Rabu, 25 April 2018

Kisah Nabi IBRAHIM 'Alaihissalam (3)


 

(Hijrah Nabi Ibrahim ke Syiria Kemudian Menetap di Tanah Suci)




بسم الله الر حمان الر حيم

Berkenaan dengan hal ini , Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya),
“Maka Luth membenarkan (kenabian)nya.  Dan Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya aku akan pindah ke tempat yang diperintahkan Tuhan-ku kepadaku.  Sesungguhnya Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.  Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dan Kami jadikan Kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya.  Dan Kami berikan kepadanya balasan di dunia.  Dan sesungguhnya di akhirat ia benar-benar termasuk orang-orang yang shalih.”  (Al-Ankabut;  26-27), dan
“Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri (Syam / Syiria)[1]  yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.  Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim), Ishaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah dari Kami.  Dan masing-masing (mereka) Kami jadikan orang-orang yang shalih.  Kami telah menjadikan mereka itu sebagai Pemimpin-pemimpin yang memberi Petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami Wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka selalu menyembah.”  (Al-Ambiya’;  71-73)
Setelah Nabi Ibrahim meninggalkan kaumnya atas perintah Allah ‘Azza wa Jalla dan hijrah dari hadapan mereka, sedang isterinya seorang yang mandul, sehingga ia tidak mempunyai anak seorang pun.  Tetapi yang ikut bersamanya adalah keponakannya, Luth bin Haran bin Azar (Tarikh).  Kemudian  Allah Ta’ala menganugerahkan kepadanya anak-anak yang shalih, dan Dia menjadikan Kenabian dan Al-Kitab kepada keturunannya, dan setiap Al-Kitab yang diturunkan dari langit kepada seorang Nabi setelahnya adalah kepada seseorang dari keturunannya.  Yang demikian itu merupakan bentuk  penghormatan yang besar baginya.
Dia tinggalkan Negeri, keluarga dan kaum kerabatnya menunju ke suatu negeri yang menjadikannya tenang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berdakwah ke jalan-Nya.
Negeri yang dituju adalah Syiria, yang oleh Allah ‘Azza wa Jalla secara khusus disebut “Ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.”  (A-Ambiya’;  71)
Demikian yang dikemukakan oleh Ubay bin Ka’ab, Abu Aliyah, Qatadah dan yang lainnya.
Diriwayatkan dari Al-Aufi dari Ibnu Abbas, mengenai firman-Nya, “Ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia,” ia mengatakan, yaitu Makkah, tidakkah engkau mendengarkan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia adalah Baitullah di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi sekalian manusia.”  (Ali-Imran;  96)
Imam Al-Bukhari meriwayatkan, Muhammad bin Mahbub memberitahu kami, Hamad bin zaid memberitahu kami, dari Ayyub, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, ia mengatakan,
“Ibrahim tidak pernah berbohong kecuali tiga kali; Dua kali diantaranya berkenaan dengan Dzat Allah, yaitu firman-Nya, ‘Sesungguhnya aku sakit.’  Dan firman-Nya, ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya.’  Kemudian Abu Hurairah melanjutkan, dan pada suatu hari ketika ia sedang bersama Sarah, tiba-tiba datang seorang Penguasa Lalim.  Dikatakan kepadanya, ‘Di sini ada seseorang yang bersamanya (Ibrahim) seorang wanita yang sangat cantik.  ‘Kirimkan orang kepadanya untuk menanyakan siapakah wanita itu sebenarnya.’   Ia bertanya (kepada Ibrahim), ‘Siapakah wanita ini?’  Ibrahim menjawab, ‘Ia adalah saudara perempuanku.’  Lalu Ibrahim mendatangi  Sarah seraya berkata, ‘Hai Sarah, di muka bumi ini tidak ada orang yang beriman selain diriku dan dirimu, dan orang itu menanyakan kepadaku tentang dirimu, maka kuberitahukan bahwa engkau adalah saudara perempuanku.  Maka janganlah engkau berbohong  padaku (menyelisihiku).’
Kemudian dikirim utusan kepada Sarah.  Ketika Sarah menemui Ibrahim, Ibrahim langsung menariknya dengan kuat, lalu Ibrahim berkata, ‘Berdo’alah kepada Allah untukku, aku tidak akan mencelakaimu.’  Maka Sarah pun berdo’a kepada Allah, lalu Ibrahim melepaskannya.  Setelah itu ia menariknya kembali, dengan genggaman yang lebih kuat seraya mengatakan, ‘Berdo’alah kepada Allah untukku, dan aku tidak akan mencelakaimu.’  Sarah pun berdo’a, lalu Ibrahim melepaskannya
Kemudian penguasa itu memanggil sebagian dari pengawalnya dan mengatakan, ‘Kalian tidak membawa manusia kepadaku, tetapi membawa syaithan (yang tampak olehnya).  Jadikanlah ia (Sarah) sebagai budak Hajar.’
Selanjutnya Sarah mendatangi Ibrahim ketika ia (Ibrahim) tengah mengerjakan Shalat.  Lalu Ibrahim memberikan Isyarat dengan tangannya, bagaimana khabarnya?  Sarah menjawab, ‘Allah telah menolak tipudaya orang-orang kafir, dan aku bertugas mengabdi kepada Hajar.’”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Itulah Ibumu, hai  Bani ma’us sama’
Ibnu Habi Hatim menceritakan, ayahku memberitahu kami, Sufyan memberitahu kami, dari Ali bin Said bin Jud’an, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa’id, ia menceritakan,  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda berkenaan dengan tiga kalimat yang diucapkan Ibrahim,
“Tidak satupun dari ketiga kalimat itu, melainkan untuk mempertahankan Agama Allah.  Ia (Ibrahim) mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sakit.’  Dia juga berucap, ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya.’  Dan ia pun berkata ketika seorang Raja meminta isterinya, ‘Ia adalah sadara perempuanku.’”  Dengan demikian ucapannya, ‘Ia adalah saudara perempuanku,’ adalah saudara dalam Agama (seiman).  Dan ucapannya kepada Sarah, ‘Sesungguhnya tidak ada seorang mukmin pun di muka bumi ini kecuali diriku dan dirimu,’  yaitu “satu pasang” suami isteri yang beriman kecuali aku dan kamu.
Dan ucapan Ibrahim kepada Sarah ketika ia kembali menemui Ibrahim, “Mahyam?” yang berarti, bagaimana khabarnya?  Sarah menjawab, “Sesungguhnya Allah telah menolak tipudaya orang-orang kafir.”
Sebelum membawa Sarah menemui Raja, Ibrahim ‘Alaihissalam mengerjakan Shalat dan berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla, memohon agar Dia menjaga keluarganya dan menjauhkan orang-orang yang akan mencelakai keluarganya.  Hal yang sama juga dilakukan oleh Sarah.  Ketika musuh Allah hendak berbuat jahat kepada mereka, Sarah berwudhu’ dan mengerjakan Shalat serta berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla, seperti yang telah dikemukakan.  Karena Allah Ta’ala berfirman (artinya),
“Dan jadikanlah Sabar dan Shalat sebagai penolongmu.”  (Al-Baqarah;  45)
Maka Allah pun melindungi dan menjaganya, sebagaimana keterlindungan hamba dan Rasul-Nya Ibrahim ‘Alaihissalam.  Dalam beberapa atsar, penulis Ibnu Katsir mendapatkan, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla menyingkap “Tirai penutup” antara Ibrahim dan Sarah, sehingga Ibrahim bisa melihat Sarah ketika berada di hadapan Raja.  Ibrahim juga melihat bagaimana Allah melindungi Sarah dari Sang Raja.  Hal itu menjadikan hati Ibrahim lebih baik dan tenang, karena sesungguhnya Ibrahim sangat mencintai Sarah.  Kecintaannya itu didasarkan pada keta’atan Sarah pada Agama, kedekatannya serta kecantikannya.
Ada yang mengatakan, bahwasanya tidak ada seorang wanita pun setelah Hawa, sampai pada zaman Sarah hidup yang paling cantik melebihi dirinya.
Selanjutnya Ibrahim kembali pulang dari Negeri Mesir ke Negeri Tayamun, tempat dimana ia dulu pernah tinggal sebelum itu.  Bersama Ibrahim terdapat berbagai macam binatang ternak, budak, dan harta benda yang melimpah dengan ditemani oleh Hajar.
Kemudian Luth ‘Alaihissalam membawa sedikit dari kekayaan Ibrahim yang melimpah itu, atas perintah Ibrahim ke sebuah daerah yang dikenal dengan Gharzaghar, lalu ia singgah di kota Sadum[2] yang merupakan Ibukota Negeri itu, sedangkan penduduknya terdiri dari orang-orang yang jahat lagi kafir.
Lalu Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Ibrahim ‘Alaihissalam;  agar Beliau ‘Alaihissalam melepaskan pandangannya, dan melihat ke Arah Utara, Selatan, Barat dan Timur.  Kemudian Dia memberitahukan, “Bahwa bumi ini secara keseluruhan akan Aku berikan kepada orang-orang setelahmu hingga akhir zaman, dan Aku akan memperbanyak anak keturunanmu, hingga mereka berjumlah sama seperti jumlah tanah di bumi ini”.
Khabar gembira tersebut sampai juga kepada ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahkan lebih sempurna dan tidak ada yang lebih besar darinya.
Hal itu diperkuat oleh Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya),“Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan bumi untukku, sehingga aku dapat menyaksikan belahan Timur dan Baratnya, dan apa yang dikumpulkan-Nya untukku akan sampai kepada ummatku.”  
Ahli sejarah menyebutkan, kemudian sekelompok Penguasa Zhalim mengejar Luth dan menangkapnya.  Selanjutnya mereka mengambil harta benda yang dibawanya dan menggiring hewan ternaknya.  Kemudian berita tentang hal itu didengar oleh Ibrahim ‘Alaihissalam, maka ia langsung berangkat menemui Para Penguasa tersebut yang berjumlah 318 orang.  Kemudian ia meminta agar Luth dibebaskan dan harta bendanya dikembalikan.  Lalu Ibrahim membunuh banyak musuh Allah dan Rasul-Nya, dan mengggiring mereka sampai ke sebelah Selatan Damaskus.  Wallahu A’lam.
Setelah itu Beliau kembali pulang ke Negerinya dengan membawa kemenangan, dan Beliau disambut oleh Raja-Raja Baitul Maqdis, dengan memberikan rasa hormat dan dalam keadaan tunduk kepada Beliau.  Hingga akhirnya Beliau pun tinggal di Negeri tersebut.
(Bersambung, In-Syaa Allah)
oOo

(Disadur bebas dari Kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah )
__________________________
[1]  Yang dimaksud dengan “negeri” disini adalah Negeri Syam (Syiria), termasuk di dalamnya Palestina.  Tuhan memberkahi Negeri itu artinya, kebanyakan Nabi berasal dari Negeri ini dan tanahnya pun subur.
[2]  Sadum adalah sebuah Kota Kuno yang terletak di Palestina di tepi Laut Mati.  Sadum itulah Negeri kaum Luth ‘Alaihissalam.  Menurut sumber Ahlul Kitab, bahwa Allah Ta’ala telah menghujani Kota Sadum dan juga Kota Amurah dengan api, akibat kesalahan yang dilakukan oleh penduduknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar