Jumat, 20 April 2018

Kisah Nabi MUSA 'Alaihissalam (3)


(Kebinasaan Fir’aun dan Bala Tentaranya)


بسم الله الر حمان الر حيم

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan Saudaranya, ‘Ambillah oleh kalian berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaum kalian.  Dan jadikanlah oleh kalian rumah-rumah kalian itu tempat sholat dan dirikanlah shalat, dan sampaikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”  (Al-Qashash;  87)
Allah subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada Musa dan saudaranya Harun ‘Alaihimussalam, agar membuatkan rumah bagi kaumnya yang berbeda dengan rumah Bangsa Qibthi, supaya dengan demikian  sebagian mereka mengetahui rumah sebagian lainnya.  Dan firman-Nya, “Dan jadikanlah oleh kalian rumah-rumah kalian itu tempat sholat.”  Ada yang berpendapat, maksudnya adalah Masjid dan ada juga yang berpendapat lain, maknanya adalah agar memperbanyak shalat di dalamnya.  Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Abu Malik, Ibrahim An-Nakha’i, Rabi’ bin Anas, Adh-Dhahak, Zaid bin Aslam, puteranya yaitu Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lainnya.
Artinya, memohon pertolongan atas kesulitan dan kesengsaraan yang mereka alami dengan banyak mengerjakan shalat, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Dan jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolong kalian.”  (Al-Baqarah (2);  45)
Musa berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia.  Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu.  Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka menyaksikan siksaan yang pedih.
Allah 'Azza wa Jalla menjawab (artinya),
“Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kalian berdua.  Sebab itu, tetaplah kalian berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kalian mengikuti jalan  orang-orang yang tidak mengetahui.  (Yunus;  87-88)
Yang demikian itu merupakan do’a yang sangat agung yang dipanjatkan Musa ‘Alaihissalam untuk mencelakakan musuhnya, Fir’aun.  Sebagai bentuk kemarahannya karena Allah, dan karena kesombongan dan penolakan mereka untuk mengikuti kebenaran, juga tindakannya menghalangi jalan Allah, serta keteguhannya di dalam kebathilan, juga keingkarannya untuk menerima kebenaran yang sudah sangat jelas dan yang bersifat maknawi serta bukti-bukti yang sudah pasti, dimana Musa ‘Alaihissalam berdo’a, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan Pemuka-pemuka kaumnya.”   Yaitu, kaumnya dari kalangan Bangsa Qibthi, juga yang memeluk dan tunduk kepada agamanya (Fir’aun), “Perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia.  Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu.”  Maksudnya, semua perhiasan itu dapat memperdaya orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi, sehingga ia akan mengira, bahwa hal itu merupakan segala-galanya.  Akan tetapi, yang sebenarnya harta benda dan perhiasan itu, baik yang berupa pakaian, kendaraan yang bagus lagi mewah, tempat tinggal yang nyaman senyaman istana, tempat makan yang memuaskan, dan kekuasaan yang luas, serta kehormatan itu hanya sebatas kehidupan dunia saja dan tidak untuk kehidupan akhirat.
Dan firman-Nya, “Dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.”  Ibnu Abbas radhiyallahu anhu mengatakan, “Artinya, tutuplah secara permanen.”  Dan yang demikian itu merupakan do’a yang di dasarkan kemarahan karena Allah Ta’ala dan Agama-Nya.
Kemudian para ahli tafsir dan beberapa orang lainnya dari kalangan ahli kitab menerangkan, bahwa “Pada suatu kali Bani Israil pernah meminta idzin kepada Fir’aun untuk pergi beramai-ramai menghadiri Hari Perayaan mereka, lalu dalam keadaan terpaksa Fir’aun memberi idzin kepada mereka.  Lalu mereka semuanya mempersiapkan diri untuk pergi.  Padahal sebenarnya hal itu merupakan tipudaya terhadap Fir’aun dan bala tentaranya, dengan tujuan agar mereka dapat selamat dan melepaskan diri dari Fir’aun dan bala tentaranya.
Lalu Allah Azza wa Jalla seperti yang dikisahkan oleh Ahlul Kitab, memerintahkan mereka untuk meminjam perhiasan.  Maka orang-orang Qibthi pun meminjamkan perhiasan dan barang-barang berharga yang sangat banyak.  Kemudian mereka pergi pada malam hari menuju Negeri Syam (Syiria).  Setelah mengetahui kepergian mereka, Fir’aun benar-benar menjadi sangat murka, dan seketika itu juga ia langsung mengumpulkan bala tentaranya untuk mencari dan menemukan mereka.  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya), “Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa, ‘Pergilah pada malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kalian akan disusul.’”
Kemudian Fir’aun mengirimkan orang untuk menghimpun bala tentaranya ke kota-kota.
Fir’aun berkata, “Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan yang kecil.  Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita.  Dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.”
Maka Kami keluarkan Fir’aun dan kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan dari perbendaharaan serta kedudukan yang mulia.  Demikianlah, dan Kami anugerahkan semuanya itu kepada Bani Israil.  Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul mereka pada saat matahari  terbit.  Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, maka para pengikut Musa berkata, ‘Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.’
Musa berekata, “Sekali-kali tidak akan tersusul.  Sesungguhnya Tuhan-ku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.”  Maka terbelahlah lautan itu dan masing-masing belahannya seperti gunung yang besar.  (Asy-Syu’ara;  52-63)
Para ahli tafsir menceritakan, ketika Fir’aun dengan menaiki kendaraannya berjalan menyisiri jejak Bani Israil dengan membawa kumpulan bala tentara yang sangat banyak.  Disebutkan, dalam rombongan kudanya itu terdapat 100.000 ekor kuda jantan yang berwarna hitam.  Sementara  bala tentaranya berjumlah lebih dari 1.600.000 orang.
Sementara, ada yang mengatakan, bahwa Bani Israil berjumlah 600.000 orang, Wallahu ‘allam.
Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul Bani Israil.  Mereka dapat menemukan Bani Israil pada saat matahari telah terbit.  Kedua pasukan itu saling berhadap-hadapan.  Masing-masing kelompok saling menampakkan diri, sehingga tidak ada lagi keraguan diantara mereka, dan yang ada hanyalah penyerangan dan perlawanan.  Pada saat itu dengan perasaan takut para pengikut Musa berkata, “Kita pasti akan tersusul.”  Yang demikian itu karena mereka sudah terdesak menuju laut, sehingga tidak ada jalan lain dan tempat berlindung bagi mereka kecuali menyelam ke laut.  Dan itu jelas di luar kemampuan setiap orang, sedangkan gunung berada di sebelah kanan dan kiri mereka, yang keduanya sama-sama tinggi dan terjal.  Sementara Fir’aun dan bala tentaranya terus mengejar dan telah berada persis di belakang mereka.  Dengan demikian mereka benar-benar dicekam perasaan takut dan khawatir, karena mereka (Fir’aun dan bala tentaranya) itu sangat kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan.
Maka mereka pun mengeluhkan apa yang mereka saksikan itu kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam.  Lalu Nabi Musa memberikan jawaban kepada mereka seraya berkata, “Sekali-kali tidak akan tersusul.  Sesungguhnya Tuhan-ku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”  Pada saat itu Musa ‘Alaihissalam berada di posisi belakang, lalu Beliau berpindah maju ke posisi terdepan.  Ia melihat laut dengan ombaknya yang sangat dahsyat, sedang ia mengatakan, “Disinilah aku diperintahkan untuk memukulkan tongkatku.”  Pada saat itu Musa bersama-sama dengan saudaranya Harun ‘Alaihissalam dan Yusya’ bin Nun.  Pada waktu itu Yusya’ bin Nun merupakan tokoh sekaligus ‘Ulama bagi Bani Israil.  Dan Allah Ta’ala telah mewahyukan kepadanya dan menjadikan Beliau sebagai seorang Nabi  setelah Musa dan Harun ‘Alaihimussalam.
Selain itu bersama Musa ‘Alaihissalam, juga terdapat salah seorang Mukmin dari kalangan pengikut Fir’aun.  Disebutkan, bahwa orang mukmin dari pengikut Fir’aun tersebut berusaha beberapa kali menapakkan kaki kudanya  di laut seraya bertanya-tanya, apakah mungkin kuda ini dapat menyeberangi lautan?  Tidak mungkin, lalu ia berkata kepada Musa ‘Alaihissalam, “Hai Nabi Allah, di sinikah Engkau diperintahkan untuk memukulkan tongkatmu?”  “Ya”, jawab Nabi Musa.
Setelah keadaannya semakin terdesak dan terjepit, dan Fir’aun serta bala tentaranya pun sudah semakin dekat, maka pada saat itu Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa ‘Alaihissalam melalui firman-Nya, “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.”  Ketika Musa memukulkan tongkatnya, diceritakan bahwa Musa berkata, “Terbelahlah dengan idzin Allah.”  Wallahu a’lam.
Demikian itulah air laut yang berdiri tegak laksana gunung, yang tertahan oleh kekuasaan yang amat dahsyat, dari Dzat yang jika menciptakan segala sesuatu cukup hanya mengatakan “Jadilah.” Maka terjadilah ia.  Kemudian  Allah memerintahkan angin, sehingga tanah laut itu menjadi kering dan tidak sulit untuk dilalui kuda dan binatang lainnya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepada Musa, ‘Pergilah engkau dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil)  pada malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tak usah takut (akan tenggelam).’”
Allah berfirman (artinya),
“Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar dan biarkanlah laut itu tetap terbelah.  Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan.  Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, demikianlah.  Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain.  Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.  Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan yang menghinakan, dari adzab Fir’aun.  Sesungguhnya ia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas.  Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan Kami atas Bangsa-bangsa.  Dan Kami telah memberikan kepada mereka diantara tanda-tanda kekuasaan Kami, sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata.”  (Ad-Dukhan;  17-33)
Para ‘Ulama menyebutkan, bahwa Jibril ‘Alaihissalam menampakkan diri dalam wujud seorang penunggang kuda yang masih muda.  Kemudia ia berjalan di hadapan kuda jantan Fir’aun laknatullah, maka kuda Fir’aun pun meringkik dan berlari ke arahnya.  Lalu Jibril berjalan cepat di depan Fir’aun beserta kudanya.  Melihat Fir’aun berlari kencang, maka bala tentaranya pun berlari mengejarnya sampai laut itu bersatu kembali.  Pada saat itu, Fir’aun sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa.  Dan, ternyata dia tidak dapat memberikan manfaat dan menghindar dari mudharat yang datang kepada dirinya sendiri.  Akhirnya Fir’aun dan bala tentaranya secara keseluruhan tenggelam di laut.  Dan pada saat itulah Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya, Musa ‘Alaihissalam untuk memukulkan lagi tongkatnya ke laut.  Maka Musa pun memukulkannya, sehingga laut itu kembali bertaut seperti sediakala, dan tidak seorang pun dari mereka yang selamat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
“Dan Kami mungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas mereka, hingga bila Fir’aun itu hendak tenggelam berkatalah ia, ‘Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercaya oleh Bani Israil.  Dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”
“Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.  Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah terhadap tanda-tanda kekuasaan Kami.”  (Yunus;  90-92)
“Maka tatkala mereka melihat adzab Kami, mereka berkata, ‘Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.’  Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka ketika mereka telah melihat siksa Kami.  Itulah Sunnah Allah yang telah berlaku atas hamba-hamba-Nya, dan pada waktu itu binasalah orang-orang kafir.’”  (Al-Mu’min;  84-85)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (artinya),
“Ketika Fi’aun berkata, ‘Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercaya oleh Bani Israil.’  Jibril berkata kepadaku, ‘Jika engkau menyaksikan diriku sedang engkau telah mengalami keadaan yang terjadi di laut, maka aku akan injak mulutnya, karena khawatir ia akan mendapatkan rahmat.’”  (HR. Ahmad)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih lanjut,
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.”  Ibnu Abbas dan beberapa ‘ulama lainnya mengatakan, “Sebagian Bani Israil ragu-ragu terhadap kematian Fir’aun, hingga sebagian mereka berkata, bahwa ia belum mati.  Lalu Allah memerintahkan kepada laut supaya mengangkat Fir’aun, maka laut itu pun mengangkatnya dalam beberapa ketinggian.  Ada yang berpendapat, Fir’aun diangkat di atas permukaan air.  Tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa ia diangkat ke permukaan bumi dalam keadaan masih mengenakan baju besinya, dimana orang-orang mengetahui bahwa baju besi itu memang pakaiannya.  Yang demikian itu dimaksudkan agar mereka benar-benar meyakini kebinasaannya dan mengetahui Kekuasaan Allah Ta’ala atas dirinya.  Oleh karena itu Dia berfirman, “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu.”  Maksudnya, masih dalam keadaan memakai baju besi yang sangat dikenal orang melekat padamu, “Supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu,” yaitu Bani Israil, dan sekaligus sebagai bukti kekuasaan Allah Ta’ala yang telah membinasakanmu.
Nabi Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam pernah datang di Madinah, sedang orang-orang Yahudi sedang melakukan Puasa Asyura.  Maka Beliau bertanya, “Mengapa kalian hari ini berpuasa?”  Mereka menjawab, “Hari ini adalah munculnya Musa kepada Fir’aun.”  Kemudian Nabi  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lebih berhak kepada Musa daripada mereka (Orang-orang Yahudi), maka berpuasalah.’”
Wallahu a’lam.
(Bersambung, In-sya Allah)
oOo
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi” Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar