(Kebinasaan Fir’aun dan Bala Tentaranya)
بسم الله الر حمان الر حيم
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman (artinya),
“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan Saudaranya, ‘Ambillah oleh kalian berdua
beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaum kalian. Dan jadikanlah oleh kalian rumah-rumah kalian
itu tempat sholat dan dirikanlah shalat, dan sampaikan berita gembira kepada
orang-orang yang beriman.” (Al-Qashash; 87)
Allah subhanahu wa Ta’ala
mewahyukan kepada Musa dan saudaranya Harun ‘Alaihimussalam,
agar membuatkan rumah bagi kaumnya yang berbeda dengan rumah Bangsa Qibthi, supaya
dengan demikian sebagian mereka
mengetahui rumah sebagian lainnya. Dan
firman-Nya, “Dan jadikanlah oleh kalian rumah-rumah kalian itu tempat sholat.” Ada yang berpendapat, maksudnya
adalah Masjid dan ada juga yang berpendapat lain, maknanya adalah agar
memperbanyak shalat di dalamnya.
Demikian yang dikemukakan oleh Mujahid, Abu Malik, Ibrahim An-Nakha’i,
Rabi’ bin Anas, Adh-Dhahak, Zaid bin Aslam, puteranya yaitu Abdurrahman bin
Zaid bin Aslam dan lain-lainnya.
Artinya, memohon pertolongan atas kesulitan dan kesengsaraan
yang mereka alami dengan banyak mengerjakan shalat, sebagaimana yang
difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala
(artinya),
“Dan jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolong kalian.” (Al-Baqarah (2); 45)
Musa berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi
kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam
kehidupan dunia. Ya Tuhan kami,
akibatnya mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda
mereka, dan kunci matilah hati mereka,
maka mereka tidak beriman hingga mereka menyaksikan siksaan yang pedih.”
Allah 'Azza wa Jalla
menjawab (artinya),
“Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kalian berdua. Sebab itu, tetaplah kalian berdua pada jalan
yang lurus dan janganlah sekali-kali kalian mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.” (Yunus; 87-88)
Yang demikian itu merupakan do’a yang sangat agung yang
dipanjatkan Musa ‘Alaihissalam untuk
mencelakakan musuhnya, Fir’aun. Sebagai bentuk
kemarahannya karena Allah, dan karena kesombongan
dan penolakan mereka untuk mengikuti kebenaran, juga tindakannya menghalangi
jalan Allah, serta keteguhannya di dalam kebathilan, juga keingkarannya untuk
menerima kebenaran yang sudah sangat jelas dan yang bersifat maknawi serta
bukti-bukti yang sudah pasti, dimana Musa ‘Alaihissalam berdo’a, “Ya
Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan Pemuka-pemuka
kaumnya.” Yaitu, kaumnya dari kalangan
Bangsa Qibthi, juga yang memeluk dan tunduk kepada agamanya (Fir’aun), “Perhiasan dan harta kekayaan dalam
kehidupan dunia. Ya Tuhan kami,
akibatnya mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu.” Maksudnya, semua perhiasan itu dapat
memperdaya orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi, sehingga ia akan
mengira, bahwa hal itu merupakan segala-galanya. Akan tetapi, yang sebenarnya harta benda dan
perhiasan itu, baik yang berupa pakaian, kendaraan yang bagus lagi mewah,
tempat tinggal yang nyaman senyaman istana, tempat makan yang memuaskan, dan
kekuasaan yang luas, serta kehormatan itu hanya sebatas kehidupan dunia saja
dan tidak untuk kehidupan akhirat.
Dan firman-Nya, “Dan kunci matilah hati mereka, maka mereka
tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” Ibnu Abbas radhiyallahu anhu mengatakan, “Artinya,
tutuplah secara permanen.” Dan yang
demikian itu merupakan do’a yang di dasarkan kemarahan karena Allah Ta’ala dan Agama-Nya.
Kemudian para ahli tafsir dan beberapa orang lainnya dari
kalangan ahli kitab menerangkan, bahwa “Pada suatu kali Bani Israil pernah
meminta idzin kepada Fir’aun untuk pergi beramai-ramai menghadiri Hari Perayaan
mereka, lalu dalam keadaan terpaksa Fir’aun memberi idzin kepada mereka. Lalu mereka semuanya mempersiapkan diri untuk
pergi. Padahal sebenarnya hal itu
merupakan tipudaya terhadap Fir’aun dan bala tentaranya, dengan tujuan agar mereka
dapat selamat dan melepaskan diri dari Fir’aun dan bala tentaranya.
Lalu Allah Azza wa
Jalla seperti yang dikisahkan oleh Ahlul Kitab, memerintahkan mereka untuk
meminjam perhiasan. Maka orang-orang
Qibthi pun meminjamkan perhiasan dan barang-barang berharga yang sangat banyak. Kemudian mereka pergi pada malam hari menuju
Negeri Syam (Syiria). Setelah mengetahui
kepergian mereka, Fir’aun benar-benar menjadi sangat murka, dan seketika itu
juga ia langsung mengumpulkan bala tentaranya untuk mencari dan menemukan
mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman (artinya), “Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada
Musa, ‘Pergilah pada malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil),
karena sesungguhnya kalian akan disusul.’”
Kemudian Fir’aun mengirimkan orang untuk menghimpun bala
tentaranya ke kota-kota.
Fir’aun berkata, “Sesungguhnya mereka (Bani Israil)
benar-benar golongan yang kecil. Dan
sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. Dan sesungguhnya kita benar-benar golongan
yang selalu berjaga-jaga.”
Maka Kami keluarkan Fir’aun dan kaumnya dari taman-taman dan mata air,
dan dari perbendaharaan serta kedudukan yang mulia. Demikianlah, dan Kami anugerahkan semuanya
itu kepada Bani Israil. Maka Fir’aun dan
bala tentaranya dapat menyusul mereka pada saat matahari terbit.
Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, maka para pengikut Musa
berkata, ‘Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.’
Musa berekata, “Sekali-kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya Tuhan-ku besertaku, kelak Dia
akan memberi petunjuk kepadaku.”
Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu.” Maka terbelahlah
lautan itu dan masing-masing belahannya seperti gunung yang besar. (Asy-Syu’ara;
52-63)
Para ahli tafsir menceritakan, ketika Fir’aun dengan menaiki
kendaraannya berjalan menyisiri jejak Bani Israil dengan membawa kumpulan bala
tentara yang sangat banyak. Disebutkan,
dalam rombongan kudanya itu terdapat 100.000 ekor kuda jantan yang berwarna
hitam. Sementara bala tentaranya berjumlah lebih dari 1.600.000
orang.
Sementara, ada yang mengatakan, bahwa Bani Israil berjumlah 600.000
orang, Wallahu ‘allam.
Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul Bani
Israil. Mereka dapat menemukan Bani
Israil pada saat matahari telah terbit.
Kedua pasukan itu saling berhadap-hadapan. Masing-masing kelompok saling menampakkan
diri, sehingga tidak ada lagi keraguan diantara mereka, dan yang ada hanyalah
penyerangan dan perlawanan. Pada saat
itu dengan perasaan takut para pengikut Musa berkata, “Kita pasti akan tersusul.” Yang demikian itu karena mereka sudah
terdesak menuju laut, sehingga tidak ada jalan lain dan tempat berlindung bagi
mereka kecuali menyelam ke laut. Dan itu
jelas di luar kemampuan setiap orang, sedangkan gunung berada di sebelah kanan
dan kiri mereka, yang keduanya sama-sama tinggi dan terjal. Sementara Fir’aun dan bala tentaranya terus
mengejar dan telah berada persis di belakang mereka. Dengan demikian mereka benar-benar dicekam
perasaan takut dan khawatir, karena mereka (Fir’aun dan bala tentaranya) itu
sangat kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan.
Maka mereka pun mengeluhkan apa yang mereka saksikan itu
kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam. Lalu Nabi Musa memberikan jawaban kepada
mereka seraya berkata, “Sekali-kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya Tuhan-ku besertaku, kelak Dia
akan memberi petunjuk kepadaku.” Pada
saat itu Musa ‘Alaihissalam berada di
posisi belakang, lalu Beliau berpindah maju ke posisi terdepan. Ia melihat laut dengan ombaknya yang sangat
dahsyat, sedang ia mengatakan, “Disinilah aku diperintahkan untuk
memukulkan tongkatku.” Pada saat
itu Musa bersama-sama dengan saudaranya Harun ‘Alaihissalam dan Yusya’ bin Nun.
Pada waktu itu Yusya’ bin Nun merupakan tokoh sekaligus ‘Ulama bagi Bani
Israil. Dan Allah Ta’ala telah mewahyukan kepadanya dan menjadikan Beliau sebagai seorang
Nabi setelah Musa dan Harun ‘Alaihimussalam.
Selain itu bersama Musa ‘Alaihissalam,
juga terdapat salah seorang Mukmin dari kalangan pengikut Fir’aun. Disebutkan, bahwa orang mukmin dari pengikut
Fir’aun tersebut berusaha beberapa kali menapakkan kaki kudanya di laut seraya bertanya-tanya, apakah mungkin
kuda ini dapat menyeberangi lautan?
Tidak mungkin, lalu ia berkata kepada Musa ‘Alaihissalam, “Hai Nabi Allah, di sinikah Engkau diperintahkan
untuk memukulkan tongkatmu?” “Ya”, jawab
Nabi Musa.
Setelah keadaannya semakin terdesak dan terjepit, dan Fir’aun
serta bala tentaranya pun sudah semakin dekat, maka pada saat itu Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa ‘Alaihissalam melalui firman-Nya, “Pukullah
lautan itu dengan tongkatmu.”
Ketika Musa memukulkan tongkatnya, diceritakan bahwa Musa berkata, “Terbelahlah
dengan idzin Allah.” Wallahu a’lam.
Demikian itulah air laut yang berdiri tegak laksana gunung,
yang tertahan oleh kekuasaan yang amat dahsyat, dari Dzat yang jika menciptakan
segala sesuatu cukup hanya mengatakan “Jadilah.” Maka terjadilah ia. Kemudian Allah memerintahkan angin, sehingga tanah laut
itu menjadi kering dan tidak sulit untuk dilalui kuda dan binatang lainnya.
Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman (artinya),
“Dan sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepada Musa, ‘Pergilah engkau
dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada
malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak
usah khawatir akan tersusul dan tak usah takut (akan tenggelam).’”
Allah berfirman (artinya),
“Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari,
sesungguhnya kamu akan dikejar dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan. Alangkah banyaknya taman
dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang
indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya,
demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu
kepada kaum yang lain. Maka langit dan
bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani
Israil dari siksaan yang menghinakan, dari adzab Fir’aun. Sesungguhnya ia adalah orang yang sombong,
salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka
dengan pengetahuan Kami atas Bangsa-bangsa.
Dan Kami telah memberikan kepada mereka diantara tanda-tanda kekuasaan
Kami, sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata.” (Ad-Dukhan;
17-33)
Para ‘Ulama menyebutkan, bahwa Jibril ‘Alaihissalam menampakkan diri dalam wujud seorang penunggang kuda
yang masih muda. Kemudia ia berjalan di
hadapan kuda jantan Fir’aun laknatullah,
maka kuda Fir’aun pun meringkik dan berlari ke arahnya. Lalu Jibril berjalan cepat di depan Fir’aun
beserta kudanya. Melihat Fir’aun berlari
kencang, maka bala tentaranya pun berlari mengejarnya sampai laut itu bersatu
kembali. Pada saat itu, Fir’aun sama
sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Dan, ternyata dia tidak dapat memberikan manfaat dan menghindar dari mudharat yang datang kepada dirinya
sendiri. Akhirnya Fir’aun dan bala
tentaranya secara keseluruhan tenggelam di laut. Dan pada saat itulah Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya,
Musa ‘Alaihissalam untuk memukulkan lagi tongkatnya ke laut. Maka Musa pun
memukulkannya, sehingga laut itu kembali bertaut seperti sediakala, dan tidak seorang
pun dari mereka yang selamat.
Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala (artinya),
“Dan Kami mungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti
oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas mereka,
hingga bila Fir’aun itu hendak tenggelam berkatalah ia, ‘Aku percaya bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercaya oleh Bani Israil. Dan aku termasuk orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah).”
“Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu
supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah terhadap tanda-tanda kekuasaan
Kami.” (Yunus; 90-92)
“Maka tatkala mereka melihat adzab Kami, mereka berkata, ‘Kami beriman
hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami
persekutukan dengan Allah.’ Maka iman
mereka tiada berguna bagi mereka ketika mereka telah melihat siksa Kami. Itulah Sunnah Allah yang telah berlaku atas
hamba-hamba-Nya, dan pada waktu itu binasalah orang-orang kafir.’” (Al-Mu’min; 84-85)
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda (artinya),
“Ketika Fi’aun berkata,
‘Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercaya oleh Bani
Israil.’ Jibril berkata kepadaku, ‘Jika
engkau menyaksikan diriku sedang engkau telah mengalami keadaan yang terjadi di
laut, maka aku akan injak mulutnya, karena khawatir ia akan mendapatkan
rahmat.’” (HR. Ahmad)
Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala lebih lanjut,
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.” Ibnu Abbas dan beberapa ‘ulama
lainnya mengatakan, “Sebagian Bani Israil ragu-ragu terhadap kematian Fir’aun,
hingga sebagian mereka berkata, bahwa ia belum mati. Lalu Allah memerintahkan kepada laut supaya
mengangkat Fir’aun, maka laut itu pun mengangkatnya dalam beberapa
ketinggian. Ada yang berpendapat, Fir’aun
diangkat di atas permukaan air. Tetapi
ada juga yang berpendapat, bahwa ia diangkat ke permukaan bumi dalam keadaan
masih mengenakan baju besinya, dimana orang-orang mengetahui bahwa baju besi
itu memang pakaiannya. Yang demikian itu
dimaksudkan agar mereka benar-benar meyakini kebinasaannya dan mengetahui Kekuasaan
Allah Ta’ala atas dirinya. Oleh karena itu Dia berfirman, “Maka
pada hari ini Kami selamatkan badanmu.”
Maksudnya, masih dalam keadaan memakai baju besi yang sangat dikenal
orang melekat padamu, “Supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang setelahmu,” yaitu Bani Israil, dan sekaligus
sebagai bukti kekuasaan Allah Ta’ala
yang telah membinasakanmu.
Nabi Shallallhu ‘Alaihi
wa Sallam pernah datang di Madinah, sedang orang-orang Yahudi sedang
melakukan Puasa Asyura. Maka Beliau
bertanya, “Mengapa kalian hari ini berpuasa?”
Mereka menjawab, “Hari ini adalah munculnya Musa kepada Fir’aun.” Kemudian Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lebih berhak kepada Musa daripada mereka
(Orang-orang Yahudi), maka berpuasalah.’”
Wallahu a’lam.
(Bersambung, In-sya Allah)
oOo
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi” Al-Imam
Ibnu Katsir rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar