh karena itu Dia (Allah) berfirman (artinya),
“Lalu orang kafir itu pun heran dan terdiam.  Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”  (Al-Baqarah;  258)
Al-Sadi menyebutkan, “Perdebatan yang terjadi antara Ibrahim dan Namrud itu terjadi pada hari dimana Ibrahim keluar dari api.”
Diriwayatkan Abdurrazaq, dari Mu’ammar, dari Zaid bin Aslam, bahwa di sisi Namrud terdapat berbagai macam makanan.  Dan orang-orang datang kepadanya untuk menikmati makanan-makanan tersebut.  Dan Ibrahim termasuk salah seorang  yang diundang untuk acara makan-makan tersebut.  Dan Ibrahim tidak pernah berkumpul dengan Raja itu kecuali pada hari itu saja, hari dimana terjadi perdebatan antara keduanya.  Tidak seperti kepada orang-orang yang dia beri makan, Raja Namrud tidak menyuguhkan makanan kepada Ibrahim, bahkan ia (Ibrahim) keluar darinya tanpa membawa sedikit pun makanan.
Ketika mendekati keluarganya, ia menuju kegundukan pasir, lalu mengisi kedua kantong miliknya dengan pasir seraya berucap, “Aku akan menyibukkan keluargaku jika aku tiba di tengah-tengah mereka.”
 Sesampai di keluarganya, ia langsung meletakkan bawaannya, kemudian ia berbaring dan tidur.  Selanjutnya isterinya, Sarah berdiri dan melihat kedua kantong yang dibawa suaminya, ternyata ia mendapati keduanya berisi bahan makanan.  Maka ia segera memasaknya dan menyajikannya sebagai makanan yang enak lagi nikmat.  Setelah bangun, Ibrahim mendapatkan makanan yang telah disediakan tersebut.  Maka ia bertanya, “Darimana makanan ini kalian peroleh?”  Isterinya menjawab, “Dari apa yang engkau bawa tadi.”
Dengan demikian itu Ibrahim mengetahui, bahwa hal itu merupakan rezki yang dikaruniakan Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya dan keluarganya.
Zaid bin Aslam mengatakan, “Allah Ta’ala mengirimkan kepada Raja yang sombong itu Malaikat yang menyuruhnya beriman kepada Allah, tetapi ia menolaknya.  Lalu ia (Malaikat itu) mengajak untuk yang kedua kalinya, sampai ketiga kalinya, tetapi ia tetap menolak.  Kemudian Malaikat itu berkata, ‘Kumpulkan semua yang dapat kamu kumpulkan, dan aku pun akan mengumpulkan bala tentaraku.’”
Maka Raja Namrud itu mengumpulkan bala tentaranya tepat pada saat matahari terbit.  Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla mengirimkan lalat yang tidak terlihat oleh mereka, lalu gerombolan lalat-lalat itu memakan daging dan darah mereka dan hanya menyisakan tulang belulangnya saja.  Kemudian salah seekor lalat itu masuk ke dalam lubang hidung Raja Namrud dan menetap di dalamnya selama  400 Tahun.  Dengan lalat itulah Allah ‘Azza wa Jalla mengadzabnya.  Dan dia selalu memukuli kepalanya dengan besi selama masa itu, sampai Allah ‘Azza wa Jalla membinasakannya.

(Bersambung, In-sya Allah)

oOo
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar