(Q A R U N)
بسم الله الر حمان الر حيم
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman (artinya),
“Sesungguhnya Qarun
termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah
kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.’” (Al-Qashash;
76)
“Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu
karena ilmu yang ada padaku.’ Dan apakah
dia tidak mengetahui , bahwa Allah sungguh telah membinasakan ummat-ummat
sebelumnya yang lebih kuat darinya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang
yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka.”
(Al-Qashash; 78)
Al-‘Amasy meriwayatkan, dari Al-Minhal bin Amr, dari Said
bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia menceritakan, “Qarun adalah anak Paman Musa.”
Hal yang sama juga dikemukakan Ibrahim Al-Nakhari, Abdullah
bin Al-Harits bin Naufal, Samak bin Harab, Qatadah, Malik bin Dinar, Ibnu
Juraij, dan ia menambahkan, “Ia adalah
Qarun bin Yashab bin Qahits. Sedangkan
Musa adalah bin Imran bin Qahits.”
Ibnu Jarir mengatakan, “Yang demikian itu adalah pendapat
mayoritas ‘ulama, bahwa ia adalah anak Paman Musa...”
Qatadah mengatakan, “Ia (Qarun) disebut Al-Munawwir karena
keindahan suaranya dalam membaca Kitab Taurat, padahal ia adalah Musuh Allah,
Munafik seperti halnya Samiri. Dan akhirnya dibinasakan oleh
kesewenangannya, karena merasa memiliki harta yang melimpah.”
Dan Allah ‘Azza wa
Jalla menceritakan banyaknya harta simpanan Qarun, sampai-sampai
kunci-kuncinya saja sangat berat dipikul oleh sekumpulan orang yang kuat-kuat (Ada yang mengatakan dari kalangan Algojo).
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman (artinya), “Maka Qarun keluar kepada kaumnya dalam
kemegahannya.” Banyak ahli
tafsir yang menyebutkan, bahwa ia keluar dengan paras dan dandanan yang luar
biasa megahnya, yaitu mengenakan pakaian, mengendarai kendaraan, dan
menggunakan banyak pengawal. Ketika orang-orang
yang memuja-muja keindahan kehidupan dunia itu melihatnya, maka mereka langsung
berangan-angan, seandainya saja mereka bisa seperti diri Qarun. Dan ketika ungkapan mereka itu didengar oleh
para ‘ulama yang memiliki pemahaman yang benar lagi berakal, maka para ‘ulama
itu berkata kepada mereka, “Kecelakaan yang besarlah bagi kalian,
pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal
shalih.” Maksudnya, pahala Allah
di akhirat itu lebih baik dan lebih abadi serta lebih agung dan tinggi.
Lebih lanjut Allah Ta’ala
berfirman (artinya), “Dan tidak diperoleh pahala itu kecuali bagi
orang-orang yang sabar.” Maksudnya,
tidak ada yang mau menerima nasihat untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat
itu ketika melihat keindahan kehidupan dunia, kecuali orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah ‘Azza wa Jalla
serta memiliki keteguhan hati.
Dari kalangan kaumnya
ada beberapa orang yang berusaha menasihatinya, seraya berkata, “Janganlah
kamu terlalu bangga,” artinya, janganlah sombong atas apa-apa yang
dianugerahkan Allah kepadamu dan jangan pula merasa bangga atas orang lain, “Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah padamu (kebahagiaan) Negeri Akhirat.”
Atas nasihat yang diberikan kaumnya itu, Qarun tidak
memberikan jawaban kecuali berkata, “Sesungguhnya aku diberi harta itu karena
ilmu yang ada padaku.” Artinya,
aku (Qarun) tidak membutuhkan apa yang kalian katakan itu, dan tidak juga
nasihat yang kalian sampaikan, karena sebenarnya Allah memberikan anugerah ini
kepadaku karena Dia tahu bahwa aku memang berhak mendapatkannya.
“Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan
kemegahannya. Lalu orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia berkata, ‘Semoga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun.
Sesungguhnya ia benar-benar diberi keberuntungan yang besar.
“Berkatalah orang-orang yang dianugerahi Ilmu, ‘Kecelakaan yang besarlah
bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal shalih, dan tidaklah diperoleh pahala itu melainkan bagi orang-orang
yang sabar.’” (Al-Qashash; 80)
Diceritakan, dari Ibnu Abbas dan Al-Sadi, bahwa Qarun pernah
memberi harta kepada seorang wanita pelacur, agar ia mengatakan dihadapan orang
banyak kepada Musa ‘alaihissalam, “Sesungguhnya
kamu telah berbuat begini dan begitu terhadap diriku (Berzina).” Maka Musa sangat terkejut dengan tuduhan
tersebut, lalu Beliau mengerjakan Shalat dua raka’at. Setelah itu Beliau menemui wanita itu untuk memintanya
bersumpah atas tuduhan yang ditujukan kepada Beliau, dan menanyakan siapa yang
berada di balik semua itu. Maka wanita
itu menyebutkan, bahwa Qarun yang telah menyuruhnya melakukan hal
tersebut. Lalu ia (wanita tersebut)
memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Pada saat itu, Musa langsung tersungkur bersujud, dan
kemudian mendoakan keburukan kepada Qarun.
Maka Allah ‘Azza wa Jalla
mewahyukan kepada Beliau, “Sesungguhnya Aku telah menyuruh bumi agar
mentaatimu untuk membinasakan si Qarun itu.”
Maka, Musa langsung menyuruh Bumi menelan Qarun beserta tempat tinggalnya. Wallahu
A’lam.
Maka, sungguh indah apa yang dikemukakan para ‘ulama Salaf, “Sesungguhnya Allah menyukai pandangan mata
yang jeli, pada saat menghilangkan Syubuhat
(kebathilan yang berkedok kebenaran), dan akal yang sempurna pada saat melawan
Nafsu Syahwat.”
Setelah orang-orang yang mengangan-angankan kemewahan dunia itu menyaksikan peristiwa yang dialami oleh Qarun, maka mereka pun menyadari kesalahannya.
Setelah orang-orang yang mengangan-angankan kemewahan dunia itu menyaksikan peristiwa yang dialami oleh Qarun, maka mereka pun menyadari kesalahannya.
Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Abdurahman memberitahu kami, Sa’id
memberitahu kami, Ka’ab bin Al-Qamah memberitahu kami, dari Isa bin Hilal
Al-Shadafi, Abdullah bin Amr, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwasanya pada suatu hari beliau pernah berbicara
tentang shalat, dimana Beliau bersabda (artinya),
“Barangsiapa
memeliharanya (Shalat), maka shalatnya itu merupakan cahaya baginya, juga
sebagai bukti dan keselamatan pada Hari Kiamat.
Dan barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka tidak akan mendapatkan
cahaya, burhan serta keselamatan pada
Hari Kiamat kelak dan dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan
Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad,
Thabrani dan Ibnu Hibban).
(bersambung, In-sya Allah)
(bersambung, In-sya Allah)
oOo
(Disadur bebas dari kitab “Kisah para Nabi”, Al-Imam
Ibnu Katsir rahimahullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar